KONON hiduplah seorang raja penguasa daratan Iran bernama Shahriyar. Ia menderita patah hati akut dan memendam dendam mendalam kepada kaum hawa.
Istri yang ia cintai mengkhianatinya. Sang raja menjadi bengis dan memenggal setiap wanita yang ia nikahi hanya dalam waktu semalam.
Hingga akhirnya pinangan sang raja jatuh pada putri sulung patih kerajaannya sendiri bernama Shahrazad. Namun, gadis cerdas ini, alih-alih menolak, justru menerima pinangan maut sang raja sepenuh hati. Padahal ia tahu menerima pinangan berarti nyawanya akan berumur pendek.
Shahrazad ternyata punya strategi jitu menghadapi malam pertama bersama sang raja. Kepada Shahriyar, ia mempersembahkan kisah yang pernah ia baca dari ratusan buku. Raja pun antusias. Namun, begitu fajar tiba, Shahrazad menghentikan kisahnya untuk ia lanjutkan malam berikutnya.
Begitulah perjalanan malam keduanya terus berlanjut dan berulang-ulang hingga 1.001 malam terlewati. Pada akhirnya Shahrazad kehabisan referensi untuk berkisah. Alih-alih memenggal kepala Shahrazad, Raja Shahriyar mengagumi istrinya itu dan mengangkatnya menjadi permaisuri.
Kisah 1.001 malam Shahrazad kepada Raja Shahriyar begitu masyhur di seluruh penjuru dunia. Cerita Aladin dan Sinbad Si Pelaut adalah sebagian kecil dari kisahnya. Konon, kisah 1.001 malam dirajut di Kota Baghdad pada abad ke-8 Masehi di era pemerintahan Harun al-Rashid, pada era kejayaan Islam.
Itu pula mengapa Baghdad kerap berjuluk Kota Seribu Satu Malam. Kota ini terletak di dataran subur di Irak. Sejak tahun 762 Masehi, ia merupakan pusat Dinasti Abbasiyah hingga lima abad berikutnya. Baghdad berkembang menjadi pusat peradaban Islam. Pendidikan menjadi pilar utama kota ini.
Sejarah mencatat, beberapa institusi pendidikan besar berdiri di Kota Baghdad. Di antaranya adalah Universitas Baghdad, Universitas al-Hikmah, dan Universitas al-Muntasyiriyah. Sistem pendidikan di masa kejayaan Islam pada abad ke-8 ini mendongkrak berbagai sisi kehidupan masyarakat di dunia.
Melalui pengembangan sektor pendidikan, Baghdad menjadi pusat peradaban. Di kota ini berkumpul pada tokoh intelektual dan budayawan Islam. Beberapa di antaranya adalah Al-Rashid, Al-Ma’mun, Al-Mu’tadhid, dan Al-Muktafi. Kemajuan Baghdad pula yang menginspirasi Eropa untuk berkembang.
Kemajuan pendidikan formal di Kota Baghdad merupakan perwujudan dari pesan Rasulullah saw yang mendorong kaum muslimin untuk menuntut ilmu dari buaian ibu hingga liang lahat. Nabi pula yang menjanjikan dengan ilmu, manusia akan sejahtera dunia, akhirat, bahkan kedua-duanya.
***
Itu pula mengapa kala Rektor baru Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL) Prof Wan Jamaluddin menyatakan ke depan akan membangun kampus itu terutama dari sisi sumber daya manusia (SDM) dan sisi akademisnya. Ini menginspirasi, pikiran yang langsung tertuju ke Kota Seribu Satu Malam.
Sebagai seorang guru besar Sejarah Peradaban Islam, Prof Wan Jamal, demikian sapaan akrabnya, tentu paham betul bahwa untuk membangun sebuah peradaban fondasi utamanya haruslah kuat. Fondasi itu tentu bukanlah pada pembangunan fisik, melainkan pada sumber daya manusianya.
Prof Wan Jamal bisa dikatakan beruntung. Sebab, urusan pembangunan fisik UIN RIL bisa dikatakan sudah dituntaskan pendahulunya, yakni Prof Moh Mukri. Capaian ini amat mudah dikenali secara kasat mata, masjid kampus yang megah, gedung rektorat yang menjulang adalah contohnya.
Kampus yang dulu berhias ilalang tinggi kini telah beralih rupa menjadi kampus yang sejuk. Tidak heran jika program UI Greenmatrics menempatkan UIN RIL dalam jajaran sepuluh besar kampus hijau berwawasan lingkungan di Indonesia. Fakta di lapangan sudah tidak terbantahkan.
Keberadaan Masjid Safinatul Ulum di kampus UIN RIL tentu bukanlah dimaknai sebagai upaya untuk bermegah-megahan. Diyakini ada makna filosofis di balik berdirinya masjid bergaya arsitek Timur Tengah ini. Keberadaan masjid ini tentu ada kaitannya dengan visi dan misi kampus ini.
UIN RIL memiliki visi menjadi kampus rujukan internasional dalam pengembangan ilmu keislaman integratif-multidisipliner berwawasan lingkungan tahun 2035. UIN RIL ingin menjadi pusat peradaban dunia sebagaimana Kota Baghdad dulu menjadi pusat peradaban Islam bahkan dunia.
Di Kota Seribu Satu Malam, masjid menjadi sentra pendidikan yang dikelola seorang khatib atau wâ’iz. Dari masjid pula terbentuk komunitas dari para ulama, pujangga, serta para sarjana. Mereka menghasilkan sastra, ensiklopedia, catatan sejarah, biografi, kamus, juga dari lingkungan masjid.
***
Tugas berat tentu kini ada di pundak Prof Wan Jamal. Di eranya pulalah pembangunan UIN RIL harus bisa terus berkembang menembus batas. Berbagai kelengkapan pembangunan fisik kini harus dilengkapi, dipenuhi, atau bahkan disempurnakan dengan pembangunan nonfisik.
Karena itu pula, harus mengamini pernyataan dosen senior Prof Sulthan Syahril kepada Lampung Post awal pekan ini. Menurutnya, peningkatan kualitas sumber daya manusia harus menjadi prioritas UIN RIL ke depan. “SDM yang menentukan daya saing kampus termasuk di tataran global,” ujarnya.
Program strategis itu tentu harus diawali pemilihan kabinet yang akan mendampingi rektor UIN RIL selama empat tahun ke depan berdasarkan kebutuhan kampus, kapasitas, serta kapabilitas. Bukan berdasarkan pertimbangan balas budi, faktor kedekatan atau suka dan tidak suka.
Meyakini Prof Wan Jamal yang amat kental sebagai akademisi kampus dan bukan politikus kampus tentu tanpa ragu akan memilih kabinetnya dengan pertimbangan-pertimbangan kepentingan kampus. Mereka yang terpilih pasti orang-orang berkualitas. Apa pun latar belakangnya.
Menjadikan kampus ini sebagai referensi masyarakat dunia dalam pengembangan ilmu keislaman bukanlah hal muluk, apalagi perkara mustahil. Visi besar UIN RIL pusat pemikiran Islam dunia akan makin dekat jika sumber daya manusianya memiliki kapasitas yang juga berlevel kaliber dunia.
Dalam empat tahun ke depan publik berharap UIN RIL dapat terus menambah jajaran para guru besar dan dosen dari program doktoral. Melalui buah pemikiran mereka akan lahir gagasan-gagasan brilian yang menghiasi berbagai jurnal ilmiah terakreditasi internasional. Menjadikan UIN RIL sebagai kampus mashyur sebagaimana kisah 1.001 malam. *