Lampungpost.id–Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada November 2023 tercatat sebesar USD400,9 miliar, atau bertambah 2,0 persen (yoy) atau tembus Rp6.200 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ULN bulan sebelumnya sebesar 0,7 persen (yoy).
“Perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh transaksi ULN sektor publik,” ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi, Senin, 15 Januari 2024.
Selain itu, kenaikan posisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi faktor pelemahan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mayoritas mata uang global termasuk rupiah. “Hal tersebut berdampak pada meningkatnya angka statistik ULN Indonesia valuta lainnya dalam satuan dolar AS,” terang dia.
Baca Juga: Utang Luar Negeri RI Malah Nambah di Tengah Pelemahan Dolar AS, Kok Bisa?
Meskipun demikian, ULN pemerintah tetap terkendali dan dikelola secara terukur dan akuntabel. Posisi ULN pemerintah di November 2023 sebesar USD192,6 miliar atau tumbuh 6,0 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya 3,0 persen (yoy).
Perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional, dalam bentuk Sukuk Global, seiring sentimen positif kepercayaan pelaku pasar sejalan dengan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global.
Baca Juga: Pemkot Bandar Lampung Masih Utang ke 10 Kontraktor, Segini Besarnya
“Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel,” kata Erwin.
Pemanfaatan ULN pada November 2023 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah dan perlindungan masyarakat, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah tantangan ketidakpastian perekonomian global.
Dukungan tersebut mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,8 persen dari total ULN pemerintah); administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (18,6 persen); jasa pendidikan (16,7 persen); konstruksi (14,1 persen); serta jasa keuangan dan asuransi (9,9 persen).
“Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN pemerintah,” beber Erwin. (MEDCOM)