INSTITUT Teknologi Bandung (ITB) menerapkan konsep One Village One Product (OVOP) dalam setiap kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan. Sekretaris Bidang Pengabdian Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITB, Deny Willy Junaidy mengatakan konsep ini diinisiasi Gubernur Oita, Jepang, Morihiko Hiramatsu.
Konsep ini berfokus pada upaya pengembangan potensi masing-masing daerah dan telah diakui serta banyak dikembangkan oleh beberapa negara di dunia.
“Saat itu, sang gubernur kota ini mampu mengubah kondisi Provinsi Oita yang sebelumnya ditetapkan sebagai wilayah provinsi paling miskin menjadi daerah provinsi percontohan di Jepang,” kata Deny dalam rilis yang diterima, Selasa (25/1).
Ia menerangkan, istilah OVOP ini mulai dikenalkan Hiramatsu saat Provinsi Oita terancam mati akibat peristiwa eksodus besar-besaran yang dilakukan penduduknya pada 1979. Upaya ini diawali dengan keputusan Hiramatsu untuk mengundang para champion masing-masing desa ke dalam suatu pertemuan. Dalam rapat tersebut, ia mendapatkan informasi bahwa setiap daerah di Provinsi Oita memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan.
Akibatnya, Hiramatsu pun memutuskan untuk melakukan dukungan dan pelatihan kepada para champion tersebut untuk mulai melakukan berbagai usaha meningkatkan kondisi perekonomiannya. Selang beberapa tahun, usaha Hiramatsu ini berhasil dan Provinsi Oita pun tidak lagi ditetapkan sebagai kategori daerah termiskin di Jepang.
Salah satu buktinya, kata dia, mereka berhasil mengembangkan banyak desa untuk berkreasi sesuai potensi, seperti Yuzu dan Taketa Village yang memanfaatkan pertanian jeruk limun sebagai pusat perekonomian mereka.
“Saat eksodus di Oita itu terjadi, Gubernur Hiramatsu tidak langsung mengundang investor. Namun, yang ia lakukan adalah mengadakan pertemuan dengan para champion dan kemudian melakukan dukungan kepercayaan diri kepada mereka agar mampu memanfaatkan potensi daerahnya masing-masing,” ujar dia. (MI/D2)