SEJUMLAH perajin kain tenun masyarakat adat Badui di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, kembali produksi sehubungan meningkatnya permintaan konsumen. Masyarakat Badui kini mulai ramai kembali memproduksi kain tenun yang dikerjakan di bale-bale rumah.
“Kami hampir dua tahun tidak produksi karena dilanda pandemi itu,” kata Munah, seorang perajin kain tenun Badui, di rumahnya, Kamis (10/2).
Mereka memproduksi kain tenun dikerjakan secara tradisional dan untuk ukuran panjang 2,5 meter dan lebar 2,0 meter bisa diselesaikan selama tiga hari. Para perajin itu, umumnya kaum perempuan untuk membantu ekonomi suami yang bekerja di ladang dengan menanam tanaman padi huma dan palawija.
Saat ini, para perajin kain tenun khas Badui mulai ramai karena permintaan pesanan melalui digitalisasi aplikasi Marketplace, Shopee, dan Tokopedia. Selain itu, banyak wisatawan yang mengunjungi kawasan permukiman Badui, terlebih akhir pekan.
Meski saat ini masyarakat Badui memasuki bulan Kawalu, diperbolehkan wisatawan mengunjungi Badui Luar. “Kami berharap produksi kain tenun Badui kembali normal sehingga dapat menggulirkan ekonomi masyarakat Badui,” ujar dia.
Menurut dia, harga kain tenun Badui bervariasi antara Rp150 ribu hingga Rp1, 2 juta bergantung pada kualitasnya. Produksi kain tenun Badui juga banyak dijadikan bahan pakaian. Bahkan, perajin busana datang ke sini.
Mereka para perajin busana kini melirik kain tenun Badui karena dinilai elegan juga warnanya cukup unik. “Kami menerima permintaan melalui digitalisasi dan konsumennya ada dari luar Pulau Jawa,” kata dia.
Tetua adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Jaro Saija mengatakan jumlah perajin sekitar 2.000 pelaku usaha. Namun, kini kembali memproduksi dari sebelumnya menghentikan kegiatan akibat dampak pandemi Covid-19.
“Kami mendorong pelaku usaha itu dapat memproduksi sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga,” ujarnya. (MI/D2)