SELAMA tahun 2024 ini partai politik dan aktivis politik disibukkan dengan berbagai jenis pemilu yang menjadi mandat demokrasi, yakni penentuan jabatan-jabatan publik, baik pemilu presiden, DPR/DPRD, dan kepala daerah dilakukan dengan instrumen pemungutan suara, dan sudah kita lihat hasilnya secara bersama-sama.
Semua daerah sudah menyelesaikan proses dan menuju pengumuman pemenang pilkada yang pemungutan dilakukan pada 27 November 2024 oleh KPU masing-masing daerah, termasuk Provinsi Lampung yang menyelenggarakan pemilihan gubernur dan pemilihan bupati/wali kota dengan hasil yang yang cukup menarik dan menjadi dinamika politik baru bagi daerah Lampung.
Salah satu yang membuat publik kaget adalah putusan Mahkamah Konstitusi No. 60/PUU-XXII/ tahun 2024 yang diputuskan tanggal 20 Agustus 2024, seminggu menjelang pendaftaran calon kepala daerah ke KPU yang isinya menurunkan ambang batas suara partai yang dalam mencalonkan kepala daerah.
Pada UU No. 10 Tahun Tahun 2016 tentang Pilkada ditentukan syarat pencalonan oleh partai dapat dilakukan apabila memenuh syarat 25% suara sah partai atau gabungan partai dan atau 20% kursi partai atau gabungan partai di parlemen. Ketentuan ini dianggap oleh MK bertentangan dengan konstitusi karena dengan demikian banyak suara partai yang tidak digunakan, terutama partai yang tidak masuk parlemen. MK kemudian mengubah ketentuan syarat menjadi sebagai berikut dengan model dasar penghitungan dari suara sah partai di daerah (Konstitusi, 2024).
Melihat perolehan umum pemilu nasional pada tahun 2024, jika memakai aturan yang lama, tidak ada partai yang dapat mengusung sendiri karena perolehan suara partai semua di bawah 25% dan di bawah 20 kursi di parlemen. Ada beberapa daerah yang mencapai 25% suara partai atau 20 kursi, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi.
Tidak ada satu partai pun dapat mengusung sendiri calon kepala daerah dan harus melakukan aliansi atau kerja sama dengan partai lain, dengan putusan MK yang menurunkan ambang batas menjadi peluang partai untuk dapat mengajukan sendiri calonnya.
Di Provinsi Lampung sendiri Pemilu 2024 menghasilkan perolehan suara partai yang relatif menyebar dengan jumlah suara sah 4.661.364 suara dengan rincian, yakni Partai Gerinda 865. 320 suara (18,5%), PDI Perjuangan 787.468 suara (16,8%), Partai Golkar 621.293 suara (13,3%), PKB 532.522 suara (11,4%), Nasdem 455.094 suara (9,7%), PAN 401.102 suara (8,6%), PKS 365.462 suara (7,8%), Demokrat 342.076 suara (7,3%) (KPU, 2024).
Jumlah suara ini adalah partai-partai yang lolos electoral threshold di parlemen, suara yang masuk partai yang tidak lolos parlemen juga memiliki suara yang cukup signifikan. Hasil pemilu 2024, khususnya di Lampung, dengan jumlah penduduk 6 juta—12 juta jiwa, berdasarkan putusan MK ambang batas suara partai yang berlaku adalah 7,5% suara partai. Dengan demikian, jika menggunakan model ini setidaknya ada tujuh partai yang dapat mengusung calonnya sendiri, yang tidak bisa Partai Demokrat, tetapi jika digabung dengan partai nonkursi perlemen bisa ikut mengajukan calon.
Dalam Pilkada Lampung 2024, karena adanya aliansi besar yang merupakan desain nasional, akhirnya partai-partai sebagian besar bergabung dalam aliansi besar tersebut yang lebih dikenal dengan aliansi KIM-Plus dengan hampir 76% suara, dan calon yang diusung PDI Perjuangan dengan 16,8% suara.
Walaupun pada akhirnya koalisi besar yang menang, identitas partai dengan aliansi besar menjadi tidak tampak dan melebur dalam kepentingan politik bersama. Dengan demikian, apakah putusan MK yang menurunkan ambang batas pencalonan dapat memberikan rangsangan partai-partai pada pilkada yang akan datang dan menyusun desain menghadapi pilkada dengan mengusung calon sendiri yang diproyesikan sebelumnya.
Penguatan Partai
Banyak laporan yang memberikan informasi bahwa sejak pandemi, Indonesia mengalami kemunduran demokrasi, salah satunya adalah karena mulai terasa dominasi militer, terjadi segregasi sosial di masyarakat, tumbuhnya dinasti politik yang semuanya menggerogoti demokrasi yang sehat. Salah satu pilihan yang paling mungkin dilakukan adalah mendorong partai politik menjadi kuat dengan pelembagaan yang stabil.
Partai politik sebagai pembentuk kekuasaan suatu negara semestinya mempunyai model pelembagaan yang kuat karena jika partai lemah maka partisipasi politik publik tidak terkanalisasi dan dapat menyebabkan situasi yang penuh kekacauan. Partai politik adalah instrumen demokrasi yang bertugas melakukan transformasi perubahan masyarakat.
Partai politik secara kelembagaan harus menguatkan posisinya dengan memenuhi syarat-syarat, antara lain Pertama, partai yang kuat dari sisi organisasi dan struktur, karena partai politik memiliki fungsi mengorganisasi partisipasi dan menjadi penghubung antara kekuatan sosial dan pemerintah, maka partai politik secara organisatoris harus memiliki struktur yang jelas dan mampu mengelola berbagai kepentingan kelompok sosial. Partai politik yang teroganisasi mencangkup adanya hierarki, prosedur dan mekanisme pengambilan keputusan.
Kedua, partai politik juga membantu menciptakan stabilitas politik dan legitimasi politik dengan mengurangi disorganisasi masyarakat dan tindakan korupsi yang cenderung terjadi di masyarakat yang tidak memiliki struktur yang kuat. Ketiga, partai politik sebagai prasyarat negara modern harus mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses politik sebagai bagian kontrol masyarakat (Huntington & Fukuyama, 2006). Agenda-agenda dasar penguatan partai ini bisa menjadi modal menilai apakah partai sudah mempunya fondasi yang kuat atau belum sebelum berkontestasi.
Eksistensi Partai ke Depan
Penempatan kader parpol dalam jabatan politik kepala daerah bukan jabatan murah. Ketika saat ini partai politik diberi kelonggaran dan peluang mencalonkan sendiri atas dasar hasil perolehan suara dalam pemilu, tetap harus diperhatikan bahwa proses pilkada langsung masih sangat mahal biaya politiknya sehingga dalam rekrutmen calon kepala daerah juga mesti realistis memperhatikan kemampuan pembiayaan, di samping modal sosial berupa karya sosial atau figur yang cukup dikenal masyarakat pemilih di wilayah tersebut.
Putusan MK yang menurunkan ambang batas dapat menjadi awal baru penguatan partai dan memberikan agenda politik bagi pemilihnya untuk bersama partai mengusung calon yang relevan, yang dalam jangka panjang akan memberikan dampak identitas kepartaian yang lebih kental atau sering disebut partai ID. Selama ini yang terjadi massa pemilih begitu cair ke sana-kemari karena adanya politik uang yang meluas dan mengakibatkan pemetaan massa pemilih yang solid menjadi sulit untuk dipetakan.
Dengan demikian, penurunan ambang batas pencalonan dalam pilkada harus menjadi perhatian partai dengan membuat proyeksi calon kepala daerah untuk tahun 2029, mendorong fungsi-fungsi partai berjalan efektif dan menjadi leader dalam isu-isu sosial, peningkatan partai ID serta penggunaan teknologi digital untuk terlibat dalam perbaikan demokrasi. Kita berharap kontestasi dalam pilkada serentak ke depan akan lebih dinamis dan memberi masyarakat pilihan calon yang lebih banyak dan berkualitas baik. *