PENYAKIT Paru Obstruksi Kronik atau disingkat sebagai PPOK adalah kondisi peradangan pada paru-paru yang berlangsung jangka panjang. Sehingga penyakit ini tak jarang terlambat untuk dideteksi.
PPOK umumnya ditandai dengan kesulitan bernapas, batuk berdahak, dan mengi (bengek). PPOK merupakan penyakit yang sering terjadi pada perokok aktif dan pasif. Faktor yang paling berpengaruh terhadap PPOK adalah karena polusi udara.
Perwakilan Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Triya Damayanti, Sp.P(K), Ph.D mengatakan, pengidap PPOK dapat mengalami disabilitas. Hal ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan terbatas karena penyakit.
“Usia produktif kita kan 35 tahun hingga 40 tahun, ya jadi itu dia terdiagnosis PPOK menjadi disabilitas. Kenapa? Karena dia tidak bekerja secara maksimal. Jadi pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan tenaga ataupun gerak itu akan menjadi berat,” kata dr. Triya.
Lebih lanjut, dr. Triya mengatakan bahwa pengidap PPOK yang mengalami keterbatasan gerak disebabkan gejala-gejala yang dialami. Sesak napas menjadi gejala berat yang cenderung mengganggu aktivitas.
“Beda ya kalau penyakit asma kalau serangan udah selesai minum obat. Kalau PPOK itu sesak napasnya itu makin lama makin berat dan itu progresif,” lanjutnya.
Prof. Paul Jones, MD, Ph, seorang Ahli Paru Dunia dari Universitas St. George di Inggris juga mengatakan bahwa pengidap PPOK akan sulit beraktivitas, bahkan hanya berjalan sekalipun.
“Yang tadinya bisa jalan 1 kilometer itu semakin lama 100 meter saja udah enggak kuat, sesak. Berjalannya lebih lambat, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari-hari terganggu, di situlah disabilitasnya jadi terganggu,” kata dr. Triya.
Karena sulit beraktivitas, pengidap PPOK cenderung akan bergantung kepada orang lain. Sulit untuk melanjutkan aktivitas sendiri. Hal ini yang menyebabkan pengidap PPOK bisa disebut sebagai disabilitas jika sudah kronis.
“Dia tergantung dengan orang, tergantung dengan oksigen kalau sudah semakin berat. Padahal usianya masih produktif ingin ke mana-mana. Jadi beban buatnya, beban biaya juga buat pasiennya,” pungkas dr. Triya.(MED)