Bandar Lampung (Lampost.co) — Serikat buruh di Lampung mengusulkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 15 persen pada 2026. Usulan tersebut penting untuk memastikan UMP benar-benar mampu memenuhi kebutuhan hidup layak buruh di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok.
Ketua Umum Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia–Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI-KSN), Yohanes Joko Purwanto, mengatakan usulan tersebut berdasarkan perhitungan pertumbuhan ekonomi dan inflasi Lampung.
Lalu hasil survei kebutuhan hidup layak yang memasukkan komponen keluarga. “Kami mengusulkan kenaikan 15 persen untuk 2026,” ujar Joko, Senin, 15 Desember 2025.
Menurut dia, kenaikan tersebut dapat menjaga kelayakan hidup buruh. Termasuk untuk meminimalkan jerat hutang pekerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup. “Kalau itu bisa diterapkan, setidaknya buruh tidak perlu terjerat utang hanya untuk hidup layak,” kata dia.
Joko menjelaskan, UMP pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja. Namun, dalam kondisi saat ini besaran UMP belum mampu menjangkau kebutuhan hidup layak buruh yang memiliki tanggungan keluarga.
Ia menyebut, selama ini UMP kerap sebagai batas bawah pengupahan, tanpa penyesuaian yang memadai terhadap kondisi buruh yang berkeluarga atau memiliki tanggungan.
“Kalau UMP hanya sebagai batas bawah pengupahan untuk lajang mungkin layak. Tapi, untuk buruh yang memiliki istri atau suami dan anak, jelas tidak memenuhi kebutuhan hidup layak sehingga perlu penyesuaian,” kata dia.
Selain itu, Joko menyoroti praktik pengupahan di sejumlah perusahaan yang tidak menjadikan UMP sebagai upah bersih atau gaji pokok. Berbagai komponen lain justru masuk ke dalam perhitungan UMP.
“Saat ini banyak perusahaan tidak meletakkan UMP sebagai gaji atau upah pokok. Di dalamnya termasuk uang makan, transportasi, BPJS Ketenagakerjaan, dan komponen lainnya,” kata Joko.
Akibatnya, upah yang buruh terima masih ada potongan berbagai biaya. Sehingga, nilai riil yang pekerja terima berada di bawah standar UMP.
Masa Kerja Tak Diperhitungkan
Ia juga menambahkan, masa kerja buruh kerap tidak diperhitungkan dalam komponen gaji pokok di atas UMP. Kondisi tersebut membuat kesejahteraan buruh tidak meningkat meskipun pengalaman kerja dan tanggung jawab hidup terus bertambah.
“Masa kerja tidak pernah masukke dalam komponen gaji pokok dari UMP yang ada. Akhirnya, semakin dewasa buruh dengan beban keluarga, penghasilannya justru semakin tidak layak,” kata dia.








