UMAR ROBANI
INILAH sejumlah keunggulan vaksin Sinovac. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin pakai darurat atau Emergency Use Authorization (EUA). Vaksin asal Tiongkok tersebut memiliki efikasi vaksin sebesar 65,3%.
Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), Dr. M. Atoillah Isfandiari, dr. M.Kes, mengatakan, pengumuman angka efikasi yang relatif tinggi itu cukup melegakan. Ada sejumlah keunggulan Sinovac. Pasalnya, standar dari WHO hanya sebesar 50%. Sehingga paling tidak, angka efikasi telah melampaui apa yang menjadi syarat Badan Kesehatan Dunia tersebut.
Ato mengatakan, pengumuman angka efikasi vaksin tersebut menjadi salah satu bentuk kejujuran ilmiah sebagai upaya meyakini bahwa efikasi itu melalui uji klinis yang sesuai dengan asas good clinical practice (GCP). Selain itu, pengumuman angka efikasi vaksin juga merupakan bagian dari menjunjung tinggi kejujuran ilmiah secara bertanggung jawab.
“Nilai yang lebih tinggi akan lebih tinggi. Tapi dengan angka segitu itu artinya bahwa aplikasi itu bertanggung jawab,” ucap Ato, Rabu, 13 Januari 2021.
“Umumnya orang itu demi memuluskan agendanya akan memanipulasi data dengan angka yang lebih tinggi. Tapi dengan melaporkan nilai efikasi apa adanya, sebagaimana hasil yang ada dari uji klinis, vaksin ini cukup,” tambah Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR ini.
Selanjutnya, Ato menuturkan, meski nilai efikasi yang ada jauh lebih rendah ketimbang vaksin lainnya, namun Sinovac memiliki beberapa keunggulan. Sejumlah keunggulan Sinovac itu menggunakan platform lama yang sudah sangat terkenal produsen vaksin, yaitu inactivated virus atau virus yang mati.
Efek Samping
Efek samping dari vaksin itu tercatat kurang dari satu persen. Artinya, memiliki tingkat keamanan yang sangat tinggi. “Beda dengan yang lain walaupun efikasinya 90 persen tetapi menggunakan teknologi baru yaitu mRNA. Teknologi baru di sisi lain dalam jangka pendek mungkin bisa mengamati dampaknya pada saat uji klinis, jangka panjang mereka belum tahu karena ini adalah platform baru,” paparnya.
Vaksin Sinovac juga relatif mudah simpan dan logistiknya tidak membutuhkan cold chain atau rantai dingin yang canggih seperti vaksin Pfizer yang membutuhkan penyimpanan minus 70 derajat. Yakni, dengan penyimpan di dalam kulkas biasa saja masih dapat memungkinkan.
Ato juga menuturkan penggunaan izin pakai darurat oleh BPOM sebagai jalan keluar ketika suatu vaksin atau obat yang baru selesai uji klinis harus segera bermanfaat. Baik itu secara komersil atau secara program oleh pemerintah.
Hal tersebut karena melihat semakin banyak korban Covid-19 berjatuhan, sementara waktu ideal adalah enam bulan untuk pemantauan agar mengetahui efek samping pascauji klinis berlangsung.
“Jadi, uji klinis fase 3-nya sudah selesai. Data-data yang tercatat selama pelaksanaan uji klinis hasilnya bisa terdata. Uji klinis sudah selesai hanya versi pemantauan pascauji-nya itu yang kemudian kami tunggu dengan pertimbangan bahwa selama uji mulai ke-1 sampai ke-3 laporan terkait dengan keamanan dan efikasi sudah ada,” tuturnya.
Tidak Sakit
Bagi Ato, vaksin berbeda dengan obat. Obat untuk mengobati orang sakit. Sementara vaksin untuk mencegah yang sehat agar tidak sakit.
“Sehingga vaksin itu harus diberikan kepada orang yang masih sehat. Kalau sudah sakit bukan menjadi target dari vaksin, karena yang bersangkutan sementara sudah punya antibodi alami yang mungkin memang akan terdegradasi seiring waktu,” ucapnya.
Perihal penggunaan vaksin Sinovac, Ato mengatakan agar saat ini diprioritaskan paling tidak untuk mereka yang belum punya kekebalan sama sekali. Sehingga, vaksinasi diberikan pada orang sehat, bukan orang sakit.
“Yang harus diberikan dulu, ya tentunya yang bisa menolong dulu, dalam hal ini adalah tenaga medis. Karena analoginya tenaga medis aman dari infeksi, maka selanjutnya bisa lebih optimal dalam menolong orang lain, termasuk juga menolong untuk mendapatkan kekebalan,” pungkasnya. (MEDCOM.ID)
umar@lampungpost.co.id