UMAR ROBANI
INILAH kisah Pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Ba’asyir bebas dari bui. Lampungpost.id mengangkat semua kisah ini dari web Medcom.ID (grup Lampung Post).
Suasana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Gunungsindur Kelas II A, Bogor, Jawa Barat, tampak lengang, Jumat, 8 Januari 2021 sepagian itu. Tepat pada hari ini, Pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Ba’asyir, keluar dari LP Gunungsindur Kelas IIA, Bogor, Jawa Barat. Ia menghirup udara bebasnya pada Jumat berkah.
Semestinya waktu pembebasan narapidana pada jam kerja, antara pukul 08:00 WIB sampai pukul 16:00 WIB. Namun, pihak LP memutuskan untuk mengeluarkan Abu Bakar Ba’asyir lebih pagi pada pukul 05:21 WIB. Aturan tersebut berubah karena pandemi Covid-19 yang belum jua berakhir.
“Pemajuan jam pembebasan Abu Bakar Ba’asyir telah ada kesepakatan dari pihak keluarga melalui kuasa hukumnya, untuk keluar lebih pagi guna menghindari terjadinya kerumunan. Apalagi Bapak Abu Bakar ini sudah lansia, risiko terpapar covid-19 itu sangat besar,” kata Kepala Bagian (Kabag) Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Rika Aprianti di LP Gunungsindur Kelas IIA, Bogor, Jawa Barat.
Mengenakan masker, berkacamata, berpeci putih dan selalu bertumpu pada tongkat, sebelum keluar dari sel tahanan, Abu Bakar Ba’asyir tetap menjalani protokol kesehatan. Ia menjalani tes rapid antigen dan hasilnya negatif.
“Alhamdulillah hasilnya negatif, untuk pihak keluarga dan kuasa hukumnya yang melakukan penjemputan pun wajib melampirkan surat keterangan tes swab,” ujar Rika.
Keluar Sel
Keluar dari sel tahanan, Abu Bakar Ba’asyir langsung memeluk kedua anaknya yakni Abdul Rosyid Ba’asyir dan Abdul Rahim Ba’asyir. Ya, tidak ada rombongan lain yang menjemput di Lapas, maupun saat mereka tiba di Sukoharjo, Jawa Tengah, kediaman Abu Bakar Ba’asyir .
“Hanya saya dan kakak (yang jemput), Umi (ibu) dan keluarga tidak ada yang ikut ke lapas. Terlihat raut muka Abi (Ayah) saat keluar dari sel tahanan gembira dan senang. Kemudian beliau memeluk saya dan kakak saya,” kata anak kedua dari Abu Bakar Ba’asyir, Abdul Rahim Ba’asyir, Jumat, 8 Januari 2021.
Abdul Rahim mengaku langsung menyalami dan mencium tangan Abu Bakar dan menghambur ke pelukan sang ayah. Tidak ada ekspresi yang berlebihan dari sang ayah. Bahkan, tak ada sujud syukur.
“Alhamdulillah Ayah hari ini bebas. Bismillahirrahmanirrahim, ayo, kami pulang ke Sukoharjo. Mohon doanya agar rombongan kami selamat sampai tujuan,” ucapnya.
Sebelum meninggalkan lapas, Abdul mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada para petugas LP Gunungsindur. Sebab selama sang ayah menjalani hukuman banyak terbantu oleh para petugas.
“Petugas Lapas Gunungsindur banyak membantu dan memudahkan ayah dalam menjalani kesehariannya selama menjadi warga binaan di Lapas Gunungsindur. ,” kata dia.
Tinggalkan LP
Pantauan di lapangan, Abu Bakar Ba’asyir meninggalkan Lapas Gunungsindur pukul 05:21 WIB, Jumat, 8 Januari 2021. Rombongan penjemput hanya satu mobil ambulans dan empat mobil pribadi milik keluarga. Tampak pada rombongan, mobil penjemput Abu Bakar Ba’asyir berwarna putih dengan nomor polisi AD 1138 WA.
Iring-iringan mobil penjemput Abu Bakar Ba’asyir juga tanpa pengawalan dari kepolisian, Densus 88, maupun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Meski sebelumnya banyak beredar informasi Abu Bakar Ba’asyir akan pulang dengan pengawalan ketat dari BNPT dan Densus 88.
Kepala LP Kelas IIA Gunungsindur, Mujiarto, mengatakan telah menyurati pihak keamanan hari ini. Dia menegaskan pihak LP hanya bertanggung jawab terhadap Abu Bakar Ba’asyir sampai pintu gerbang lapas.
Pihak LP tidak lagi bertanggung jawab atas kewenangan atas pria berusia 82 tahun itu saat dalam perjalanan ke Sukoharjo. Sehingga sisanya menjadi tanggung jawab pihak keamanan.
“Jadi, tanggung jawab kami hanya sampai pintu gerbang. Selepas itu sudah jadi tanggung jawab mereka. Dalam artian, selepas gerbang itu sudah tanggung jawab TNI, Polri dan petugas Satgas Covid-19 Kabupaten Bogor,” jelas Mujiarto.
Menulis
Ihwal keseharian Abu Bakar Ba’asyir selama di LP, Mujiarto mengungkapkan bahwa Abu Bakar Ba’asyir menjadi warga binaan berperilaku baik dan termasuk kooperatif selama menjalani masa hukuman. Abu Bakar Ba’asyir juga rutin mengikut kegiatan warga binaan dan gemar menulis saat punya waktu luang.
“Abu Bakar Ba’asyir selama menjalani hukuman di sini rutin menjalani ibadah dan yang saya tahu beliau senang menulis. Jadi, di usianya yang sudah sepuh, masih rajin untuk menulis buku.”
Tambah Personel
Pada bagian lain, Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, menambah personel pengamanan menyambut kepulangan Abu Bakar Ba’asyir. Sebelumnya, personel pengaman berjumlah 30 orang, kini bertambah menjadi 100 orang.
“Sejak tadi malam pengamanan berambah. Dari Ponpes, alumni, ataupun Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS). Memaksimalkan pengamanan sampai setelah salat Jumat,” ujar juru bicara Ponpes Al Mukmin Ngruki, Endro Sudarsono, Jumat, 8 Januari 2021.
Perkiraan Abu Bakar Ba’asyir tiba di Ponpes Al Mukmin sekitar pukul 14.00 WIB. Hal ini setelah melakukan perjalanan dari LP Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sekira pukul 05.30 WIB. Sejak awal, pihak keluarga dan pemda setempat sepakat tidak mengadakan acara sambutan kepulangan Abu Bakar Ba’asyir.
Sementara itu, dari pantauan di lapangan, sejumlah petugas pengaman baik dari TNI Polri telah bersiaga di beberapa pintu masuk kawasan Ngruki, Sukoharjo.
“Pengamanan kami hanya sebatas di pintu masuk Ponpes, baik dari gang selatan, utara dan barat. Nanti begitu pulang, beliau langsung masuk dan tidak akan ada tamu,” ungkapnya.
Khawatir
Selain mereka yang bergembira menyambut kedatangan Abu Bakar Ba’asyir, ada sejumlah pihak yang khawatir. Beberapa anggota keluarga di Australia dari korban yang tewas dalam peristiwa bom Bali 2002 menyampaikan kekhawatiran mengenai bebasnya Abu Bakar Ba’asyir. Abu Bakar Ba’asyir mendapat anggapan sebagai tokoh yang mendorong aksi terorisme.
Sosok Abu Bakar Ba’asyir banyak yang menganggap sebagai pemimpin spiritual Jemaah Islamiyah (JI), kelompok yang melakukan serangan di Kuta, Bali dan menewaskan 202 orang, 83 di antaranya warga Australia. Namun, faktanya, Abu Bakar Ba’asyir menjalani hukuman penjara karena tuduhan yang terpisah yang tidak ada hubungannya dengan bom Bali.
Putra dari Sandra Thompson, Clint Thompson yang berusia 29 tahun adalah satu dari 88 warga Australia yang tewas dalam ledakan bom tersebut. Sandra Thompson mengatakan bahwa Abu Bakar Ba’asyir adalah salah satu orang yang harus bertanggung jawab atas ledakan di kawasan Kuta yang terjadi 18 tahun lalu.
“Orang ini membunuh 202 orang dan sejumlah itulah hukuman seumur hidup yang harus ada. Dia tidak membunuh satu orang, dia membunuh 202 jiwa,” tegas Sandra kepada media ABC, dari rumahnya di negara bagian New South Wales.
Ia mengungkapkan putranya, Clint Thompson, ketika itu berada di Bali untuk merayakan masa berakhirnya kompetisi rugby bersama timnya Coogee Dolphins. Mereka berada di Sari Club ketika terjadi ledakan yang menewaskan enam anggota tim rugby tersebut.
Dalam waktu yang bersamaan juga terjadi ledakan bom di Paddy’s bar dan di luar konsulat Amerika Serikat di Denpasar. Serangan itu juga membuat 209 orang lainnya mengalami cedera dan merupakan peristiwa di mana warga Australia menjadi korban terbanyak dalam sebuah serangan teror.
Hukuman
Pada 2008 Abu Bakar Ba’asyir dipenjara dengan tuduhan berkomplot melakukan serangan di Bali, namun hukuman tersebut menjadi batal pada tingkat banding. Kemudian pada 2011, Abu Bakar Ba’asyir menjalani hukuman 15 tahun penjara karena hubungannya dengan kamp pelatihan kelompok militan di Aceh. Setelah mendapatkan beberapa kali pengurangan hukuman, sekarang masa penahanannya sudah berakhir. Sandra Thompson mengatakan, meski peristiwa ledakan bom Bali itu sudah terjadi 18 tahun yang lalu, Abu Bakar Ba’asyir masih tetap sosok yang berbahaya.
“Ia tidak pernah mengatakan menyesal. Ia tidak pernah meminta maaf. Ia masih berpikir bahwa ia melakukan hal yang benar. Jadi, bukankah ia bisa saja kembali mengajarkan anak-anak muda Muslim mengenai kebencian lagi?,” ujar Sandra.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan Australia selalu menyerukan agar mereka yang terlibat mendapatkan hukuman yang berat, adil, dan proporsional. Namun, ia menghormati kedaulatan dan sistem hukum di Indonesia.
“Kedutaan kami di Jakarta sudah menyampaikan keprihatinan agar individu seperti ini bisa dicegah untuk menghasut orang lain melakukan serangan di masa depan terhadap warga sipil yang tidak bersalah,” kata Paynye dalam sebuah pernyataan.
Politik Kemanusiaan
Status bebas murni narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir mendapat penilaian sebagai bentuk politik kemanusiaan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir bisa menguntungkan Jokowi.
“Karena akan mengikis isu dan stigma kerap mengkriminalisasi ulama,” kata pengamat politik yang juga Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam dalam keterangan tertulis, Kamis, 7 Januari 2021.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara untuk Abu Bakar Ba’asyir karena terlibat pendanaan pelatihan dan mendukung teroris di Indonesia. Namun, ia mendapatkan berbagai macam potongan masa hukuman atau remisi.
Dia menilai berbagai macam remisi Abu Bakar Ba’asyir itu atas dasar kemanusiaan. Apalagi, pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) tersebut sudah tua. Hal ini menjadi beragam pertimbangan pemerintah dalam menyikapi hukuman Abu Bakar Ba’asyir.
“Potensi untuk menyebarkan pikirannya juga makin tipis, karena faktor usia,” ungkap dia.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyampaikan hal senada. Namun, dia menilai pemantauan tetap harus ada meski kegiatan Abu Bakar Ba’asyir setelah bebas sangat terbatas karena faktor usia.
“Terutama soal pikirannya yang kerap berseberangan dengan Pancasila,” ujar Adi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi berencana memberikan status bebas bersyarat kepada Ba’asyir pada Januari 2019. Namun, rencana tersebut terkendala karena Abu Bakar Ba’asyir enggan menandatangani pernyataan yang mengakui dirinya bersalah dan setia kepada NKRI. Hingga saat ini Ba’asyir tidak menandatangani surat tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pembebasan Abu Bakar Ba’asyir telah sesuai mekanisme penanganan hingga pengawasan. “Tak ada perlakuan atau persiapan khusus oleh pemerintah untuk pembebasan ABB (Abu Bakar Ba’asyir) itu,” kata Mahfud.
Sepak Terjang
Pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Ba’asyir, bebas murni pada Jumat, 8 Januari 2021. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat, Imam Suyudi, mengatakan Ba’asyir telah melalui seluruh masa tahanan sesuai vonis pengadilan, yakni 15 tahun penjara dan potongan berbagai remisi.
Abu Bakar Ba’asyir menjalani vonis pada 16 Juni 2011 dengan hukuman 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Ia terbukti terlibat dalam tindak pidana terorisme serta merencanakan dan menggalang dana untuk pelatihan militer di Aceh.
Abu Bakar Ba’asyir merupakan salah satu ulama yang nyentrik dan penuh kontroversi. Ia tercatat memiliki rentetan kasus hukum yang membuatnya sering keluar masuk penjara.
Abu Bakar Ba’asyir pernah menolak Pancasila dan menolak hormat bendera Merah Putih hingga keterlibatannya dalam beberapa aksi teror di Tanah Air.
Deretan Kasus
Berikut ini sederet kasus yang menjerat Abu Bakar Ba’asyir:
1. Menolak Pancasila dan bendera Merah Putih (1983)
Pada 1983, Abu Bakar Ba’asyir ditangkap dan divonis sembilan tahun penjara karena dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ketika perkaranya masuk kasasi, Ba’asyir kabur ke Malaysia dan kembali ke Indonesia pada 1999.
2. Terlibat teror Bom Bali (2002)
Ba’asyir ditetapkan tersangka oleh kepolisian pada 18 Oktober 2002 atas sejumlah aksi teror di Indonesia. Ia menjadi tersangka menyusul pengakuan Omar Al Faruq, tersangka Bom Bali. Kasusnya berlanjut hingga ke Mahkamah Agung hingga akhirnya Ba’asyir divonis 1,5 tahun penjara.
3. Terlibat Bom JW Marriot (2004)
Pada 30 April 2004, Ba’asyir dijemput paksa polisi dan dibawa ke Mabes Polri akibat tindak terorisme pengeboman Hotel JW Marriott dan Bom Bali. Ia divonis 2,6 tahun penjara lalu bebas pada Juni 2006.
4. Pendanaan pelatihan teroris di Aceh (2010)
Setelah beberapa tahun namanya menghilang, pada 9 Agustus 2010, Ba’asyir kembali ditangkap karena dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh. Atas dakwaan tersebut, Ba’asyir divonis hukuman penjara selama 15 tahun.
5. Sempat akan dibebaskan Jokowi (2019)
Pada Januari 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana membebaskan Ba’asyir. Rencana Presiden menuai pro dan kontra. Jokowi pun mengutus pakar hukum Yusril Ihza Mahendra untuk berkomunikasi dengan Ba’asyir.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012, sebagai narapidana terorisme yang ingin bebas bersyarat, Abu Bakar Ba’asyir harus menandatangani pernyataan mengakui dirinya bersalah dan setia kepada NKRI. Namun, surat tersebut hingga kini tidak ditandangani oleh Abu Bakar Ba’asyir. (MEDCOM.ID)
umar@lampungpost.co.id
 
			 
					





 

