Lampungpost.id — KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyampaikan Mahkamah akan mempertimbangkan semua aspek dalam memutus gugatan pengujian materiil mengenai sistem pemilu. Sistem proporsional pemilu terbuka dalam Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu, tengah mendapat ujian inkonstitusionalitasnya di MK.
Saat ini pembuat undang-undang mengatur bahwa sistem pemilu yang berlaku adalah proporsional terbuka. Anwar menjelaskan sidang dari perkara yang teregistrasi dengan nomor 114/PUU-XX/2022 itu, telah memasuki tahap kesimpulan dari para pihak pada 31 Mei 2023. Majelis hakim, ujarnya, akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) sebelum membacakan putusan.
“Pokoknya MK akan mempertimbangkan segala sesuatu tunggu saja,” ucap Anwar seusai menghadiri upacara Hari Lahir Pancasila di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Kamis (1/6).
Saat waktu putusan kapan dibacakan, Anwar enggan menyebut secara spesifik namun ia berharap sebelum Juli 2023. Ia menjelaskan dalam pengujian materiil undang-undang, tidak ada batasan waktu kapan MK menjatuhkan putusan. Berbeda dengan pengujian formil yang punya batas waktu.
Pihak Beperkara
Lamanya sidang dalam pengujian materiil UU, ujar Anwar, sangat tergantung pada pihak yang beperkara. Dalam pengujian UU Pemilu soal sistem proporsional, Anwar menyebut selain pihak berperkara, ada 15 pihak terkait yang mengajukan diri baik partai politik maupun organisasi masyarakat sipil pegiat pemilu.
“Insha Allah dalam waktu dekat (diputus) mudah-mudahan. Ikuti saja,” ucapnya.
Sempat beredar kabar mengenai dugaan bocoran mengenai komposisi sikap dari 9 majelis hakim MK terhadap putusan tersebut. Saat ditanya soal itu, Anwar menegaskan tidak ada putusan yang bocor. Mahkamah, tegas dia, hingga saat ini belum menjatuhkan putusan soal pengujian sistem pemilu.
“Itu yang saya bilang apa yang bocor. Belum putus,” tegasnya.
Sebagaimana pemberitaan sebelumnya, pengujian UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka mendapat tanggapan warga negara dan anggota partai yang mendalilkan bahwa sistem saat ini mengamputasi peran partai dalam menentukan anggota legislatif. Gugatan itu mendapat respons dengan sikap penolakan oleh delapan dari sembilan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Delapan fraksi telah menyampaikan sikap dan meminta MK tidak mengabulkan gugatan yang ingin mengembalikan pemilu ke sistem tertutup. Mayoritas fraksi kecuali PDI Perjuangan ingin pemilu 2024 tetap menerapkan sistem proporsoional terbuka sehingga masyarakat bisa memilih nama calon legislatif dan lambang partai. (MI/L1)