LAMPUNG bisa menjadi lokomotif pertanian dan benteng ketahanan pangan nasional di tengah pandemi Covid-19. Provinsi ini memiliki hampir semua syarat untuk menjadi kawasan sentra pangan.
Badan Pusat Statistik Lampung mencatat luas lahan baku sawah di Lampung pada 2019 mencapai 361.699 hektare dari total nasional 7.463.948 ha. Lampung menempati urutan keenam lahan sawah terluas setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan. Sementara, luas panen padi mencapai 464 ribu ha dengan tingkat produksi 2,16 juta ton gabah kering giling.
Lampung juga memiliki Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sebagai daerah tangkapan air. TNBBS ini menjadi kawasan hulu sejumlah sungai besar yang mengalir ke lima kabupaten.
Potensi itulah yang menjadi perhatian Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat berkunjung ke Lampung Jumat pekan lalu. Ia menaruh harapan besar Lampung bisa mengembangkan food estate—klaster wilayah pertanian. Selain padi sebagai produk pangan, petani bisa juga bisa mengembangkan komoditas hortikultura dan peternakan.
Syahrul juga ingin inovasi pascapanen yang mumpuni, yakni sekali petani atau peternak memanen, produk bisa langsung dikemas untuk dikirim ke provinsi lain, seperti DKI Jakarta.
Semua potensi pertanian tersebut sebagian besar bisa dikelola produktif dengan melibatkan petani dan pemerintah daerah. Meskipun demikian, harus jujur diakui masih ada sejumlah persoalan lain yang menjadi kendala pembangunan pertanian.
Optimisme dan semangat petani sering tidak didukung infrastruktur pertanian yang memadai. Hal itu ditandai dari masih banyaknya kerusakan jalan dan jembatan di daerah basis produksi. Dampak kerusakan infrastruktur tersebut jelas menambah ongkos distribusi saat petani membawa berbagai sarana produksi maupun ketika hendak mengangkut panen.
Banjir juga menjadi ancaman serius petani di musim hujan. Di Lampung Selatan dan Lampung Timur, banjir menjadi bencana rutin yang menenggelamkan ribuan hektare sawah. Kisah gagal panen selalu berulang saat musim hujan. Penyebab utama banjir adalah sistem irigasi yang tidak berfungsi serta luapan air sungai.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan memperbaiki saluran irigasi dan pembuatan talut sungai. Jika saat kemarau tanaman padi masih bisa diselamatkan dengan menarik air dari sumur bor, tetapi saat sawah terendam banjir tidak ada lagi yang bisa diselamatkan.
Semua kendala produksi pertanian itu hendaknya menjadi prioritas bersama seluruh pemangku kepentingan. Kerja sama pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diperlukan, termasuk dari aspek permodalan. Dengan demikian, Lampung bisa menjadi benteng pangan nasional dengan prioritas kesejahteraan petani.