Wandi Barboy Silaban
Wartawan Lampung Post
PERHATIAN!
Tulisan ini hanya bersifat membebaskan. Tak ada niat menggurui, hanya ingin berbagi sesuai kata hati. Ini kisah pertautan diri dengan jaz. Ya, musik jaz!
Jaz adalah jiwa. Musik itu berasal dari kebebasan. Atas dasar kebebasan jiwa itulah jaz menghidupkan musiknya. Orang bilang musik jaz adalah musik yang mapan, tepatnya musiknya orang-orang yang sudah mapan. Mapan secara lahir maupun batin.
Jaz adalah musik yang terkesan asal-asalan karena tidak ada irama rapi dan teratur. Yang terutama adalah bagaimana letupan rasa dari si musisi dengan instrumennya berpadu dan menyatu .
Ya, sekali lagi, benar! Jaz adalah jiwa yang bergerak. Bagai sebuah bola yang terus menggelinding sejauh mungkin, eksplorasi jiwa yang tercipta. Melintasi pikiran yang suntuk dan meninggalkan jejak pada jiwa. Ya, ya, jaz adalah musik jiwa yang meluncur deras dari hasrat hati yang tidak terbelenggu oleh apa pun.
Ya, tepat sekali. Jaz adalah improvisasi. Tidak ada yang perlu terkekang. Biarlah segala jiwa mengalirkan kebebasannya dan melantunkan kata hatinya dengan sesuka hati. Ya, tentu. Jaz adalah kebebasan atau kemerdekaan rasa. Bebas dari rasa takut, malu-malu, dan bebas pula dari segala penilaian umum dalam bermusik. Ia terasa spesial.
Dengan sederhana bisa terlontar, ia memiliki ciri khas dari dalam diri sendiri. Unik dan asli. Barangkali, itu sebabnya ia tak memedulikan segala kepakeman bermusik yang indah. Ia seakan hadir untuk menggugat kecenderungan penilaian mapan dalam menikmati musik.
Jalan Hidup
Musik adalah jalan hidup, begitu kata musisi latin Carlos Santana. Ia mengikuti kata hatinya sendiri. Dan, jaz adalah musik kata hati, musik naluri. Jiwa menari-nari meningkahi instrumen dan filosofi lagu.
Jiwa mengayun karena alunan musik dan lagu terdengar padu. Musik ini begitu mengalir bagai air. Mengaliri si pemusik dan pendengarnya. Dengan musik jaz, semua bisa menghayati kesedihan dan kesenangan sekaligus.
Musik jaz seakan menggambarkan kehidupan yang rutin dan monoton itu perlu ada semangat seperti kobaran api yang menyala-nyala. Dalam pakem musiknya itu, ada celah ekspresi untuk keleluasaan diri. Keleluasaan itu”tercipta”.
Kreasi yang terus-menerus ada. Saat pikiran dan jiwa sudah mengental dalam bermusik, segalanya tinggal mengalun dan mengikuti. Dan, semua tetap fokus pada alunan sambut – menyambut.
Inilah puncaknya : berinteraksi dengan penonton-pendengar. Ketika musik sudah “matang” terdengar dan padu, penonton pun larut di dalamnya. Interaksi ini supaya semua bisa menikmati kebersamaan dalam nge-jaz. Walaupun hanya sebentaran, ajakan dari si pemusik itulah yang menyenangkan bagi penonton – pendengar. Segalanya terhanyut dalam irama jiwa yang berbaur satu sama lain.
==