Bandar Lampung (Lampost.co) — Limbah kulit kopi memiliki peluang besar untuk terolah menjadi biochar dalam konsep praktik pertanian berkelanjutan. Teknologi itu menawarkan solusi pemanfaatan limbah sekaligus upaya menjaga kualitas tanah di sentra produksi kopi.
Dosen Pengelolaan Perkebunan Kopi Politeknik Negeri Lampung, Sismita Sari, mengatakan jumlah limbah kopi di Lampung masih sangat besar dan belum terkelola optimal.
“Ada banyak sekali limbah kulit kopi di Lampung. Walaupun ada berbagai cara pengelolaan, tetap saja sebagian besar terbuang,” ujarnya dalam Talkshow Lampung Fest 2025 bertema Pengelolaan Limbah Kopi (Biochar).
Menurutnya, biochar merupakan karbon berpori hasil proses pirolisis atau pembakaran pada suhu tinggi dengan sedikit oksigen. Struktur porinya membuat biochar mampu menahan air, menyerap racun, meningkatkan pH tanah, dan menyediakan ruang bagi mikroorganisme yang berperan penting dalam siklus hara.
“Dia amandemen tanah yang fungsinya banyak. Biochar bisa meningkatkan kapasitas tukar kation, dan menciptakan tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang membuat lingkungan tanaman menjadi sehat,” jelasnya.
Lampung sebagai salah satu sentra kopi nasional masih menghadapi tantangan lahan marjinal dan tanah dengan nutrisi rendah. Biochar dengan kandungan karbon tinggi berkisar 60-90 persen mampu membantu memulihkan kondisi tersebut dan menjaga produktivitas kebun dalam jangka panjang.
“Biochar ini salah satu yang paling berpotensi termanfaatkan untuk mendukung ekonomi sirkular,” kata dia.
Di berbagai daerah penghasil kopi, biochar mulai dipromosikan sebagai strategi penyelamatan produktivitas perkebunan. Para ahli menilai inovasi itu harus menjadi bagian dari kebijakan konservasi tanah di tengah ancaman perubahan iklim dan degradasi lahan.
“Kami mendukung program pemerintah menuju zero waste. Bahkan, limbah kopi pun bisa menjadi sesuatu yang berfungsi dan bermanfaat,” pungkasnya.








