BERTAPA menjadi salah satu metode mencari kesaktian di kalangan pendekar dalam cerita-cerita kepahlawanan di daratan Asia. Selama waktu tertentu para pendekar menepikan diri di suatu tempat sembari mengolah jiwa dan raganya agar kesaktiannya bertambah.
Misalnya seperti cerita Pendekar 212 Wiro Sableng karya Bastian Tito.
Dalam buku bertajuk Insan tanpa Wajah diceritakan pendekar hitam tapa semadi sampai 305 hari atau 10 bulan. Namanya Pendekar Cakra Mentari bertapa di atas pohon bunga tanjung dengan satu tujuan mengalahkan lakon utama buku Pendekar Naga Geni 212 Wiro Sableng.
Dan benar saja, pendekar bersenjata kapak bertuliskan angka 212 itu dapat dikalahkannya setelah tapa yang hanya mengonsumsi bunga tanjung sekuntum per hari. Meski kemudian di akhir cerita tetap saja Pendekar Wiro Sableng yang juga telah melaksanakan tapa untuk mengalahkan Pendekar Cakra Mentari pernah mengalahkannya dengan jurus Kembang Tanjung.
Di kalangan spiritual juga dikenal dengan ritual tapa. Para spiritualist juga melakukan tapa dengan mengasingkan diri dari keramaian dunia. Mereka menahan hawa nafsu dunia, yakni makan, minum, tidur, dan berahi untuk mencari ketenangan batin.
Dalam kesendirian itu, mereka juga mengintrospeksi diri dari beragam jalan hidup yang mereka lalui. Mereka bermuhasabah alias introspeksi diri sekaligus mencari solusi agar jalan hidupnya dapat dijalani dengan mencapai bahagia. Saat mereka selesai pun mendapatkan beragam ilmu yang bermanfaat untuk dirinya, bahkan juga bisa digunakan untuk kebaikan orang lain.
Ada tiga bentuk muhasabah diri dalam Islam, seperti yang tercantum dalam QS Al-Hasyr:18 dari keterangan waktunya. Waktu sekarang, dengan memperhatikan dan meneliti kondisi saat ini. Setiap mukmin menyadari bahwa kesempatan adalah karunia terbesar yang harus disyukuri dengan berbuat yang terbaik agar dapat membangun jejak-jejak kehidupan dan menjadi warisan terbaik di hadapan Allah swt.
Kemudian, waktu yang telah lalu, yaitu merujuk pada segala hal yang telah diperbuat pada masa lalu sebagai nasihat dan pelajaran terbaik. Terakhir di masa depan, di mana semua itu dilakukan agar kita tidak mengulangi kesalahan. Selain itu, proses introspeksi dilakukan agar kita dapat melakukan hal-hal yang lebih baik pada masa yang akan datang, guna menghadirkan kebaikan dan kemanfaatan bagi umat manusia.
Ada satu lagi istilah tapa yang sering disebutkan orang yakni menjalani hukuman penjara sebagai ganjaran yang diterima dari perbuatannya itu. Dalam hukuman di penjara itu, dia akan terasing dari dunia sosial. Sehingga diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan diri agar saat keluar tidak lagi melakukan hal yang sama.
Ketiga pengertian tapa ini dijelaskan dalam https://kbbi.web.id/ dan menjadi pengertian yang mahfum oleh masyarakat. Terutama tapa dalam konotasi dipenjara bagi para pelaku tindak pidana.
***
Untuk istilah bertapa karena hukuman dimulai saat seseorang ditetapkan sebagai tersangka atas sebuah kasus kejahatan alias pidana. Dalam hal penahanan, menurut Pasal 7 Ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik pembantu (dalam hal ini kepolisian) karena kewajibannya memiliki wewenang melakukan penahanan.
Penahanan itu sendiri dibagi-bagi berdasarkan kepentingannya. Pasal 20 KUHAP membagi penahanan itu menjadi tiga, yakni untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan. Kemudian untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. Selanjutnya untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Dalam Pasal 24 KUHAP sampai dengan Pasal 29 KUHAP, waktu penahanan ditentukan di tingkat penyidikan maksimal penahanan 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari. Kemudian masa penuntutan maksimal ditahan 20 hari dan dapat diperpanjang 30 hari. Sementara di masa sidang ditahan maksimal 30 hari dan dapat diperpanjang 60 hari.
Dalam kasus polisi tembak polisi, mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdi Sambo sebagai tersangka sudah ditahan sejak 9 Agustus 2022 sejak ditetapkan tersangka. Berarti pada 8 Oktober nanti sudah berjalan selama 60 hari, dan berarti habis masa penahanan selama penyidikan berlangsung.
Perwira tinggi polisi yang menjadi tersangka pembunuhan berencana anak buahnya almarhum Brigadir Joshua itu dapat bebas melenggang. Kecuali jika kejaksaan menyatakan sudah melakukan penuntutan dalam kasus itu. Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengatakan Sambo berpeluang lepas demi hukum dari tahanan, meskipun perkaranya tetap berjalan. Sebab, hingga kini, berkas perkara kasus itu belum dinyatakan lengkap atau P21 oleh kejaksaan.
***
Dari sini akan terlihat bagaimana kesaktian Sambo selama tapa di tahanan Mako Brimob. Apakah dapat bebas dari tahanan, meski kasusnya tetap diproses secara hukum. Sebab, kesaktian ini juga diprediksi akan memberi dampak pada kelanjutan kasus dengan modal jiwa korsa terhadap orang-orang dekatnya di institusi penegakan hukum.
Kesaktian Sambo makin terlihat. Setelah “pendekar” Kamarudin Simanjuntak sebagai kuasa hukum keluarga korbannya sudah menyatakan menyerah. Bukan tanpa alasan, menyerahnya Kamarudin itu menyusul pihak keluarga Joshua terpaksa menyerah karena kasus tidak selesai juga.
Kesaktian Sambo ini tidak serta-merta menjadi kebanggaan dunia kepolisian. Sebab, bukan prestasi ataupun undercover buy alias penyamaran mengungkap, justru sebagai objek sebuah kasus yang jadi sorotan semua pihak. Sebagai perwira tinggi dan komandan polisinya polisi, dia menjadi cap buruk kepolisian dalam bekerja.
Kini tinggal Polri, khususnya Badan Reskrim, Dirtipiddum, hingga Timsus Polri harus lebih sakti dari segala pendekar yang bermain dalam kasus ini. Tentunya dengan prosedur yang jelas, akan menghasilkan pengungkapan dan kesimpulan hukum yang jelas. Kemudian kejaksaan yang melanjutkan kasus untuk menuntutnya dapat bekerja. Hingga sampai ke persidangan tanpa harus khawatir ada jurus-jurus di luar aturan saat Sambo melenggang karena batas penahanan selesai. *