Lampungpost.id–Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah memeriksa empat orang saksi dalam penyidikan kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Keempat saksi tersebut adalah mantan pengurus ponpes yang berada di Indramayu, Jawa Barat.
Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Kepala Dittipidum Bareskrim Polri, mengonfirmasi bahwa empat orang saksi tersebut sedang diperiksa di Bareskrim Polri. Namun, Djuhandhani tidak merinci identitas keempat saksi tersebut. Total ada 14 saksi yang diperiksa pada hari ini dalam rangka pengembangan kasus ini.
Kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Pondok Pesantren Al Zaytun telah menjadi perhatian publik sejak beberapa waktu lalu. Kasus ini mencuat setelah adanya dugaan penyebaran konten yang dianggap menghina agama tertentu melalui media sosial. Panji Gumilang, pemilik ponpes, diduga terlibat dalam penyebaran konten tersebut.
Baca Juga: Pemerintah Tak Cabut Izin Ponpes Al Zaytun, Begini Dalihnya
Penyidikan ini dilakukan oleh Dittipidum Bareskrim Polri dengan serius, mengingat kasus penistaan agama memiliki dampak yang luas dan bisa menimbulkan ketegangan sosial di masyarakat. Polri berkomitmen untuk mengungkap kebenaran dan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dalam kasus ini.
Selain memeriksa saksi-saksi, penyidik juga telah mengumpulkan bukti-bukti dan melibatkan ahli forensik digital untuk mendapatkan bukti yang kuat terkait kasus ini. Tim penyidik akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh guna mengungkap kebenaran dan menentukan langkah hukum selanjutnya.
Baca Juga: Anggota DPRD Lamteng Fraksi PKB Sebut Ponpes Al Zaytun Layak Dibubarkan
Dalam kasus ini, Panji dipersangkakan Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penistaan Agama. Polisi menggelar perkara tambahan pada Rabu siang, 5 Juli 2023 dan ditemukan unsur pidana ujaran kebencian mengandung suku, agama, ras dan antara golongan (SARA) serta berita bohong yang diduga juga dilakukan Panji.
“Ditemukan oleh penyidik pidana lain dengan persangkaan tambahan yaitu Pasal 45a ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,” kata Djuhandhani.
Namun, Panji Gumilang belum ditetapkan tersangka. Polisi masih mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka.
Jeratan Pasal
Pasal 45A ayat (2) UU ITE berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
Pihak berwenang mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan memberikan kesempatan kepada proses penyidikan untuk berjalan dengan baik. Pengadilan lah yang akan menentukan hasil akhir dari proses hukum ini, dan setiap pihak memiliki hak untuk membela diri dan menunjukkan bukti-bukti yang dimilikinya.
Kasus dugaan penistaan agama di Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang akan terus diusut oleh aparat penegak hukum. Pemerintah dan lembaga terkait berharap agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan transparan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum tetap terjaga.
Peristiwa ini menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya menghormati keberagaman dan menjaga kerukunan antarumat beragama. Kehidupan beragama adalah hak asasiSetiap individu dan komunitas beragama memiliki tanggung jawab untuk saling menghormati dan menjaga keharmonisan dalam berbagai aspek kehidupan. Kasus seperti ini mengingatkan kita akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, menghindari konflik, dan menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua.
Dalam menghadapi kasus penistaan agama, penegakan hukum yang adil dan transparan sangatlah penting. Setiap individu yang terlibat dalam kasus ini harus diberikan kesempatan untuk membela diri dan menunjukkan bukti yang dimilikinya. Hak-hak individu juga harus dihormati, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, namun tetap dalam batas-batas yang diatur oleh hukum.
Pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencegah terjadinya kasus-kasus penistaan agama di masa depan. Pendidikan tentang toleransi dan kerukunan antaragama harus menjadi fokus dalam membangun masyarakat yang beragam secara kultural dan religius.
Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang adalah salah satu lembaga pendidikan agama yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan pemahaman keagamaan para santrinya. Oleh karena itu, kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Ponpes ini harus ditangani dengan serius dan segera diselesaikan.