Lampungpost.id–Kondisi utang Indonesia saat ini mengarah pada situasi yang perlu diwaspadai. Sebab, ruang fiskal negara yang mulai menyempit ini dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, bahwa situasi utang mengarah pada overhang utang dan perlu diwaspadai karena ruang fiskal menyempit dan menganggu pertumbuhan ekonomi,” ujarnya saat dihubungi, Kamis, 25 Mei 2023.
Dia menambahkan, ada banyak indikator yang dapat digunakan untuk melihat tekanan terhadap kemampuan pemerintah membayar pokok utang dan bunga. Salah satunya ialah rasio beban bunga utang terhadap penerimaan pajak.
Baca Juga: Ekonomi Digital Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru di Kawasan ASEAN
Rasio bunga utang Indonesia saat ini mencapai 21,8 persen dari pendapatan pajak. Itu berarti, kata Bhima, hampir seperempat pendapatan pajak tersedot untuk membayar bunga utang.
“Belum lagi jika dibandingkan antara belanja bunga utang dengan total belanja pemerintah pusat, angkanya juga terus meningkat. Artinya, belanja pemerintah makin boros untuk bayar bunga utang,” ujarnya.
Baca Juga: Pemerintah Terima Rp20,5 Triliun dari Lelang Surat Utang Negara
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kondisi utang Indonesia saat ini berada di level yang moderat namun berisiko.
Peningkatan rasio utang juga diperkirakan masih akan terjadi di tahun depan dan berpotensi kembali menembus 40 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) seperti saat pandemi covid-19 merebak.
Beresiko
“Risikonya tinggi sebetulnya, moderat dengan batas APBN. Kalau dengan menerapkan Fiscal Sustainability Analysis (FSA) termasuk Debt Sustainability Analysis (DSA) itu Indonesia relatif moderat, tidak berisiko tinggi seperti negara-negara di Afrika atau seperti Timor Leste,” terangnya.
Level psikologis yang aman untuk rasio utang Indonesia diketahui ialah 30 persen dari PDB. Sedangkan batas maksimal yang ditentukan oleh Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ialah 60 persen terhadap PDB.
Tauhid tak menutup mata peningkatan utang yang signifikan terjadi saat pandemi merebak sejak 2020. Hal serupa juga sedianya dialami oleh banyak negara di dunia. Menurutnya, akan berat untuk menarik rasio utang terhadap PDB ke batas psikologis dalam waktu dekat.
“Penerimaan negara kita tidak terlalu tinggi, tax ratio kita juga masih berkisar sembilan persen sampai sepuluh persen. Kalau tax ratio kita makin rendah, maka risiko dari utang itu akan semakin tinggi, apalagi kalau di saat yang sama belanja negara itu tidak produktif,” pungkas Tauhid.