
TIDAK ada yang menyangka di tengah pandemi Covid-19, virus mematikan itu mengajarkan umat manusia dengan kehidupan baru. Menjelang bahkan puncak Hari Raya Idul Fitri sangat terasa dan berbeda dengan Lebaran tahun lalu. Mendekati Lebaran terasa pengapnya arus mudik. Terjadi kemacetan dan antrean panjang di jalan. Pemandangan itu tidak terlihat tahun ini.
Suasana itu hilang seketika. Ini hanya gara-gara mewabahnya virus corona. Tidak ada lagi buka bareng, berkumpul bersama sanak saudara, juga rekan sekerja. Semua dilakukan virtual. Salat idulfitri pun dilakukan di rumah, tidak lagi berkumpul di lapangan dan masjid. Niatnya untuk memutus rantai penyebaran virus corona.
“Pak, izin duluan ya. Saya harus persiapan menjadi imam dan khotib salat idul fitri,” kata temanku bernama Agus (60) yang pamit undur diri dari ruang rapat membahas pembagian zakat fitrah, sehari menjelang Lebaran. Peristiwa itu sangat mendasar terjadi dalam sejarah panjang perayaan Idulfitri. Hampir semua kepala keluarga juga anak menjadi imam dan khotib id.
Manusia makin sadar bukan dilarang salat di masjid dan di tanah lapang. Melainkan tidak boleh berkumpul di tengah pandemi Covid-19. Rakyat kian terbuka mata akan menjaga kesehatan seperti rajin mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir, atau menggunakan hand sanitizer.
Kebiasaan baru yang lain akibat corona adalah memakai masker jika keluar rumah, menjaga jarak dengan orang lain, menghindari kontak fisik seperti bersalaman atau cipika-cipiki bertemu teman dan sanak keluarga. Memakai sarung tangan saat berkendaraan umum, mengganti pakaian atau mandi ketika tiba di rumah dari kantor atau usai berkumpul dari ruang publik.
Sejak kasus pasien positif Covid-19 pertama diumumkan di negeri ini pada 2 Maret 2020, dan di Lampung sendiri pada 18 Maret 2020, seluruh ruang publik diawasi dengan menerapkan protokol kesehatan. Tempat publik seperti mal, pasar, rumah sakit, kantor, stasiun, bandara, terminal, dan restoran harus menyediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer.
Hebatnya lagi, setiap pengunjung atau penghuni yang memasuki gedung perkantoran, rumah harus melalui screening suhu tubuh, tidak jarang yang harus disemprot disinfektan. Rumah makan–atau makan siap saji tidak menerima makan di tempat. Pengelola memberikan fasilitas pesan antar makanan ke tempat guna menghindari kerumunan. Inilah era baru!
Akibat pandemi Covid-19 ini juga, puluhan bahkan ratusan tenaga medis menjadi terpapar karena ketulusan hati melayani pasien. Sekarang, mereka harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap setiap bersentuhan dengan pasiennya. Anak-anak bangsa harus mengubah perilaku sehari-hari hanya untuk hidup sehat.
Pada hari Jumat (8/5) lalu, Presiden Joko Widodo secara terang benderang menyiasati kehidupan di tengah pandemi corona. Apa kata Kepala Negara? “Jangan kita menyerah, hidup berdamai itu untuk penyesuaian baru dalam kehidupan. Ke sananya disebut the new normal tatanan kehidupan baru.”
Kalimat itu penuh makna yang mendalam untuk negeri kaya raya seperti Indonesia. Tapi rakyatnya hidup pas-pasan. Jutaan warga memilih pulang kampung akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaannya tidak mampu lagi menggaji karyawan. Ini kejamnya wabah corona!
***
Driven Innovation Laboratory merilis data bahwa pandemi Covid-19 negeri ini, tercatat 99% akan hilang dari Indonesia pada 21 Juni 2020. Beresnya virus itu diprediksi pada 29 Agustus 2020, jika rakyatnya disiplin menerapkan protokol kesehatan. Artinya, pada pertengahan tahun ini, masyarakat kembali merasakan hidup normal walaupun belum 100%.
Menteri Negara BUMN Erick Thohir saja memprediksi pelaksanaan new normal (normal baru) membutuhkan proses pelaksanaan hingga lima bulan ke depan. Lamanya waktu itu karena rakyat harus beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk mencegah penularan virus mematikan tersebut.
Dengan semangat kebangkitan nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei, jadikanlah pemacu semangat bangsa yang berjiwa kebersamaan dan kerukunan untuk bangkit dan optimistis bahwa Indonesia bisa mengatasi krisis dan berdamai dengan virus corona atau Covid-19.
Itu sangat penting untuk saling menjaga diri, keluarga serta mengingatkan agar patuh dengan norma-norma hidup baru yang digaungkan Presiden Jokowi. Ingatlah! Berdamai bukan berarti bangsa ini menyerah dan pasrah. Melainkan beradaptasi untuk bertahan hidup, bangkit, dan menang.
Bangsa ini patut mengingatkan kembali bahwa Indonesia pernah dijajah lama oleh Eropa. Bangkitnya negeri ini ditandai dengan lahirnya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 serta Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Virus corona atau Covid-19 yang merebak ini adalah bentuk baru dari penjajahan di era perang senjata biologis antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
Semua negara di dunia termasuk Indonesia sangat merasakan dan lelahnya diserang wabah corona. Negeri ini harus memerdekakan diri dari kejamnya penjajahan senjata biologis itu tadi. Jangan dilawan! Tapi harus berdamai dengan membentuk tatanan kehidupan baru yang disebut the new normal.
Apa yang harus dilakukan memasuki kehidupan baru itu? Paling tidak ada tiga bekal yang harus dipegang teguh oleh anak-anak bangsa kalau ingin tetap bertahan, dan menang dalam peperangan tersebut. Tiga bekal yang dimiliki rakyat hidup sudah beragam di Indonesia, antara lain modal sosial, spirit kemandirian, serta inovasi.
Selama pandemi Covid-19, Indonesia memperkuat rasa nasionalisme. Yang kaya membantu yang miskin karena terpapar wabah. Keinginan yang kuat untuk melepaskan ketergantungan luar negeri, serta impitan wabah itu juga membentuk anak bangsa yang cerdas menemukan hal yang baru.
Inilah bekal dan modal menuju tatanan kehidupan negeri baru. Hidup optimisme dengan karya nyata–yang menginspirasi kebangkitan bangsa dari keterpurukan akibat pandemi corona. Wabah yang mendera tiga bulan itu, sudah meluluhlantakkan perekonomian bangsa harus berakhir. Bangsa ini tidak perlu putus asa. Bangkit kembali dengan hidup norma baru. ***