Bandar Lampung (Lampost.co) — Warung Madura menjadi viral dalam beberapa hari terakhir. Toko kelontong itu menjajakan berbagai barang secara lengkap layaknya minimarket atau supermarket modern.
Bahkan, warung sederhana milik orang Madura asli itu mampu beroperasi selama 24 jam non-stop dengan harga yang lebih murah dari pasaran.
Konsep itu ternyata turut menginspirasi warga Bandar Lampung, meski masih jarang ditemukan. Meski pemiliknya bukan orang asli Madura, warung kelontong di Lampung memiliki konsep serupa.
BACA JUGA: Sebanyak 200 BUMDes di Lampung Mendaftar Jadi Warung Sehat
Hal itu terlihat dari penataan produk yang rapih, harga lebih terjangkau, dan waktu buka selama 24 jam. Hal tersebut menjadi perbedaan dari pada warung pada umumnya.
Penelusuran Lampost.co menemukan salah satu toko kelontong dengan konsep Warung Madura, yaitu di Jalan Komarudin, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.
Penjaga warung, Alfa, menjelaskan konsep warung 24 jam sangat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Namun, hal tersebut saat ini tengah menjadi polemik. Sebab, warung yang buka 24 jam menjadi pro kontra di tengah masyarakat dan pemerintah.
“Buka warung 24 jam ini karena ingin memenuhi kebutuhan orang-orang. Misalnya, malam-malam ada orang sakit bisa datang beli obat ke warung ini. Kalau di warung atau minimarket biasanya sudah tutup saat malam,” kata Alfa, kepada Lampost.co, Jumat, 3 Mei 2024.
Dia mengaku warung 24 jam itu memang terinspirasi dari Warung Madura karena selalu ramai dari pembeli. Sebab, warung 24 jam memang masyarakat butuhkan dan seharusnya tidak ada larangan.
“Warung itu masih buka ketika masyarakat membutuhkan kebutuhan yang urgent,” kata dia.
Selain itu, Warung Madura memang memiliki harga lebih murah dan barang yang tersedia cukup lengkap.
“Tak apa-apa untung sedikit yang penting laku banyak. Lalu, kalau pun ternyata barang yang pembeli cari itu belum ada, maka besoknya langsung kami adakan. Apalagi, belanja di warung tidak harus bayar parkir seperti di minimarket,” kata dia.
Sejatinya, Warung Madura saat ini mulai menyebar di berbagai daerah se Indonesia. Toko kelontong tersebut tentunya menyediakan berbagai kebutuhan pokok dan tidak pernah sepi pembeli ini.
Kehadiran Warung Madura itu ternyata turut menjadi pesaing bagi minimarket hingga dapat menggerus pendapatan toko-toko modern tersebut.
Pasalnya, warung Madura memiliki keunikan tersendiri, mulai dari namanya, strategi penjualan, hingga ciri khasnya. Toko kelontong itu disebut warung Madura karena penjualnya merupakan perantau asli orang Madura. Usaha itu ternyata telah berlangsung secara turun-temurun.
Toko yang menyediakan kebutuhan masyarakat sehari-hari itu memiliki strategi tersendiri dengan buka selama 24 jam. Sehingga, menjadi tujuan masyarakat dalam membeli kebutuhan meski di larut malam.
Tutup Jika Hari Kiamat
Warung Madura lainnya turut berada di Jalan Haji Komarudin Nomor 8, Rajabasa Raya, tepatnya di bawah fly over Rajabasa Bandar Lampung, yang melayani pelanggan hingga seharian penuh. “Buka 24 jam, tutup hari kiamat,” begitu tulisan yang terpampang di depan warung milik Aris Apriyanto.
Pria 30 tahun itu menjaga warung selama 24 jam bersama istri dan adiknya. Mereka secara bergantian berbagi jam untuk menjaga warung yang baru beroperasi pada Januari 2024 lalu.
“Kami harus kompak dan saling bergantian untuk jaga warung. Jadi, harus bisa mengatur waktu istirahat supaya sehat terus. Kalau siang istri yang jaga, saya istirahat. Nanti malam gantian, begitu seterusnya,” kata Aris.
Aris menceritakan ide membuka warung Madura bermula dari pengalamannya yang kerap kesulitan untuk berbelanja kebutuhan pada saat malam hari. Berangkat dari pengalaman itu mulai mencari-cari informasi mengenai usaha warung 24 jam di media sosial.
“Ketika mantap akhirnya saya putuskan untuk resign dari kerjaan sebagai pemasok alat-alat tulis. Baru sekitar lima hari yang lalu saya resign,” kata dia.
Untuk bisa tetap bersaing dengan warung retail dan modern yang semakin menjamur, dia menerapkan strategi dagang yang terbilang kompetitif. Sehingga, untuk tetap bisa bertahan warung madura 24 jam miliknya harus menyediakan kebutuhan masyarakat secara lengkap.
Selain itu, dari sisi pelayanan juga mengikuti perkembangan zaman dengan menerapkan pembayaran QRIS. Hal itu guna memudahkan masyarakat yang banyak beralih ke sistem pembayaran digital.
“Kemudian dari sisi harga pun berprinsip lebih baik punya margin sedikit tapi dengan kuantitas yang banyak. Artinya, enggak apa-apa ambil untung sedikit, tapi yang terjual banyak,” kata dia.
Berbagai kebutuhan yang tersedia itu mulai dari sembako, rokok, jajanan, hingga obat-obatan. Dia menyebut ada ratusan orang datang berbelanja di warung miliknya setiap harinya sehingga meraup omset sekitar Rp120 juta per bulan.
Nilai itu belum termasuk biaya sewa ruko dengan harga Rp10 juta per tahun. “Paling rame biasanya malam setelah Isya bisa sampai panjang antreannya. Jadi, saya jaganya biasanya dua orang,” kata dia.
Menurut dia, pengalaman untuk menjaga warung selama 24 jam tidak mudah. Sebab, ada risiko terjadi tindak kejahatan.
Untuk itu, dia mengaku harus benar-benar menjaga pola tidur guna menjaga kesehatannya sehingga tetap bisa berjaga malam. Apalagi, warungnya belum ada kamera pengawas (CCTV) sehingga membuatnya harus lebih berhati-hati dalam berjaga.
“Pernah saya sampai ketiduran karena enggak kuat menahan ngantuk. Tapi, syukurlah pelanggannya justru yang bangunin. Kalau, niatnya dari awal baik, InsyaAllah selalu terlindungi,” kata dia.
Aris sendiri mengaku bukan orang Madura. Ia justru bersuku Jawa dan istrinya asli orang Lampung. Namun, penyebutannya tetap warung Madura karena orang dari daerah tersebut memiliki karakteristik yang tidak pantang menyerah dan lebih ekstra dalam bekerja.
Bahkan, ia banyak menjalin komunikasi dengan warung-warung Madura melalui grup facebook sebagai tempat berbagi pengalaman menjalankan usaha. “Mereka bisa membentuk pola kekeluargaan lebih kuat. Jadi, bisa saling bergantian untuk menjalankan usaha sampai 24 jam,” ujar dia.
Barang dagangan yang lengkap dan pelayanan selama 24 itu tampaknya menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berbelanja di warung madura.
Salah satunya Alfarizi, yang kerap kesulitan mencari warung jika terbangun tengah malam untuk berbelanja. Kehadiran warung Madura sangat membantu mahasiswa yang tinggal di indekos bisa berbelanja dengan harga murah.
“Kadang-kadang kalau di rekening sisa Rp20 ribu enggak bisa tarik ATM. Tapi, saya bisa beli mie instan di warung Madura pakai QRIS. Jadi membantu banget lah,” ujar mahasiswa semester akhir itu.
Dukungan Pemda
Kemunculan warung Madura turut menjadi perhatian Pemerintah Daerah (Pemda) karena menambah geliat UMKM di Lampung. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Lampung mendukungnya lewat program inkubasi bisnis sebagai upaya strategis meningkatkan kualitas UMKM. Program itu berjalan melalui Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) di bawah Dinas Koperasi dan UKM Lampung.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Lampung, Samsurijal, menjelaskan program itu menghubungkan pelaku UMKM potensial. “Tujuannya agar UMKM mendapatkan dukungan dalam meningkatkan kualitas produk dan bisnis mereka,” kata Samsurijal.
Program itu memfasilitasi akses permodalan melalui perbankan dan kemitraan dengan ritel. “Kami mendukung UMKM agar siap memenuhi standar produksi dan pengelolaan usaha,” kata dia.
Senada, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung juga mendukung dengan memberikan pinjaman tanpa bunga untuk UMKM. Program tersebut guna membantu UMKM agar lebih maju.
Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, mengatakan program tersebut hadir untuk menambah modal dan membuat UMKM terus berkembang makin besar.
Dia berharap UMKM dapat mengurangi angka pengangguran di Bandar Lampung dengan memperkerjakan warga sekitar. “Bunga dari pinjaman itu pemerintah yang bayar. Kami yang subsidi,” kata Eva.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Bandar Lampung, Riana Apriana, mengatakan pinjaman tanpa bunga bagi pelaku usaha kecil itu masih minim peminat.
Program tersebut saat ini ada puluhan UMKM yang mengajukan pinjaman, tetapi hanya belasan pengajuan yang mendapatkan persetujuan bank yang bekerjasama dengan pemkot. “Kendalanya sampai dengan sekarang ada di BI checking,” kata Riana.
Sebab, UMKM binaan itu banyak yang mempunyai pinjaman di tempat lain. “Sehingga, pihak bank juga tidak bisa memberikan pinjaman karena itu sudah ketentuan,” kata dia.
Sejarah Warung Madura
Eksistensi toko tersebut berawal saat awal 1900-an terdapat banyak masyarakat Madura yang bermukim di Priok, sekitar pelabuhan Jakarta. Mereka berbisnis kayu Kalimantan dan berjualan bubur kacang hijau khas daerah asalnya.
Masyarakat Madura lebih gemar mencari rizki dari sebagai pelaut dan perantau ulung. Apalagi, warga tersebut mempunyai jiwa bisnis yang kuat sejak jaman penjajahan Belanda. Sebab, tanah di daerah asalnya sebagai wilayah tandus yang menyebabkan sektor pertanian kurang maju.
Sementara di Jakarta, mereka menjalani usaha yang tidak banyak orang minati, yaitu bisnis kayu dan barang bekas. Hal itu cukup membuat mereka sukses sebagai pedagang kayu pada 2000-an.
Usaha tersebut berkembang menjadi potongan kayu triplek dan meubel kecil-kecilan serta warung kacang hijau di sudut kota Jakarta.
Jiwa bisnis warga Madura akhirnya terus berkembang dan melebar kepada usaha toko kelontong. Bisnis itu menjual kebutuhan masyarakat sehari-hari secara lengkap, seperti kebutuhan pokok, makanan ringan, minuman dingin dan panas, obat-obatan, hingga bensin.
Baca Juga: Alasan Warung Madura Kian Menjamur di Lampung
Warung itu cukup ramai pembeli sehingga terus buka selama 24 jam. Sedangkan, untuk berjualan selama pagi, siang, dan malam, mereka pun mengajak keluarganya ke Jakarta untuk ikut menjaga toko kelontong itu.
Usaha keluarga itu ternyata terus berkembang hingga kini dan menjadi ancaman bagi supermarket dan minimarket. Warung Madura yang kian menjamur pun saat ini telah tersebar di berbagai kota selain Jakarta, seperti Jawa Barat, Surabaya, dan Lampung.
Jumlah warung tersebut saat ini di kawasan Jabodetabek terus bertambah setiap tahunnya. Hal itu membuktikan usaha tersebut memiliki potensi besar dan sangat menjanjikan.
Bahkan, toko kelontong ini sempat viral di media sosial karena pemiliknya dapat membangun rumah bernilai miliaran rupiah dari omzet usahanya itu.
Sementara, pengusaha ritel besar yang merasa tersaingi bisnis kelas UMKM mulai mengusung cara yang tidak sehat. Hal itu dengan menuntut agar warung Madura memiliki batasan jam operasional dengan tidak lagi buka 24 jam.
Ciri Khas Warung Madura
Warga asli Madura memiliki ciri khas tersendiri dalam mengelola usahanya dari pada toko kelontong lainnya. Salah satu kunci kesuksesannya dengan pemilihan lokasi yang strategis. Bahkan, toko itu juga kerap berdekatan dengan minimarket.
Sebab, UMKM itu tidak takut dengan adanya minimarket di sekitarnya karena justru berperan sebagai alternatif bagi pembeli yang malas berbelanja di minimarket. Susunan barang dagangannya juga sangat rapih layaknya minimarket dan jauh berbeda dari warung pada umumnya.
Apalagi, barang di warung itu cukup lengkap dan tersedia selama 24 jam. Bahkan, ada perumpamaan yang menyebut warung Madura baru tutup saat hari kiamat.
Dari segi pendapatan, toko kelontong milik orang asli Madura ternyata bisa mencapai belasan juta rupiah, tergantung lokasi dan keramaian konsumennya.
Selain omzet yang tinggi, usaha itu juga memiliki modal yang besar, yakni sekitar Rp200 juta. Nilai itu untuk sewa ruko, belanja barang dagangan dan perlengkapannya.
Selain itu, strategi bisnis mereka juga saling bekerja sama antar warung guna mendapatkan barang dagangan yang belum dijajakan.
Fakta Menarik Warung Madura
Selain hal tersebut, warung Madura juga memiliki berbagai fakta menariknya. Melansir dari berbagai sumber, berikut ini sejumlah fakta unit dari toko kelontong milik orang asli Madura.
1. Punya banyak karyawan
Warung tersebut mempekerjakan banyak karyawan. Hal itu menjadi ciri khas tersendiri dari pada warung konvensional yang justru tidak memiliki pegawai.
Karyawan itu tentunya sangat perlu karena waktu operasional warung yang selama 24 jam. Para karyawan itu bekerja secara bergantian shift dan dengan sistem gaji.
2. Karyawan cantik
Selain banyak, karyawan warung itu juga berupa perempuan berparas cantik. Hal itu juga umumnya menyesuaikan diri dari kondisi tempat toko.
3. Penjaga memakai sarung
Bagi karyawannya laki-laki kerap menggunakan sarung saat menjaga warung. Penampilan itu sudah biasa terlihat dari warga yang berbelanja.
4. Milik satu keluarga
Warung kelontong Madura umumnya milik satu keluarga terdiri dari suami dan istri. Sehingga, kepemilikannya secara pribadi dan bukan sistem waralaba atau sejenisnya.
5. Harga lebih murah
Warung ini juga menjajakan berbagai kebutuhan sehari-hari dengan harga yang lebih murah dari toko kelontong pada umumnya, termasuk minimarket. (PKL)