Bandar Lampung (Lampost.co) — Kenaikan harga bahan baku tahu dan tempe kembali menekan para perajin di Lampung Selatan. Lonjakan harga kedelai impor, minyak goreng, bawang merah, hingga kayu bakar membuat pengusaha kecil kelimpungan menutupi biaya produksi yang terus membengkak.
Poin Penting:
-
Sedikitnya 30 perajin tahu-tempe terdampak di Lampung Selatan.
-
Pemerintah diminta mencarikan solusi bahan bakar alternatif.
-
Perlu memperkuat produksi kedelai untuk stabilitas harga.
Sejumlah pelaku usaha di Desa Purwodadi Dalam, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan, mengaku terpaksa mengurangi produksi karena harga bahan baku naik tajam sejak awal Oktober 2025. Kondisi ini memperburuk situasi pelaku usaha mikro yang bergantung pada penjualan harian.
Salah satu perajin, Rina Hayati, mengungkapkan lonjakan harga kedelai sangat memengaruhi kelangsungan usaha mereka. Harga kedelai impor kini menembus Rp10 ribu per kilogram, naik dari Rp9 ribu sebelumnya.
“Dampaknya terasa sekali. Omzet menurun karena bahan baku makin mahal, sedangkan harga jual tidak bisa naik terlalu tinggi,” kata Rina, Jumat, 17 Oktober 2025.
Selain kedelai, harga bawang merah juga melonjak dari Rp30 ribu menjadi Rp40 ribu per kilogram. Kenaikan harga minyak goreng curah mencapai Rp7 ribu per liter, sementara kayu bakar kini Rp1,8 juta per Colt Diesel, naik dari harga semula Rp1,2 juta.
“Kayu bakar paling terasa karena setiap hari kami butuh banyak untuk produksi. Sekarang biayanya dua kali lipat,” ujar Ruyono, perajin tahu tempe lainnya.
Ia juga menyebutkan sedikitnya ada 25 hingga 30 perajin di wilayahnya yang terdampak kenaikan harga bahan baku.
Menurut Ruyono, sebagian perajin memilih mengurangi jumlah produksi, sementara yang lain menghentikan produksi sementara karena tak sanggup menanggung biaya operasional.
“Kalau harga tidak turun, banyak yang akan berhenti total. Kami butuh solusi cepat dari pemerintah,” ujarnya.
Pemerintah Diminta Turun Tangan
Para perajin berharap pemerintah daerah maupun pusat dapat mencari solusi atas kenaikan bahan baku, terutama kayu bakar dan kedelai impor. Mereka menilai subsidi atau bantuan bahan bakar alternatif seperti gas industri dapat menjadi langkah darurat agar usaha kecil tetap bertahan.
Selain itu, pelaku usaha mendorong pemerintah memperkuat produksi kedelai lokal agar tidak terlalu bergantung pada impor. Kemandirian pangan dinilai menjadi kunci menstabilkan harga bahan pokok, khususnya bagi sektor pengolahan pangan rakyat seperti tahu dan tempe.
“Kalau bahan bakunya dari dalam negeri, harganya tidak akan mudah naik. Kami bisa lebih tenang memproduksi,” kata Rina.
Dampak Kenaikan Harga Bahan Baku
Sementara itu, kenaikan harga bahan baku ini berpotensi menimbulkan inflasi pangan daerah, karena tahu dan tempe merupakan makanan pokok masyarakat menengah bawah. Jika kondisi ini dibiarkan, harga jual di tingkat konsumen pun akan ikut naik dan menurunkan daya beli masyarakat.
Krisis bahan baku juga mengancam keberlangsungan ribuan tenaga kerja sektor kecil-menengah yang bergantung pada industri rumahan tahu dan tempe. Penurunan produksi otomatis menekan pendapatan harian pekerja, memperparah tekanan ekonomi rumah tangga.