DIAN WAHYU KUSUMA
HADI Susanto menunjukkan mesin pengering gabah miliknya. Mesin pengering atau vertical dryer itu berada di gudang berukuran 12×12 meter. Alat itu merupakan mesin pengering yang dilengkapi dengan blower atau kipas. Ia menggunakan genset dari bahan solar. Uniknya, panas yang dihasilkan dari mesin pengering gabah ini dihasilkan dari sekam padi.
Mesin ini berkapasitas 10 ton gabah untuk sekali pengeringan. Hadi minimal melakukan pengeringan 7 ton gabah. Gabah itu mulai diturunkan dari alat bila kandungan airnya kurang dari atau sama dengan 14%. Hadi memanfatkan sekam padi yang sudah tak terpakai untuk mengeringkan gabah.
Ia merupakan ketua Gapoktan Bangun Tani, di Desa Bangun Sari, Kecamatan Bekri Lampung Tengah.
Dengan mesin, pengeringan gabah bisa menjadi lebih cepat dari biasanya 48 jam dengan memanfaatkan sinar matahari. Jika dilakukan dengan mesin pengering atau dryer hanya membutuhkan 12 sampai 15 jam saja.
“Alat ini juga bisa untuk mengeringkan jagung dan kopi,” kata Hadi, saat ditemui, Sabtu 4 Desember 2021.
Hadi menuturkan alat pengering ini berguna bila musim panen raya padi tiba, apalagi saat musim hujan, proses pengeringan gabah dalam jumlah besar sulit diterapkan. Karena, sinar matahari tidak cukup untuk mengeringkan gabah saat musim penghujan.
“Kalau 10 ton jemur gak ada tempat, (jadi) susah,” ujarnya.
Asap yang dihasilkan dari alat ini sangat kecil. Lalu residu yang dihasilkan berupa arang bisa dimanfaatkan untuk pupuk lahan sawah.

Lampung Post/ Dian Wahyu Kusuma
Hadi juga mulai membuat penggilingan padi dalam jumlah besar. Harapannya petani yang ingin mengeringkan gabah bisa langsung menggiling di tempatnya.
Untuk mengeringkan 10 ton gabah, Hadi membutuhkan 40 karung sekam. Jika satu karung ada 30 kg sekam, maka hadi membutuhkan 1,2 ton sekam. Sekam ini mudah didapat di tempatnya, karena sekeliling penggilingan padi dikelilingi oleh sawah.
Untuk perawatan, setiap 5 kali proses pengeringan, alat perlu dibersihkan dari debu sisa pembakaran. “Kalau tertutup oleh debu pembakaran, maka uap panas gak masuk,” ujarnya.
Hadi Susanto berharap petani bisa memanfaatkan pengeringan padi saat telah memasuki panen raya untuk bisa mengeringkan padi dalam waktu cepat.
Selain Hadi, ada Nursalim (41 tahun) petani jagung sekaligus pengusaha pengeringan jagung yang memanfaatkan biomassa kayu bakar untuk mengeringkan jagung.
Nursalim warga kecamatan Tegineneng, kabupaten Pesawaran ini mulai memanfaatkan kayu bakar untuk mengeringkan jagung berkapasitas 10 ton. Ia biasa menggunakan kayu karet.
Nursalim senang harga jagung tahun ini bagus. Harga jagung pipilan kering di Lampung mencapai Rp5.200 per kg.

Lampung Post/ Dian Wahyu Kusuma
Orangtua Nursalim yaitu Supar [66 tahun] sedang menyusun alat pengeringan jagung memanfaatkan limbah bonggol jagung untuk mengeringkan biji jagung. Berbeda dengan Hadi, Nursalim dan Supar merakit alat pengering jagung dengan memanfaatkan pekerja.
Supar ingin limbah jagung bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar pengeringan jagung. Irfan Tri Mursi Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Jumat (10/12) menjelaskan kelompok petani dan masyarakat yang sudah memanfaatkan limbah untuk sumber energi patut diapresiasi. ”Itu sangat baik, bisa memanfaatkan limbah buat ekonomi, bukan hanya untuk bernilai uang, tapi bisa untuk mengeringkan jagung,” kata Irfan.
Saat ini Walhi dan NGO di Lampung juga mengawal peraturan daerah untuk memanfaatkan panas bumi untuk mengeringkan biji kopi yang ada di Lampung. Perda itu sudah dibuat tinggal turunan peraturan dari kepala daerah.
“Pemanfaatan langsung panas bumi, seperti roasting alami. Di kabupaten lain sudah ada.
Itu gas dibuang, ketika dibor ada (proses) pendingin. Tapi masih (suhu) ratusan derajat Celcius,” katanya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung Kusnardi menuturkan limbah jagung seperti daun jagung bisa digunakan untuk pakan ternak.
“Kalau yang susah diolah bisa untuk pupuk organik. Untuk pemanas, bahan dryer sekam, dan bongkol jagung, ini dianggap limbah, tapi sekarang bukan limbah lagi,” kata Kusnardi, Rabu 15 Desember 2021.
Lalu, pada limbah tapioka atau onggok sekarang ini bisa dimanfaatkan untuk pakan kambing.
“Di sektor pertaian tidak ada istilah limbah, karena semuanya bisa dipakai untuk pupuk organik,” ujar dia.
Selanjutnya pada jerami bisa juga dibuat silika, berupa silika gel maupun silika food. ”Jerami banyak mengandung silika dan kalium,” ujarnya.

Lampung Post/ Dian Wahyu Kusuma
“Semua bisa jadi kita sekarang ini limbah yang penting kita manfaatkan tidak dibakar lagi kecuali untuk pemanas,” katanya.
“Kalau dilihat dari teknologi luar negeri, jerami digiling, disemprot, bisa melapuk, dimasukkan kembali ke tanah sebagai pengembalian bahan organik,” tambahnya.
Menurutnya, satu set mesin pengering berbahan bakar dari biomasa dan minyak seperti solar untuk menggerakkan blower.
“Biasanya kalau sekam padi atau jagung bisa multi biofuel. Sekam bukan hanya dibakar, tapi membutuhkan blower. Lalu ada pengukur suhu, ada pengendali suhu, jangan sampai nggak mateng atau suhu terlalu tinggi nanti bisa gosong,” katanya.
Gasifikasi
Petani di desa Bekri Lampung Tengah dan Pesawaran sudah memanfaatkan teknologi gasifikasi. Petani menggunakan sekam, kayu dan bonggol jagung untuk pembangkit listrik untuk mesin pengering bulir padi atau gabah dan biji jagung. Agus Haryanto, Peneliti Biomassa Fakultas Pertanian Unila Jumat (10/12) menuturkan prinsip alat pengering padi dan jagung itu sederhana.
“Sekam padi dibakar, diambil panasnya. panasnya ini didorong ke bak besar. Ada bak besar, lantainya berlubang, gabah ditumpuk diatasnya,” ujarnya.
Agus menuturkan, skema yang diterapkan pada dryer ini dinamakan gasifikasi. Selama pembakaran di atasnya diberi pipa baja atau besi. Lalu udara panas didorong dengan kipas. Asapnya tidak boleh sampai ke jagung atau padi nanti bau sengit.
“Jadi asapnya tidak ikut, nanti sangit malah nggak laku,” katanya.

Lampung Post/ Dian Wahyu Kusuma
Menurutnya selain menggunakan sekam padi, petani juga bisa memanfaatkan kayu bakar untuk pemanasan. “Tapi kalau beli (kayu) sekarang mahal. Kalau dekat penggilingan padi, meski sekam beli, maka ongkos bisa murah,” katanya.
Ia menutukan pengeringan komoditas pertanian itu harus dalam jumlah besar berkisar 10 ton. “Kalau pengeringan ukurannya kecil ya rugi. Jadi prosesnya harus besar,” tambahnya.
Peneliti Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unila ini menjelaskan proses pengeringan lebih cepat digunakan memakai mesin. “Problemnya kalau hujan, sinar matahari tak muncul, alat ini bisa jadi alternatif,” ujarnya.
Diketahui, lima Provinsi dan Kabupaten mendapatkan penghargaan atas capaian dan kinerja sektor pertanian Indonesia yang terus mengalami kemajuan dan peningkatan produksi.
Penghargaan tersebut diberikan oleh Wakil Presiden RI, KH Maruf Amin bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Istana Wapres, Jakarta, 13 September 2021 lalu.
Lima Provinsi tersebut adalah Lampung, Jawa Timur, Banten, Sumatera Selatan dan Jambi. Lampung menerima penghargaan dari Kementerian Pertanian karena meraih peringkat satu Kategori Provinsi dengan Peningkatan Produksi Padi Tertinggi Tahun 2019-2020.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, produksi padi pada 2020 sebesar 2,65 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami kenaikan sebanyak 486,20 ribu ton atau 22,47 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 2,16 juta ton GKG.
Lalu, luas panen padi pada 2020 sejumlah 545,15 ribu hektar, mengalami kenaikan 81,05 ribu hektar atau 17,46 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 464,10 ribu hektar. (R5)