NEGERI ini harus belajar dari negara tetangga, Singapura. Gara-gara kasus pandemi Covid-19 melandai, lalu dilonggarkanlah aktivitas warga. Apa yang terjadi? Wabah kembali merebak ke seluruh daerah. Dan harus diingatkan agar warga tidak euforia sebelum wabah itu sirna di muka bumi ini.
Selama sebulan terakhir ini, warga sudah abai protokol kesehatan (prokes). Pasar, pusat hiburan, tempat wisata sudah padat, hajatan digelar di mana-mana dan terang benderang mengabaikan prokes. Masyarakat sepertinya balas dendam karena selama dua tahun ini dikurung wabah corona.
Abai prokes itu juga diperkuat data dari Satgas Penanganan Covid-19. Sejak 3 hingga 22 Oktober lalu, ada sejumlah daerah yang mengalami penurunan kepatuhan prokes. “Penurunan itu tidak hanya pada level kabupaten/kota, tetapi juga di kecamatan,” ungkap Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny B Harmadi, pekan ini.
Pada 3 Oktober lalu, ada 8,13% kabupaten/kota tingkat kepatuhan memakai masker di bawah 60%. Sedangkan pada 22 Oktober, jumlah kabupaten/kota termasuk zona merah dengan kepatuhan memakai masker di bawah 60% atau naik 10,19%. Lalu, jumlah kecamatan zona merah dengan kepatuhan memakai masker bertambah 14,62%.
Angka ini tidak terbantahkan, apalagi fakta di lapangan menunjukkan gejala yang masif untuk tidak taat prokes. Jika terus dibiarkan, akan terjadi peningkatan kenaikan kasus corona di Indonesia, termasuk di Lampung ini. Apalagi libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 di ambang pintu, potensi lonjakan kasus sangat besar. Maut mengintai awal tahun depan.
Patut direnungkan! Musim libur panjang selama pandemi dua tahun sudah nyata-nyata membawa petaka kenaikan angka kasus sangat tinggi di Tanah Air. Liburan Agustus 2020 mengakibatkan kenaikan kasus mencapai 119% dengan tingkat kematian mingguan meningkat signifikan menjadi 57%.
Pada libur Oktober—November 2020 juga terjadinya kenaikan kasus hingga 95% dengan kenaikan tingkat kematian mingguan mencapai 75%. Bahkan, pada Mei—Juni lalu gelombang Covid-19 banyak merenggut nyawa manusia. Ini akibat varian baru yakni delta dengan daya tular berlipat-lipat.
Makanya menjelang libur panjang Nataru 2921 dengan pemudik sebanyak 19,9 juta jangan jadi klaster baru. Wajar, apabila segala potensi kembalinya badai Covid-19 masih tetap terbuka apalagi masyarakat sudah abai prokes. Negara tetangga, Negeri Kepala Singa dan Inggris pun tidak mampu bersembunyi dari wabah yang sudah terbukti merenggut nyawa manusia.
Pascalibur Nataru menjadi persoalan serius, karena akan meningkatkan kasus Covid-19. Pada liburan itu, harus diingatkan kembali bahwa tempat wisata dan fasilitas publik pasti banyak dikunjungi. Peduli lindungi sebagai syarat memasuki ruang publik harus diketatkan. Jika menolak, petugas wajib melarang pengunjung masuk ke area publik tersebut.
Ini ikhtiar! Sebab, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selalu mengingatkan penduduk bahwa varian baru bernama delta plus (AY.4.2) sudah mewabah. Dari hasil pelacakan, lebih 32 ribu kasus delta plus terdeteksi di seluruh dunia. Varian ini menyebar lebih cepat dibandingkan delta biasa yang sudah memorakporandakan kehidupan manusia.
Dilansir Newsweek, Rabu (10/11), delta plus merupakan mutasi dari varian delta. Varian AY.4.2 terbentuk dua mutasi yang disebut Y145H dan A222V yang memengaruhi spike protein AY.4.2, yang digunakan virus memasuki sel manusia. Sangat mengerikan! Makanya Indonesia tidak mau mengambil risiko. Segala daya upaya dilakukan untuk menekan mobilitas warga.
***
Lembaga Riset Biologi Molekuler (PRBM) mengungkapkan di Indonesia belum ditemukan delta plus. Tetapi varian baru itu sudah ditemukan di Malaysia. Setidaknya, ada kasus yang ditemukan di Negeri Jiran. Semuanya kasus impor yang dibawa dua pelajar Malaysia pulang dari Inggris.
Temuan baru di Malaysia harus jadi pelajaran. Saatnya tidak lengah! Semua pintu masuk ke Tanah Air harus diperketat. Anak bangsa harus mematuhi protokol kesehatan, program vaksinasi digencarkan kendati kasus pandemi melandai dibanding beberapa bulan lalu.
Kondisi melandainya kasus dan abainya prokes masyarakat digambarkan ahli epidemilogi seperti dahan dan kayu kering. Dicky Budiman berkomentar pergerakan kasus baru Covid-19 di Indonesia mulai bergerak naik, setelah sempat beberapa pekan melandai. Pada dua hari terakhir, misalnya, dari 612 kasus baru, Selasa (2/11), bertambah menjadi 801 sehari kemudian.
“Kondisi masih sangat rawan. Seperti dahan dan kayu kering yang rawan terbakar,” ungkap Dicky dari Centre for Environmental and Population Health, Griffith University Australia itu. Gelombang ketiga jangan sampai delta plus menghampiri pada Desember 2021—Januari 2022. Semuanya sudah diingatkan, agar delta plus tidak merajalela di bumi nusantara.
Agar delta plus tidak menggila, kabar baik untuk orang tua. Sebab, anak usia 6—11 tahun bisa mendapatkan vaksin Covid-19. Kelompok ini rentan terpapar virus corona, karena infeksi pada usia anak tersebut sekitar 13%. Itu artinya 1 dari 8 penderita Covid-19 adalah anak-anak.
Selama ini, anak-anak selain bisa tertular, juga menularkan. Buktinya? Saat pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dimulai, ada yang terpapar Covid-19. Sebab, anak belum bisa menjaga protokol kesehatan. Maka itu, aset bangsa itu harus diselamatkan. Caranya dengan memberikan vaksin.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan beberapa studi, efek samping vaksin terhadap anak jauh lebih ringan dari orang dewasa. Selain itu, efektivitas lebih tinggi anak ketimbang orang dewasa. Sekitar 90% anak tidak merasakan efek samping vaksin dari Sinovac. Sisanya merasakan efek lokal, seperti demam dan nyeri ringan di sekitar suntikan vaksin.
Pemberian vaksin untuk anak adalah harapan baru agar segera mengakhiri pandemi Covid-19. Patut diantisipasi juga, pasca-divaksin, anak mengalami gejala deman. Seperti sakit kemerahan dan bengkak di tempat suntikan, dan lelah, lemas. Di sini, orang tua sigap melapor agar anak kembali sehat.
Untuk vaksin anak, negeri ini menyasar 26,4 juta orang. Kapan dimulai? Kementerian Kesehatan memulainya tahun 2002 dengan 58,7 juta dosis untuk dua kali vaksin. Memang banyak pekerjaan rumah agar bangsa ini segera keluar dari wabah corona.
Sekali lagi sama-sama mengingatkan, bergandengan tanganlah membantu negara agar delta plus tidak jadi gelombang ketiga pandemi. Gelombang itu sangat bergantung pada perilaku warga, mobilitas, serta interaksi sosial.
Pelajaran pahit terjadi pada Mei dan Juni lalu sangat mendebarkan jantung dan melemaskan badan. Karena tidak ada lagi jeda–setiap hari terdengar suara sirene mobil ambulans meraung-raung membawa jenazah pasien Covid-19 hingga larut malam. Antre untuk dikuburkan! ***