TUJUAN peringatan Hari Pahlawan adalah untuk menghormati dan mengenang jasa orang-orang yang telah mengorbankan jiwa dan raganya bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Puncaknya pada 10 November 1945 saat terjadi perlawanan terhadap penjajah di Kota Surabaya. Dua belas tahun kemudian Presiden RI Soekarno menyatakan tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan yang diperingati setiap tahun.
Pada masa revolusi, ribuan pahlawan di berbagai daerah menghadapi penjajah tanpa rasa takut. Mereka berasal dari latar belakang dan profesi yang berbeda, baik dari militer maupun sipil. termasuk santri dan kiai.
Pertempuran-pertempuran menghadapi penjajah di masa revolusi tidak hanya terjadi di Surabaya, tetapi juga di wilayah Sumatera, termasuk Lampung, yang menjadi incaran Agresi Militer Belanda I. Masa revolusi tidak mudah bagi Indonesia karena harus menghadapi Agresi Militer. Agresi tersebut mengharuskan bangsa Indonesia beraksi terhadap Belanda.
Guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia, masyarakat Lampung membentuk badan keamanan atau organisasi-organisasi Islam, seperti Laskar Hizbullah, Laskar Fisabilillah, Barisan Pelopor dan Laskar Rakyat, dan Angkatan Pemuda Indonesia. Laskar Hizbullah dan Fisabilillah diorganisasi oleh Partai Masyumi, karena pada mulanya partai ini lebih sebagai payung organisasi Islam sehingga keduanya berfungsi sebagai cabang Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Menurut Deliar Noer (2000), bahwa Laskar Hizbullah merupakan organisasi pemuda Islam yang didukung oleh Jepang dan memperoleh latihan militer, serta mendapat persenjataan yang kelak berguna dalam revolusi. Anggota Hizbullah saat itu mencapai hingga 50 ribu orang di bawah Partai Masyumi.
Laskar Hizbullah dibentuk di Pringsewu, Metro, Tanjungkarang, serta Telukbetung. Namun, badan pertahanan dan laskar-laskar tersebut berpusat di Telukbetung. Laskar Hizbullah berjuang atas perintah agama dan nasionalisme. Banyak tokoh-tokoh Islam yang terlibat di dalamnya.
Wan Abdurachman selaku ketua PSII Lampung, sebuah partai terbesar di Lampung saat itu. Ia menggerakkan pemuda Islam Telukbetung untuk mempertahankan NKRI dengan membentuk Laskar Hizbullah di Telukbetung dan menunjuk A. Rauf Ali (wakil ketua PSII Lampung) sebagai ketua Laskar Hizbullah (Rauf Ali dkk, 1993). Kemudian dibentuk Laskar Fisabilillah dibawah pimpinan H. Harun.
Alamsjah Ratu Perwiranegara mencatat bahwa Wan Abdurachman adalah ketua KNID Lampung pertama pada tahun 1945. Ketika Agresi Militer Belanda II (Desembar 1948), ia masih menjabat ketua KNID sekaligus wakil ketua Pertahanan Daerah.
Pahlawan Islam berikutnya adalah KH. Ahmad Hanafiah. Ia dikenal sebagai ulama dan pejuang kemerdekaan (sekarang Pahlawan Nasional) yang berasal dari Lampung Timur, tepatnya di Sukadana.
Hanafiah merupakan tokoh utama laskar Hizbullah di Lampung Tengah. Selain pendakwah, ia juga ketua Partai Masyumi cabang Sukadana. Pada tahun 1947 ia mendapat tugas dari Karesidenan Lampung sebagai wakil kepala kantor dan sekaligus kepala bagian Islam di Jawatan Agama Karesidenan Lampung (Hamid, 2024).
Hanafiah berjuang melawan musuh bersama pasukan laskar dari Lampung sebanyak 400 orang dengan harapan bisa merayakan Idulfitri di Baturaja pada 17 Agustus 1947. Sayangnya, ia syahid dalam perang di Kemalak Baturaja pada 16 Agustus.
Pahlawan ketiga adalah KH. Gholib. Ketika kedatangan kembali Belanda ke Indonesia, Lampung juga menjadi sasarannya. Pada Agresi Militer II pada tahun 1949, Lampung didatangi Belanda melalui Pelabuhan Panjang pada 1 Januari 1949 dengan menguasai langsung daerah Kalianda dan Tanjung Karang. Para petinggi Karesidan Lampung bersembunyi menyusun strategi untuk merebut wilayah yang dikuasai Belanda. Beberapa pejabat militer menunggu di kompleks KH. Gholib di Pringsewu.
Gholib dikenal sebagai ulama yang berjiwa nasionalisme tinggi. Ia tergerak ikut membela dan mempertahankan kemerdekaan. Ia mendapat pelatihan militer dari tentara Jepang. Ia mampu menghidupkan semangat para TRI untuk mengusir penjajah. Meski hanya bermodal senjata sederhana, tetapi punya keberanian membara.
Pasukan KH. Gholib bergabung dengan Garuda Merah yang dipimpin Kapten Alamsyah, yang terdiri atas pasukan Letnan I Abdulhak, Kapten Ismail Husin, Letnan I Alamsyah, Pasukan ALRI dan CPM beserta Letnan I Suratno. Dengan pendirian 6 pos pasukan di Gadingrejo untuk persiapan serangan terhadap Belanda dan usaha merebut kembali Gedongtataan. Serangan terjadi pada malam hari 15 Januari 1949 di Gedongtataan (DHD, 1994).
Pasukan tentara dan laskar Hizbullah dipimpin KH. Gholib berhasil merebut Gedongtataan. Namun, esok harinya, 16 Januari 1949, Belanda melakukan serangan balasan disertai serangan pesawat udara. Akibatnya, Belanda kembali menduduki Gedongtataan dan membuat pasukan mundur ke Pringsewu.
Setelah mengetahui tempat persembunyian, Belanda menuju Pringsewu. Namun, mereka mendapat perlawanan dari Laskar Hizbullah dan KH. Gholib menghancurkan Jembatan Bulukarto untuk mencegah Belanda tiba di Pringsewu.
Sosok KH. Gholib yang pemberani membuat Belanda berusaha menangkapnya. Situasi yang tidak aman membuat KH. Gholib dan pasukannya menyeberang di Way Sekampung untuk bersembunyi, berpindah-pindah, lalu menetap di Desa Sinarbaru. Gholib kemudian dibawa pulang karena sakit. Mendengar berita itu, Belanda memanggilnya untuk berunding. Namun, Belanda justru menahannya 15 hari dan merencakan pembunuhan dengan motif memberikan kebebasan. Setelah sehat, KH. Gholib diperintahkan pulang, tetapi ia ditembak dari jarak sekitar 10 meter. Gereja Katolik menjadi tempat KH. Gholib menghadapi Belanda.
Dengan banyaknya tokoh dan pemuda Islam Lampung berperan praktis dalam mempertahankan kemerdekaan di masa revolusi menunjukkan bahwa Islam menjadi satu kekuatan para mujahid Lampung menghadapi musuh. Tentunya dilandasi oleh nasionalisme Islam dalam jiwa mereka. Selamat Hari Pahlawan, jaya selalu Indonesia raya. *