UMAR ROBBANI
PANDEMI Covid-19 menciptakan krisis multidimensi yang berdampak pada peningkatan kemiskinan. Kemampuan bertahan dan beradaptasi salah satu kunci untuk menghadapi kondisi tersebut.
“Sejak pandemi dengan keterbatasan mobilitas masyarakat, banyak sektor yang terdampak. Masyarakat kehilangan pekerjaan yang berdampak pada peningkatan kemiskinan,” kata Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Antisipasi kemiskinan pascapandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (28/4).
Diskusi itu dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR Luthfi Assyaukanie. Narasumber yang terlibat, di antaranya Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati, Guru Besar Universitas Mercu Buana/pendiri Indef Prof Didik Rachbini, dan Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir.
Kemudian, Senior Faculty-United In Diversity Suyoto dan Ekonom, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga/FEB Unair Lilik Sugiharti.
Menurut Lestari, untuk menekan angka kemiskinan di masa pandemi, perlu memfokuskan kerja-kerja agar pandemi Covid-19 ini bisa dikendalikan sehingga persyaratan ekonomi untuk bergerak bisa dipenuhi.
Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat sejumlah kebijakan yang diterapkan juga jangan menimbulkan permasalahan baru. Kemampuan bangsa ini bertahan dan beradaptasi, salah satu kunci untuk mengatasi tantangan di masa pandemi.
Upaya vaksinasi nasional, ujar Rerie, sebenarnya sudah membangkitkan optimisme kepada masyarakat bahwa bangsa ini mampu melewati pandemi Covid-19.
Namun, ujar anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, peristiwa ledakan kasus positif Covid-19 di sejumlah negara, seperti India, cukup mengkhawatirkan semua.
Kemiskinan
Guru Besar Universitas Mercu Buana/pendiri Indef, Didik Rachbini menilai untuk melihat kemiskinan tidak cukup mengacu kepada angka kemiskinan semata.
Rangkaian indikasi kemiskinan seperti tahapan pengangguran, kemiskinan dan sektor informal harus dilihat sebagai satu kesatuan.
Angka kemiskinan 27,5 juta orang yang dilansir BPS itu, menurut Didik, tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya masyarakat yang miskin.
Sebab, ujarnya, angka 27,5 juta orang miskin itu muncul berdasar pada garis kemiskinan yang ditetapkan bahwa batasan orang miskin adalah yang berpenghasilan Rp430 ribu per bulan per orang.
“Dengan biaya hidup yang makin tinggi kenyataannya bisa dua atau tiga kali lebih besar dari angka kemiskinan itu, sehingga implikasi upaya untuk mengatasinya juga harus lebih besar,” ujar Didik.
Senior Faculty United In Diversity, Suyoto berpendapat untuk mengentaskan kemiskinan harus dilakukan dengan upaya yang holistik dari berbagai aspek.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan, antara lain relokasi jika diperlukan, hadirkan industri yang tepat, penguatan pendidikan, perbaikan lingkungan hidup dan pengembangan jaminan sosial. (MI/S1)