TINGGINYA angka kematian akibat Covid-19 dinilai ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono akibat adanya persepsi yang salah terhadap bahaya varian virus corona B.1.617.2 atau varian delta.
Selama ini risiko kematian akibat Covid-19 lebih lekat ke populasi lanjut usia (lansia), dan ternyata bergeser ke kelompok masyarakat berusia produktif.
“Virus Covid-19 sebelumnya memang menyebabkan kematian paling tinggi di usia 55 tahun ke atas. Tapi varian delta itu menyerang semua kelompok umur,” kata Tri Yunis, Rabu (4/8).
Karena menyerang semua kelompok umur, kata dia, risiko kematian juga bisa menyerang siapa saja. Ia sepakat jika ada anggapan usia produktif lebih tinggi mobilitasnya yang membuat mereka terpapar.
Namun, kata dia, selama ini, kata dia, pemerintah masih beranggapan varian delta sama dengan varian lainnya dilihat dari proteksi dan berbagai kebijakan yang dilakukan.
“Selama ini pemerintah, satgas semua menyamakan. Padahal semua negara punya persepsi yang membahayakan, Singapura lockdown karena varian delta. Persepsi ini yang harus diubah,” ujarnya.
Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melaporkan kecenderungan pergeseran risiko kematian akibat Covid-19 dari populasi lanjut usia (lansia) ke kelompok masyarakat berusia produktif. Kematian pada kelompok produktif melonjak.
Hal itu berdasar pada laju kasus kematian akibat covid-19 dalam kurun Juni hingga Juli 2021. Rata-rata angka kematian mencapai 1.582 orang per hari.
Kasus kematian tidak didominasi kelompok lansia di atas 60 tahun. Namun, dialami kelompok usia 46—59 tahun. Angka kematian melonjak hampir lima kali lipat dari 2.500 menjadi 13.000. Bahkan, kematian pada anak-anak akibat virus corona juga meningkat cukup signifikan. (MI/R5)