Sejumlah Pemda Putuskan Keluar dari Kepesertaan JKN-KIS

PASCAKENAIKAN iuran BPJS Kesehatan, banyak masyarakat yang memutuskan turun kelas. Sejalan dengan itu, reaksi muncul dari sejumlah pemerintah daerah yang memutuskan keluar dari kepesertaan JKN-KIS. Menanggapi hal itu, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori menilai pada dasarnya keputusan pemda keluar dari program JKN-KIS adalah hal yang salah. Dengan demikian, tugas Pemerintah Pusat untuk meluruskan hal tersebut. "Respons pemda tersebut pada dasarnya, salah. Pemerintah Pusat harus meluruskannya," kata Ansyori kepada Media Indonesia (grup Lampung Post ), Kamis (9/1). Dia menyebut keputusan pemda untuk mengurangi jumlah peserta PBI JKN-KIS dan mengelola sendiri PBI daerahnya lewat anggaran APBD merupakan keputusan yang keliru. Pasalnya, hal itu akan menghambat kelancaran program JKN-KIS. Di samping itu, akan menghambat akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Namun, pascapenetapan Peraturan Presiden Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 tentang Jaminan Kesehatan, Ansyori menyatakan pihaknya terus melakukan pemantauan dan koordinasi terkait pelaksanaan iuran JKN-KIS. Dia menyatakan BPJS Kesehatan memberikan peluang bagi masyarakat untuk menyesuaikan kemampuan finansialnya dan tetap mendapatkan pelayanan prima. "Catatan DJSN atas hal tersebut, proses peserta mandiri untuk turun kelas layanan rawat inap (iuran) terbuka dan difasilitasi," ujarnya. Selain itu, stakeholder lainnya di pusat telah sepaham dan konsisten melaksanakan Perpres 75/2019. "Tinggal pemerintah daerah yang didorong dan diberikan pemahaman," katanya. Dihubungi terpisah, Ketua Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengimbau pemda mendukung program JKN-KIS pascakenaikan iuran. Pasalnya, menurut UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, kesehatan merupakan urusan pemerintah konkuren dengan spesifikasi urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Sejak 2016 JKN sudah ditetapkan sebagai Program Strategis Nasional yang menurut UU 23/2014 tersebut seluruh pemda wajib mendukungnya. Dia menyatakan Pemerintah Pusat harus bisa mencegah dan melarang pemda menurunkan pesertanya PBI APBD hanya karena alasan kenaikan iuran. "Atas dasar tersebut maka pemda tidak boleh dengan sesuka hatinya menurunkan jumlah PBI APBD-nya hanya karena takut beban APBD semakin berat menanggung iuran," katanya. Untuk diketahui, hingga saat ini terdapat sejumlah pemda yang memutuskan tidak mengikuti program JKN-KIS. Pertama, yakni Pemkab Bekasi yang memutuskan keluar dari kepesertaan JKN-KIS pada 2014 lalu. Selanjutnya, Pemkab Lahat, Sumatera Selatan, yang memutuskan keluar pada 1 Januari lalu. Teranyar, Pemkot Mojokerto berencana memutus kepesertaan JKN-KIS dan kembali ke program lama, yaitu Jamkesda atau program total coverage . (MI/L2)

Sejumlah Pemda Putuskan Keluar dari Kepesertaan JKN-KIS

Demi Masa

Nelayan Natuna Keberatan Kehadiran Nelayan Pantura

Muharram Candra Lugina

Nelayan Natuna Keberatan Kehadiran Nelayan Pantura

Penangkapan Wahyu Tidak Ganggu Proses Pilkada Serentak 2020

PSSI Minta Penjelasan FIFA soal Sanksi

Pemerintah Sepakat Gratiskan Biaya Sertifikasi Halal UKM

Icardi Hattrick, PSG Lolos ke Semifinal

BERITA TERBARU

TOP NEWS

Benang Merah Konflik Manusia dengan Satwa

23 Ribu Peserta Gagal Masuk SMA/SMK Negeri

Tembus Rp12,42 Miliar Ekonomi Syariah kian Kokoh

Jalur SPMB SMP Prioritaskan Jarak

Perencanaan Keuangan Kunci Kemapanan Finansial

Perkuat Akses Keuangan Inklusif

Kebingungan Peserta Warnai Hari Pertama SPMB

Buka Ekspor Sawit di Pasar Eropa

Perketat Pengawasan Truk ODOL

Kreatif Hadapi Efisiensi Anggaran

POPULAR POST

Pelantikan Pimpinan DPRD Lampura Berlangsung Sederhana

Koran Digital Lampung Post, Edisi Kamis, 02 Oktober 2025

Koran Digital Lampung Post, Edisi Selasa, 30 September 2025

Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 29 September 2025

Koran Digital Lampung Post, Edisi Rabu, 01 Oktober 2025

Tentang Kami

Alamat Kami

Iklan & Sirkulasi