PENYUSUNAN rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pemberdayaan usaha desa wisata di Jawa Timur belum sepenuhnya selaras. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian dan penyelarasan kembali sebelum disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jatim. Hal ini sebagaimana dikatakan juru bicara Komisi B DPRD Jatim, Daniel Rohi, pada rapat paripurna, Senin (9/5).
Daniel Rohi menyatakan sebelumnya pihaknya telah melaksanakan rapat penyelarasan akhir terkait raperda pemberdayaan usaha desa wisata. Rapat tersebut juga diikuti Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jatim, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, dan biro hukum. “Di dalam rapat penyelarasan tadi, kami menjumpai bahwa banyak hal yang belum bisa diselaraskan,” kata Daniel Rohi dalam laporannya.
Ia menyebut yang belum selaras itu terutama mengenai hal-hal sangat substantif terkait dengan konten perda yang diajukan. Dengan adanya ketidakselarasan tersebut, artinya masih banyak hal yang harus disepakati antara komisi pengusul dan eksekutif.
“Dan kami berpikir positif bahwa segala sesuatu berjalan dengan sangat dinamis. Dan, kita perlu mengakomodir perkembangan terbaru yang bisa memberikan kemajuan dalam hal perekonomian di Provinsi Jatim dengan Perda yang akan kami bahas,” kata dia.
Karena tidak selaras tersebut, pihaknya meminta kepada pimpinan DPRD Jatim agar dilakukan penundaan pengesahan raperda. Artinya, pembahasan bakal kembali dilakukan sebelum kembali disampaikan dalam Rapat Paripurna untuk disahkan.
“Tadi kesepakatan kurang lebih satu bulan untuk meneliti kembali, untuk memperbincangkan kembali hal-hal yang terkait Perda tersebut,” ujar politikus PDI Perjuangan tersebut.
Dengan begitu, pihaknya berharap, ketika Raperda kembali dibahas dalam Rapat Paripurna, maka sudah selaras dan memenuhi harapan serta keinginan eksekutif dan legislatif. “Karena itu mohon izin tambahan waktu,” katanya.
Pernyataan yang sama juga ditegaskan Anggota Komisi B DPRD Jatim, Subianto. Menurutnya, berdasarkan masukan dari OPD terkait, ada substansi dalam Raperda tersebut yang dinilai kurang sinkron atau selaras. Oleh karenanya, pihaknya juga meminta dilakukan penelitian ulang. “Tadi masukan dari dinas mengenai substansi ada kurang sinkron. Artinya, nanti akan dibahas kembali, terutama masalah jobdesk,” kata Subianto.
Pihaknya menargetkan penyelesaian raperda tentang pemberdayaan usaha desa wisata ini dapat rampung dalam satu bulan ke depan. “Jadi, akan kami sinkronkan kembali karena pendapat gubernur mengarah kepada pemberdayaan desa wisata,” ujarnya. (RLS/D2)