SUNGGUH malang nasib Dian Patria Arum Sari. Gara-gara menagih utang, perempuan asal Desa Genengan, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur itu malah dituntut hukuman 2,6 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Dian menceritakan yang dialaminya berawal saat ia menagih utang kepada seorang perempuan berinisial DIPR. Tagihan utang itu disampaikan melalui kolom komentar pada sebuah unggahan di media sosial facebook.
“Dalam komentar itu saya berniat menagih utang kepada suami DIPR. Karena uang yang dipinjam tidak kunjung dikembalikan. Saya berulangkali menagih ke rumahnya, namun tidak pernah diindahkan,” kata Dian, Kamis, 9 Februari 2023.Dian mengaku, pihak yang berutang padanya ialah BPA, suami dari DIPR, pada 2019 lalu. Diakui Dian, BPA pernah berjanji akan mengembalikan uang yang dipinjamnya dalam kurun waktu tujuh hari dan diperkuat dengan bukti surat perjanjian utang piutang.
“Kemudian 10 hari kemudian, artinya lebih dari tujuh hari saya menagih uang tersebut ke rumahnya di kawasan Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung. Tapi tidak kunjung dibayar. Sehingga saya terbawa emosi berkomentar di postingan istrinya,” ujarnya.
Namun tak lama usai itu, Dian malah dilaporkan DIPR ke Polres Pasuruan pada November 2020 lalu atas tuduhan pelanggaran UU ITE. Dalam laporan itu, DIPR berbekal barang bukti berupa tangkapan layar komentar yang diunggah Dian di Facebook.
“DIPR bilang akibat komentar saya itu ia merasa malu dan usahanya bangkrut. Tapi kan saya memang menagih uang saya karena selama ini saya menagih ke rumahnya, suaminya, BPA selalu mengelak,” bebernya.
Kini kasus yang menjerat Dian masuk ke tahap persidangan di Pengadian Negeri Kepanjen. Dalam kasus itu, Dian diancam dengan pasal 45 Ayat (3) juncto pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Dian menceritakan, awal perkara utang piutang ini terjadi pada September 2019 lalu. Saat itu, seorang temannya yang berinisial, WD meminjam uang kepada Dian Rp25 juta untuk mengembangkan usaha ayam petelur.
“Ia meminjam uang dengan jaminan satu unit mobil. Saya bersedia, meski saat itu saya curiga karena surat-surat mobil itu bukan atas nama WD,” katanya.
Namun selang beberapa hari, BPA tiba-tiba datang ke rumah Dian bersama teman-temannya. Saat itu, BPA meminta mobil yang dijadikan jaminan WD dengan alasan mobil itu dibawa WD selama tiga bulan dan tidak dikembalikan.
“Saya pun terkejut. Di saat itu pula nomor telepon WD juga sudah tidak bisa dihubungi,” ujarnya.
Setelah kedatangan BPA, Dian lagi-lagi didatangi seseorang yang mengaku sebagai pemilik asli mobil tersebut. Kepada Dian, pemilik asli ini mengaku mobilnya selama ini dibawa BPA dan digadaikan selama beberapa bulan.
“Akhirnya saya dengan pemilik mobil ini ke rumah BPA untuk menagih. Namun kami tidak pernah ditemui,” ungkapnya.
Dian sempat mencari keberadaan WD. Namun pencarian berjalan buntu lantaran WD menghilang. Bahkan saat didatangi ke rumahnya, WD pun tidak ditemukan.
“Saya akhirnya membuat laporan ke Polres Malang atas tuduhan penipuan dan penggelapan, dengan terlapor BPA dan WD. Namun, kasus itu mandek karena saya tidak bisa menghadirkan WD,” jelasnya.
Nasib apes Dian belum berakhir. Kini ia masih harus menjalani proses hukum atas tuduhan pelanggaran UU ITE yang dilaporkan DIPR ke Polres Pasuruan pada November 2020 silam.(MED)