Jakarta (Lampost.co)— Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2024 mencapai 425,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp6.627 triliun. Angka tersebut meningkat dari pada Juli 2024 yang sebesar 414,3 miliar dolar AS atau Rp6.459 triliun.
ULN ini tumbuh 7,3% secara tahunan (year on year/yoy). Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan kenaikan ULN tersebut juga pengaruh oleh melemahnya dolar AS terhadap sebagian besar mata uang global, termasuk rupiah.
” ULN Indonesia ini mencakup utang sektor publik. Baik dari pemerintah maupun bank sentral, serta sektor swasta,” ujarnya.
Pada Agustus 2024, ULN pemerintah tercatat sebesar US$200,4 miliar, tumbuh 4,6% yoy, lebih tinggi dari pertumbuhan 0,6% yoy pada Juli 2024. Peningkatan ini pemicunya oleh peningkatan investasi asing di Surat Berharga Negara (SBN) domestik.
Denny menjelaskan bahwa ULN pemakaiannya untuk mendukung pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas dalam APBN, guna menjaga pertumbuhan ekonomi.
“Sebagian besar ULN pemerintah mengalokasikan untuk sektor kesehatan dan kegiatan sosial (20,9%), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial (18,9%). Pendidikan (16,8%), konstruksi (13,6%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (9,3%),” ucapnya.
Denny juga menegaskan bahwa hampir seluruh ULN pemerintah berjangka panjang, yakni 99,9%. Untuk sektor swasta, ULN pada Agustus 2024 mencapai US$197,8 miliar, tumbuh 1,3% yoy.
Lebih tinggi dibandingkan Juli 2024 yang tumbuh 0,5% yoy. Pertumbuhan ini terutama dipicu oleh ULN perusahaan non-keuangan, yang tumbuh 1,6% yoy.
ULN swasta sebagian besar berasal dari industri pengolahan, jasa keuangan, pengadaan listrik dan gas, serta pertambangan, dengan kontribusi mencapai 79,3%.
Secara keseluruhan, struktur ULN Indonesia di nilai tetap sehat, dengan rasio ULN terhadap PDB berada di 31,0%. ULN juga mendominasi oleh utang jangka panjang, yang mencapai 84,3% dari total ULN.