Jakarta (Lampost.co) — Penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku pada 2025 memunculkan kekhawatiran di masyarakat. Terutama pada transaksi pembayaran menggunakan quick response code indonesian standard (QRIS) yang ikut kena PPN.
Penaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Penaikan pajak itu secara bertahap mulai dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 dan 11% menjadi 12% berlaku 1 Januari 2025. Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan penjelasan lengkap untuk meluruskan informasi yang beredar di masyarakat.
DJP menjelaskan pembayaran menggunakan QRIS merupakan bagian dari jasa sistem pembayaran. Untuk itu, transaksi tersebut termasuk dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/PMK.03/2022 tentang pajak penghasilan dan PPN atas penyelenggaraan teknologi finansial.
“Jasa sistem pembayaran melalui QRIS bukan objek pajak baru,” kata DJP dalam keterangan resminya, Sabtu (21/12/2024).
DJP menjelaskan PPN dalam transaksi pembayaran QRIS untuk merchant discount rate (MDR) yang pungutannya pada penyelenggara jasa sistem pembayaran dari pemilik merchant. Sehingga, bukan barang atau sistem transaksi itu sendiri.
Dia mencontohkan, pembelian TV seharga Rp5 juta akan terutang PPN 12%, yaitu Rp550 ribu. Sehingga, total pembayaran menjadi Rp5,55 juta dan pembayaran menggunakan QRIS, kartu debit, atau metode lainnya tidak memengaruhi jumlah PPN.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan sistem pembayaran melalui QRIS tidak kena PPN. Hal itu sama seperti metode pembayaran lainnya, seperti kartu debit atau transfer bank.
“QRIS tidak terkena PPN, begitu juga bahan pokok, transportasi, pendidikan, dan kesehatan. Objek yang kena PPN hanya barangnya, bukan sistem transaksinya,” kata Airlangga, saat launching of EPIC SALE di Alam Sutera, Minggu (22/12/2024).
Airlangga menambahkan pemerintah selalu memantau isu yang ramai di masyarakat, termasuk kekhawatiran soal kenaikan PPN. Dia berharap masyarakat lebih memahami PPN pada transaksi menggunakan QRIS hanya berlaku untuk MDR dan bukan merupakan pajak baru.
Pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Perubahan itu khusus untuk barang-barang mewah, seperti rumah, apartemen, dan mobil mewah.
Khusus Barang Mewah
Sebelumnya, keputusan penaikan PPN 12% itu berdasarkan hasil pertemuan Presiden Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Istana Negara, Jakarta, pekan lalu. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco, mengonfirmasi hal itu dalam konferensi persnya.
Dasco menjelaskan barang-barang mewah yang akan terkena tarif PPN baru termasuk mobil mewah, apartemen mewah, dan rumah mewah. “Barang-barang pokok dan layanan yang langsung menyentuh masyarakat tetap terkena PPN 11%, sesuai kebijakan saat ini,” ujar Dasco.
Pemberlakukan multitarif PPN itu akan membuat harga barang mewah, seperti rumah dan apartemen yang juga terkena pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) akan mengalami kenaikan.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2017, barang mewah seperti rumah dan apartemen terkena PPnBM dengan tarif 20%. Kenaikan PPN 1% membuat harga rumah mewah meningkat Rp200 juta atau setara 0,76%.
Dasco juga menyinggung mobil mewah sebagai salah satu barang yang akan terkena PPN 12%. Namun, spesifikasi mobil itu belum ada rincian.
Kenaikan PPN menjadi 12% akan membuat barang-barang mewah, seperti rumah dan mobil makin mahal. Kebijakan itu akan berdampak pada daya beli kalangan tertentu, terutama di segmen pasar mewah.