ATIKA OKTARIA
KEMENTERIAN Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan melakukan intgerasi data untuk penanganan stunting (kekerdilan anak) di desa.
“Data BKKBN dan data yang telah dikumpulkan desa (data berbasis SDGs Desa) butuh dikonsolidasi. Sehingga jelas dana desa bisa dipakai untuk itu, dan dana desa bisa fokus,” kata Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar.
Data tersebut, lanjut dia, nantinya akan digunakan sebagai landasan kebijakan penanganan stunting di setiap desa. Penanganan stunting di desa sejalan dengan salah satu tujuan SDGs Desa yakni desa sehat dan sejahtera.
Pihaknya berharap Kemendes PDTT dan BKKBN dapat saling bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan stunting di desa. Ia mengakui, sejauh ini jumlah dana desa yang dialokasikan untuk penanganan stunting masih tergolong kecil. Meski demikian, menurutnya, penanganan stunting bisa saja mendapatkan alokasi yang lebih tinggi jika sangat dibutuhkan desa.
“Kita bisa ingatkan pendamping desa untuk mengawasi APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) agar jangan sampai terlupa soal stunting. Pendamping desa kan tahu basis stunting di desa mana di RT mana,” kata Mendes saat menerima audiensi Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
Halim Iskandar atau yang akrab disapa Gus Menteri ini mengemukakan dana desa dialokasikan untuk menangani dua persoalan yakni peningkatan ekonomi dan kualitas SDM di desa. Menurutnya, penanganan stunting penting dilakukan untuk memastikan kualitas SDM desa terjaga dengan baik. “Dana desa kan prinsipnya untuk dua hal, yakni ekonomi dan peningkatan SDM. Jelas stunting masuk ke dalam peningkatan kualitas SDM,” kata dia.
Kita bisa ingatkan pendamping desa untuk mengawasi APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) agar jangan sampai terlupa soal stunting.
Sementara itu, Hasto Wardoyo mengatakan penanganan stunting di desa akan lebih efisien jika digerakkan melalui desa. Ia berharap, keseriusan dalam menangani stunting akan memberikan kontribusi signifikan terhadap percepatan terwujudnya desa sehat dan sejahtera. “Pembangunan kalau dilakukan dari desa akan lebih efisien. Karena pemberdayaannya jalan,” kata Hasto Wardoyo.
Secara Konvergen
Beberapa waktu lalu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) memastikan bahwa pencegahan stunting (kekerdilan) dilakukan secara konvergen di tingkat desa.
“Sesuai dengan strategi nasional pencegahan stunting tahun 2018-2024, Kemendes PDTT dimandatkan tugas untuk melakukan beberapa hal, salah satunya adalah memastikan terselenggaranya pencegahan stunting secara konvergen di tingkat desa,” ujar Direktur Advokasi dan Kerjasama Desa dan Perdesaan pada Kemendes PDTT Muh Fachri dalam sambutan rapat Persiapan Tim Pendamping Pusat Konvergensi Pencegahan Stunting di Desa yang dipantau daring di Jakarta, Juni lalu.
Ia mengatakan bahwa kementeriannya akan mendorong desa membiayai kegiatan konvergensi dalam upaya pencegahan stunting di desa. “Ini merupakan bagian dari tugas teman-teman pendamping profesional untuk mengadvokasi desa agar di dalam APBDes pada masing-masing desa muncul pembiayaan untuk penanganan stunting,” katanya.
Maka itu, ia mengharapkan pendamping desa harus dapat memastikan kegiatan konvergensi penanganan stunting masuk dalam rencana kerja pemerintah (RKP) Desa Tahun 2022. Kemudian, lanjut dia, pihaknya juga memfasilitasi desa menjadi peran utama dalam konvergensi pencegahan stunting. “Itu untuk memastikan lima paket pelayanan pencegahan stunting di desa, baik itu berupa kesehatan ibu dan anak, gizi terpadu, perlindungan sosial, air bersih dan sanitasi, serta pendidikan anak usia dini,” ujarnya.
Ia berharap pendataan desa yang sedang berjalan dapat segera selesai sehingga seluruh pemetaan masalah terkait stunting dianggarkan dalam APBDes. “Validitas data tentunya menjadi hal yang penting, karena salah dalam data, bisa jadi salah dalam perencanaan,” kata dia. (ANT/D2) atika@lampungpost.co.id