Dian Wahyu Kusuma
PADEMI Covid-19 mempengaruhi semua sektor begitu pula dengan UMKM. Bagi Anggraini Kumalasari [48 tahun], pemilik Kahut Siger Bori, bahwa pandemi membuatnya menjadi lebih kreatif untuk membuat produk ramah lingkungan. Pada awal pandemi produksi dan pemasaran produknya nyaris berhenti selama dua bulan.
Selama pandemi, ia memanfaatkan bahan sisa produksi atau kain perca dari ecoprint yang sudah tidak termanfaatkan dibuat menjadi barang yang berguna. Seperti wadah tisu, topi, dompet dan lainnya. “Kain perca pakai modal minim,” katanya.
Untuk bertahan di masa pandemi, Kahut Sigerbori memodifikasi produk. Kemudian entitas bisnis yang bermodal rendah menjadi kekuatan bisnis ecoprint ini. “Daun bisa didapat dari alam, yang butuh biaya banyak hanya kain katun putih, sama upah tenaga kerja, yang lainnya bisa disiasati dari alam,” tambah Anggraini.
Ia menerapakan konsep nol limbah atau zero waste. Karena limbah fashion juga selalu ada saat produksi ecoprint. Menurutnya limbah kain merupakan limbah terbesar kedua setelah plastik, sehingga limbah kain ini juga harus mendapat perhatian.
Selain itu, pasar ecoprint yang mayoritas dari kalanggan menengah ke atas, hanya sedkit yang terdampak pandemi. Bahan dasar ecoprint adalah tanaman. Maka dari itu, ia bekerjasama dengan kelompok wanita tani (KWT) di Bandar Lampung memsarakan tanaman hias. “Saat pendemi tanaman hias laku banyak,” ujarnya, Jumat (11/2/2022).
Namun, ketika musim tanaman hias tak lagi seperti di awal pandemi, penjualan tanaman hias berangsur menurun. Tapi, untuk keberlajutan usaha ecoprint yang bahan baku pewarnanya dari tanaman, ia masih memberikan insentif kepada mitra KWT itu.
Selanjutnya, nasabah BRI ini mendapat pengalaman pemasaran melalui pelatihan daring yang dilakukan oleh pihak perbankan seperti BRI. “Peran BRI dalam hal pembinaan sering adanya pelatihan online. Masa pandemi, ini pelatihan di BRI cukup membuka wawasan saya,” tambahnya.
Pelatihan daring yang ia ikuti diantaranya bagaimana cara memasarkan produk di market place atau e-commerce, serta pembukuan keuangan sederhana.
“Intinya sejauh ini pembinaannya diikuti menambah pengetahuan kami sebagai UKM,” ujarnya.
Pada 2019, perempuan berusia 48 tahun ini menuturkan semua transaksi di Kahut Sigerbori menggunakan rekening BRI. Menurutnya, saat ini ia masih belum membutuhkan pinjaman kredit usaha rakyat (KUR). Karena, ecoprint ini usaha padat karya dengan modal rendah. “Saya belum butuh usaha suntikan kredit, tapi tidak menutup kemungkinan bila dapat orderan dalam jumlah besar akan ambil kredit di BRI,” tutupnya.***