Jarum jam belum genap menunjukkan pukul tujuh ketika Bagus Prasetyo menyalakan laptop tuanya di meja makan. Secangkir kopi pahit mengepul di sisi kanan keyboard, sementara sang putri, Rani, berdiri gelisah di belakang kursi ayahnya.
Mereka hanya punya satu tujuan: menuntaskan pendaftaran Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMA tepat di hari ketiga. Namun suasana rumah yang biasanya riang berubah tegang ketika Bagus menabrak satu kolom isian: nilai rata-rata atau nilai total? “Tahun lalu pakai rata-rata, kan? Kok sekarang minta total? Nggak ada pemberitahuan,” keluh Bagus, menahan napas panjang.
Keluhan serupa membanjiri grup WhatsApp wali murid se-Lampung sejak pendaftaran dibuka 16 Juni 2025. Beberapa orang tua bahkan terpaksa mengulang proses pendaftaran setelah sistem menolak data yang dianggap “tidak valid”.
Kebingungan bermula dari Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 3 Tahun 2025. Regulasi baru itu mengganti kewajiban mengisi nilai rata-rata dengan nilai total seluruh mata pelajaran pada Surat Keterangan Lulus (SKL). Sayangnya, perubahan krusial tersebut tak pernah tersosialisasi masif hingga ke tingkat keluarga.
Di mata Bagus, layar registrasi yang seharusnya ramah kini terasa bagai teka-teki. “Satu kesalahan saja, data Rani bisa ditolak. Kami jadi panik, padahal masa depan anak dipertaruhkan,” ujarnya, seraya menekan tombol “ulang” untuk kali kedua.
Pada tahun sebelumnya, siswa cukup memasukkan nilai rata-rata SKL. Kini, nilai total menentukan langkah berikutnya. Banyak wali murid baru menyadari pergeseran aturan setelah berulang kali gagal login — atau setelah datang langsung ke sekolah untuk mengklarifikasi.
“Setelah ke sekolah baru tahu aturannya berubah. Bisa diperbaiki, tapi ya bikin stres,” kata Siti, warga Kedaton.
Domisili: Nama Baru, Masalah Lama
Tak berhenti di situ, istilah “zonasi” yang populer sejak 2017 kini berganti nama menjadi “jalur domisili”. Sekilas sama, nyatanya berbeda. Zonasi sepenuhnya menimbang jarak rumah-sekolah; domisili, menurut Pasal 43 ayat 3 Permendikdasmen 3/2025, mengutamakan nilai akademik begitu pendaftar melampaui kuota. Jarak hanya “penentu kedua”, lalu usia sebagai faktor terakhir.
“Anak saya jaraknya cuma 800 meter dari sekolah, tapi tetap tersisih. Ternyata nilai dipakai duluan kalau pendaftar kebanyakan,” ungkap Nurhayati, warga Gotong Royong, Tanjungkarang Pusat.
Informasi itu nyaris tak muncul dalam poster daring sekolah. Di laman resmi, panitia hanya menyoroti syarat administrasi dan jadwal. “Detail soal prioritas nilai ketika kuota melebihi kapasitas tidak tertera,” tambahnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung, Thomas Amirico, memahami kegaduhan tersebut, namun menegaskan pihaknya “hanya menjalankan Permendikdasmen”. Juknis dan juklak provinsi, kata dia, wajib menyesuaikan regulasi pusat, termasuk ketentuan Kartu Keluarga minimal satu tahun sebagai bukti domisili.
“Kalau ada pembaruan KK, cukup lampirkan surat keterangan sudah lama tinggal,” jelas Thomas. “Seleksi kesehatan sistem kami tetap mengacu pada nilai total. Bila skornya sama, barulah jarak dipakai.”
Di sisi lain, Yuliono, Ketua Panitia SPMB SMAN 3 Bandar Lampung, menegaskan pihaknya telah gencar menyebar informasi. “Kami tempel pengumuman di pagar sekolah, bagikan poster di media sosial, dan unggah dokumen lengkap di website,” ujarnya.
Namun, lautan informasi digital tak selalu berlayar mulus ke ponsel semua orang tua. Koneksi internet yang tak merata, istilah teknis yang membingungkan, serta perbedaan tradisi pendaftaran antartahun membuat sebagian keluarga terjebak di lubang misinformasi.
Menyisir Ruang Sunyi Informasi
Pakar pendidikan Universitas Lampung menilai pemerintah perlu bahasa sederhana dan simulasi video agar perubahan aturan lebih mudah dipahami. “Feature interaktif atau lokakarya kilat di kelurahan bisa memangkas miskomunikasi,” kata Arya Putra.
Sementara itu, Bagus dan Rani kini menatap layar laptop dengan harapan baru. Setelah berkali-kali mencoba, kolom status akhirnya berubah hijau: “Data diterima.”
Rani berbalik memeluk ayahnya. Kopi di meja telah dingin, tetapi ketegangan yang mendera sejak subuh perlahan surut. Di luar, matahari mulai menanjak, menyinari harapan keluarga-keluarga lain yang masih berjuang menaklukkan baris-baris formulir daring dan tumpukan aturan baru. (Umar Robbani)