Jakarta (Lampost.co) — Subsidi transportasi umum memainkan peran vital dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah.
Namun, pengurangan anggaran subsidi transportasi umum dari pemerintah justru memperburuk aksesibilitas layanan. Bahkan, memicu kemiskinan, inflasi, dan berbagai masalah sosial lainnya.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengalokasikan Rp437,9 miliar untuk program Buy The Service (BTS) di 11 kota dengan 46 koridor pada 2024.
Namun, alokasi anggaran tersebut turun drastis menjadi Rp177,5 miliar pada 2025. Dana itu hanya mencakup enam kota lama dan dua kota baru dengan nilai bervariasi antara Rp8,7 miliar hingga Rp37,6 miliar.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengkritik kebijakan itu. Menurutnya, visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi mimpi jika sektor transportasi umum terus terabaikan.
“Transportasi umum adalah indikator penting dari kota layak huni. Tanpa perhatian serius, ketimpangan akan makin parah,” kata Djoko.
Dia menyoroti minimnya layanan transportasi umum memengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari meningkatnya angka putus sekolah hingga pernikahan dini.
Bahkan, di beberapa wilayah Jawa Tengah, anak-anak terpaksa berhenti sekolah karena tidak adanya akses transportasi umum. “Kondisi ini juga berdampak pada peningkatan kelahiran bayi stunting yang akhirnya memperburuk kualitas hidup masyarakat,” jelas Djoko.
Peran Transportasi Umum
Transportasi umum tak hanya menjadi solusi kemacetan dan polusi, tetapi juga memiliki dampak langsung terhadap pengendalian inflasi daerah.
Contohnya, program Angkot Feeder Musi Emas di Palembang berhasil menekan tingkat inflasi. Termasuk mengurangi kemiskinan ekstrem dengan menyediakan layanan transportasi gratis.
Di Kabupaten Kutai Kartanegara, subsidi Rp140 juta per tahun untuk trayek Samarinda-Kembang Janggut-Tabang berjalan selama empat tahun. Program itu menjadi salah satu upaya pengendalian inflasi daerah, sekaligus memberikan akses transportasi bagi masyarakat pedesaan.
Dia mendesak pemerintah untuk tidak mengurangi anggaran subsidi transportasi umum, bahkan teharusnya menambahnya. Sehingga, visi Indonesia Emas 2045 dapat tercapai.
“Intervensi pemerintah perlu untuk mencegah kegagalan pasar dalam layanan transportasi perkotaan. Layanan itu akan semakin hilang jika tanpa dukungan,” ujar dia.