ISLAM sangat memuliakan anak yatim piatu. Apalagi orang tuanya, korban pandemi Covid-19. Dalam Al-Qur’an, ada 22 ayat yang membahas anak yatim. Allah berfirman: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim.” (QS. Al-Maun: 1-2).
Dalam hadis Nabi Muhammad saw pun juga diingatkan seperti yang diriwayatkan Ibnu Majah: “Sebaik-baik rumah di kalangan muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim diperlakukan dengan baik. Sejelek-jelek rumah di kalangan muslimin, adalah rumah yang terdapat anak yatim, dan dia diperlakukan dengan buruk.”
Sudah jelas sekali anak yatim kedudukan sangat besar sebagai ladang amal. Dilarang menghina dan memperlakukan semena-mena. Tak ada yang mau ditinggalkan oleh ayah dan ibu. Semua kehendak Allah, Tuhan Yang Mahakuasa. Memberikan perlindungan, mendapatkan balasan kebaikan. Bahkan sebaliknya, ada sanksi bagi orang yang berbuat jahat terhadap anak yatim.
Sangat wajar negara hadir ketika pandemi Covid-19 meluluhlantakkan jiwa manusia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) sigap menyelamatkan anak yang kehilangan orang tua.
Anak-anak korban wabah Covid-19 didominasi anak yang kehilangan ayah atau yatim mencapai 56,2%. Sedangkan kehilangan sosok ibu atau piatu sebesar 36,7%, dan 5% lagi kehilangan kedua orang tua, serta 2,1% tidak teridentifikasi. Jika tidak diselamatkan, akan terganggu jiwanya.
Data Kementerian Sosial per 7 September 2021 mencatat jumlah anak yatim piatu korban pandemi corona mencapai 25.202 anak. Data itu berasal dari pemerintah kabupaten-kota di 34 provinsi di Indonesia. Jawa Timur paling banyak mendominasi korban keganasan virus, sedangkan di Lampung tercatat baru 1.335 anak. Mereka membutuhkan kasih sayang!
Kehadiran negara sangat dinantikan kekasih Allah (anak yatim) ini. Negara pun telah menyiapkan bantuan berupa program Asistensi Rehabilitasi Sosial Tabungan sebesar Rp300 ribu per bulan untuk anak yang belum sekolah dan Rp200 ribu per bulan yang sudah sekolah dari Kementerian Sosial.
Uang tidak cukup untuk menunjang kehidupan anak korban Covid-19 ini. Mereka juga mendapatkan Kartu Indonesia Pintar serta pendampingan dan perlindungan. Kehadiran warga di sekitar tempat tinggal sangat penting, karena anak yatim rentan terhadap masalah mental yang ditinggalkan orang tuanya. Mereka adalah kelompok usia dini yang harus diperhatikan dan dilindungi. Agama sudah mengingatkannya sejak 14 abad lalu.
Anak-anak korban Covid-19 berpotensi terjebak dalam kekerasan seksual, perdagangan anak, prostitusi, pekerja paksa di bawah umur, juga terlibat narkoba, hingga pada perkawinan anak di bawah umur. Bahkan, selama wabah ini, terjadi lonjakan angka perkawinan anak sangat signifikan.
Negara harus menyisir rakyat yang menyandang anak yatim akibat Covid-19. Pastikan kebutuhan yang mendesak sudah dipenuhi. Suasana kebatinan anak juga menanggung beban mental yang berat. Ada yang meninggalkan utang akibat biaya perawatan dan berobat orang tuanya di rumah sakit.
Ingat! Tanpa pendampingan dan pengawasan, anak-anak yatim tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Bahkan, sulit mengakses layanan gizi dan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan. Pastikan juga pengganti ayah dan ibu—orang tua asuh sudahkah memberikan kasih sayang yang ikhlas, keselamatan, serta kesejahteraan berkelanjutan.
***
Dalam acara Lampung Health Summit 2021 series II yang digelar Lampung Post di Bandar Lampung, Kamis (15/10) lalu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengingatkan anak yatim piatu–korban pandemi Covid-19 harus ada pendampingan. “Mereka juga perlu dilindungi, dibimbing, dan diasuh oleh keluarga terdekat,” kata dia.
Seto yang akrab disapa Kak Seto itu menjelaskan saat ini yang terpenting bagaimana orang terdekat anak dapat meningkatkan atau mengutamakan kemampuan perasaannya. “Perasaan dia sendiri tanpa orang tua harus diamankan dulu,” ujar dia. Secara kasat mata, memang anak dapat bermain seperti biasa, akan tetapi jika didalami, ada guncangan dalam dirinya.
Dalam keseharian, anak yatim di usia dini akan bertanya ke mana ibu dan ayahnya? Kapan kedua orang tuanya kembali. Ini perlu pendampingan dan penjelasan. Keluarga harus mendukung serta ada pengawasan baik dalam bentuk fisik maupun psikis, sehingga anak-anak itu kembali hidup normal.
Di setiap kesempatan, Kak Seto berharap pemerintah dan masyarakat perlu menciptakan program hiburan agar anak yatim piatu atau terjangkit wabah harus tetap bisa bermain. “Buatlah anak-anak Indonesia tetap gembira dan bahagia, jangan dibebani, terlebih jangan sampai sakit dan stres,” pinta dia.
Sebuah penelitian Douglas Almond dari Columbia University and National Bureau of Economic Research mengungkapkan anak-anak yang lahir pada masa mewabahnya influenza pada 1918 mengalami kesengsaraan lebih parah. Penyebabnya memang bukan virus, melainkan terkendalanya proses pendidikan. Ini dialami juga anak-anak Indonesia sejak dua tahun lalu.
Kak Seto dalam artikelnya, Covid-19 Bukan Hanya Virus Semata bagi Anak mengutip hasil penelitian Almond bahwa anak-anak yang lahir di tengah pandemi flu tahun 1918 lebih rentan putus sekolah. Juga memiliki tingkat pendapatan lebih rendah, serta mengalami ketergantungan pada bantuan negara untuk bertahan hidup. Banyak anak-anak kala itu yang menjadi yatim, karena tidak bertahannya orang tua mereka dari serangan virus flu.
Pada November 1918, di Kota New York saja lebih dari 31 ribu anak-anak menjadi yatim ataupun yatim piatu akibat wabah flu. Yang jelas, pandemi Covid-19 sudah berjalan dua tahun ini saja terasa berat. Namun situasi hari ini berbeda dengan 1918. Pembandingnya, ada atau tidak, sarana dan prasarana belajar anak-anak Indonesia.
Bedanya adalah saat ini–negara menghadirkan Peraturan Pemerintah (PP) No 44 Tahun 2017 tentang Pengasuhan. Payung hukum melindungi anak-anak adalah kewajiban negara. Dalam PP mengatur urut-urutan pihak yang dapat menjadi pengasuh anak, manakala pengasuh primer (ayah dan ibu) telah tiada. Hari ini, negara menyalurkan banyak bantuan untuk anak korban Covid-19. Jangan sampai, tidak tepat sasaran atau disalahgunakan!
Sangat tegas dan terang benderang, agama saja memuliakan anak yatim. Dan Allah mendudukkannya di tempat yang terhormat di mata manusia. Hak-hak anak Indonesia berstatus yatim piatu ini harus dipenuhi, sehingga hidupnya bisa berkecukupan untuk menjalani masa depan.
Ganjaran dari Allah bagi orang yang memperhatikan dan menyantuni anak yatim, antara lain meraih kemuliaan pahala berlipat ganda, rezeki lapang dan luas, serta memperoleh kecukupan di dunia. Dia termasuk golongan orang-orang yang beriman serta bertakwa. Ini janji Allah. Di dunia saja sudah terasa nikmatnya mengasuh anak yatim piatu, apalagi di akhirat nanti. ***