MENTERI Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan hingga Selasa (13/7) belum memberikan kepastian soal perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat.
Opsi perpanjangan PPKM darurat lebih dulu merebak lewat pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal skenario berat dalam penyelamatan ekonomi, dengan mempertimbangkan lama perpanjangan hingga enam minggu.
“Belum ada rencana perpanjangan PPKM darurat. Namun kita akan cermati dulu perkembangan penurunan laju penyebaran kasus covid-19,” kata Juru Bicara Menko bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi kepada Media Indonesia, Selasa (13/7).
Menurut Jodi, saat ini pemerintah tengah mengerjakan berbagai hal dalam upaya menekan penularan covid-19 yang semakin ganas di Tanah Air. Kemarin saja (12/7), kasus covid-19 kembali rekor dengan 40 ribu kasus per hari.
Langkah prioritas yang dikerjakan Luhut dan K/L menurut Jodi ialah mengusahakan tersedianya kecukupan oksigen bagi seluruh daerah dengan memaksimalkan pasokan oksigen dari perusahaan-perusahaan nasional di Indonesia maupun impor dari negara lain.
“Selain itu penambahan tempat tidur intensif dan ICU menjadi sangat penting hari ini. Pemerintah meminta agar tempat tidur intensif dan ICU tersedia 40% – 50% dari seluruh yang ada di rumah sakit di seluruh Jawa-Bali,” kata Jodi.
Pemerintah, lanjutnya, juga akan segera membangun rumah sakit lapangan dengan memaksimalkan seluruh gedung milik pemerintah yang sedang diidentifikasi oleh TNI dan Polri dengan melibatkan peran Kementerian Kesehatan. Lalu, mengupayakan ketersediaan obat-obatan ke pasien covid-19 bergejalan ringan dan orang tanpa gejala (OTG) serta langkah lainnya.
Secara terpisah, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Iwan Ariawan menilai pemerintah harus memperpanjang masa PPKM darurat. Hal itu dilakukan mengingat perkembangan kasus covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
“Sebaiknya PPKM darurat diperpanjang karena efek dari pembatasan mobilitas seperti ini baru akan terlihat setelah 2 minggu atau lebih,” kata Iwan.
Iwan menyebut, terlebih lagi aturan tersebut baru dikeluarkan setelah ada peningkatan kasus yang cukup tinggi di Indonesia. “Ini dibutuhkan waktu yang lebih lama dari 2 minggu untuk melihat ada efek pada jumlah kasusnya. Idealnya mungkin bisa ditambahkan lagi 2 minggu, kemudian dilakukan evaluasi kembali,” ujar Iwan. (MI/S1)