TRIYADI ISWORO
TIGA jenis bantuan sosial (bansos) tetap berlanjut pada 2021. Tiga jenis bansos yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai/BPNT (kartu sembako), dan Bantuan Sosial Tunai (BST). Khusus bansos sembako mekanismenya belum ada kepastian pemberian apakah dalam bentuk barang atau tunai.
“Tahun 2021 ada tiga bansos yang teralokasi, tetapi untuk bansos lain termasuk sembako, belum ada arahan lebih lanjut,” sebut Kepala Biro Humas Kementerian Sosial Wiwit Widiansyah, beberapa hari lalu.
Usulan agar bantuan sosial dalam bentuk uang tunai menguat, setelah mencuatnya kasus bansos covid-19 Jabodetabek senilai Rp17 miliar yang menjerat Menteri Sosial Juliari P Batubara dan empat tersangka lainnya. Dugaannya Juliari menerima Rp17 miliar dari dua tahap pengadaan bansos Jabodetabek itu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Juliari mengutip Rp10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp300 ribu.
Uang senilai Rp8,2 miliar terkait dengan penyaluran bansos periode pertama dan Rp8,8 miliar pada penyaluran tahap dua. Berbeda dengan pemerintah pusat yang belum bersikap soal pemberian bansos barang atau tunai, DPRD DKI Jakarta sudah lebih dulu memutuskan mengubah skema bansos covid-19 dari barang menjadi tunai sebesar Rp250 ribu per KK. “Iya, per Januari (2021),” ujar Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono beberapa hari lalu.
Pemutakhiran
Pemutakhiran awal pencairan bansos covid-19 se-Jabodetabek, buruh lepas bernama Arief, 30, warga Tebet, Jakarta Selatan, mengaku heran sebab ia cuma sekali mendapat bansos. Arief mengaku lebih senang bantuan dalam bentuk barang. “Kalau uang langsung habis enggak jelas, sedangkan sembako terutama beras yang 25 kilogram itu bisa bertahan sampe akhir bulan. Ya cuma karena ada korupsi gini semoga pengawasannya lebih ketat, diperbaiki dari datanya dulu. Jangan sampai ada yang berhak malah tidak dapat,” cetus Arief kepada Media Indonesia.
Sebelumnya, KPK menyatakan persoalan utama dalam penyelenggaraan bansos ialah akurasi data penerima bansos. Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding mengungkapkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang jadi acuan dalam penyaluran bansos, tidak padan dengan data kependudukan (NIK). Selain itu, KPK juga menemukan data pada dua dirjen di Kemensos berbeda. Selain persoalan pendataan, menurut Ipi, potensi kerawanan lainnya dalam penyelenggaraan bansos juga terjadi dalam belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasannya. Itu seperti yang terjadi dalam kasus Juliari P Batubara.
Untuk memperbaiki akurasi data penerima bansos, Sekjen Kemensos Hartono Laras mengatakan pihaknya telah menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mewujudkan pemutakhiran DTKS 2021. “Tahun depan, Kementerian Sosial akan meningkatkan cakupan data penerima bantuan sosial di DTKS dari 40% menjadi 60% penduduk Indonesia dengan tingkat kesejahteraan sosial terendah,” katanya dalam rilis resmi. Untuk penyempurnaan kualitas DTKS itu, Komisi VIII DPR RI telah menyetujui anggaran Rp1,27 triliun.
Ganti Mensos
Di sisi lain, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) berpeluang menggantikan Juliari P Batubara sebagai Menteri Sosial RI. Hal ini mengingat Juliari yang terseret kasus korupsi bansos Covid-19 juga merupakan kader PDIP. Risma juga diketahui akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya dalam waktu dekat sehingga mempunyai peluang besar untuk ditarik ke Jakarta untuk mengisi salah satu pos kementerian di Kabinet Indonesia Maju. Menanggapi isu tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi NasDem, Nurhadi mengatakan penunjukan dan pengangkat Menteri merupakan Keputusan dan Hak Prerogatif Presiden sehingga tentu kita menyambut baik agar Kemensos segera punya Nahkoda Baru, siapapun itu. “Bu Risma atau siapapun asal berintegritas, sangat mencintai masyarakat dan sangat anti korupsi,” kata Nurhadi, Jumat, 11 Desember 2020.
Sebagai Anggota DPR, apalagi di Komisi VIII sebagai mitra Kemensos, Ia pu berharap, pengganti Juliari memiliki komitmen tinggi terhadap kepentingan rakyat. “Kemensos ini kan kementerian yang fokus pada program-program rakyat. Jadi tentu harus punya komitmen mengurus rakyat,” kata Nurhadi.
Ia pun mengungkapkan, posisi Menteri Sosial saat ini penting untuk segera diisi, pasalnya kondisi Indonesia saat ini sedang dalam masa Pandemi Covid 19 sehingga dibutuhkan kerja ekstra dan profesional untuk mengurus dampak dari pandemi ini yang berimbas pada rakyat. Agar Menteri Sosial yang baru tidak terpancing untuk melakukan korupsi seperti Menteri sebelumnya, Nurhadi mengusulkan untuk melakukan mitigasi atau pencegahan korupsi yang terus harus berjalan dan mengganti model bantuan sosial berbentuk barang maupun jasa. “Pola bansos melalui proses pengadaan barang dan jasa atau pengadaan sembako harus dihapuskan. Ganti dengan model bantuan langsung tunai (BLT) atau batuan sosial tunai (BST), sehingga ruang untuk korupsi makin sempit,” pungkasnya.(MI)