Bandar Lampung (Lampost.co)— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin 15 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) selama tahun 2024 hingga saat ini. OJK melakukan hal tersebut guna memperkuat industri perbankan nasional dan melindungi konsumen.
“Sebagai salah satu tindakan pengawasan OJK dalam rangka menjaga dan memperkuat industri perbankan nasional serta melindungi konsumen. Selama 2024 sampai saat ini telah kami lakukan pencabutan izin usaha terhadap 13 BPR dan 2 BPRS,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin, 14 Oktober 2024.
Pencabutan izin usaha BPR dan BPRS tersebut OJK lakukan karena pemegang saham dan pengurus BPR tidak mampu melakukan upaya penyehatan terhadap BPR atau BPRS. Yang sebagian besar terjadi karena adanya penyimpangan dalam operasional BPR.
Saat ini, OJK terus melakukan tindakan pengawasan. Terutama memastikan rencana tindak penyehatan oleh beberapa BPR atau BPRS dengan status pengawasan Bank Dalam Penyehatan.
Jika sampai dengan batas waktu yang OJK tentukan atau kondisi BPR atau BPRS terus memburuk maka OJK akan melakukan tindakan pengawasan. Selanjutnya dengan menetapkan BPR atau BPRS sebagai Bank Dalam Resolusi.
Selanjutnya, OJK akan berkoordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menangangi BPR. Atau BPRS tersebut dengan langkah terakhir melakukan cabut izin usaha terhadap BPR atau BPRS tersebut.
15 BPR dan BPRS yang telah dicabut izinnya tersebut adalah PT BPR Nature Primadana Capital, PT BPR Sumber Artha Waru Agung. PT BPR Lubuk Raya Mandiri, PT BPR Bank Jepara Artha, PT BPR Dananta, PT BPRS Saka Dana Mulia. PT BPR Bali Artha Anugrah, dan PT BPR Sembilan Mutiara.
Kemudian, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo. Lalu PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Madani Karya Mulia. Serta PT BPRS Mojo Artho, dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma.