UPAYA percepatan vaksinasi di Tanah Air terhadang embargo di beberapa negara produsen vaksin, hal ini membuat laju vaksinasi Covid-19 mendatang tidak secepat sebelumnya.
Banyak negara-negara Eropa dan beberapa negara di Asia, seperti India, Filipina, Papua Nugini, serta beberapa negara di Amerika Selatan seperti Brasil, terjadi lonjakan ketiga dari kasus aktif Covid-19.
Akibatnya, negara-negara yang memproduksi vaksin di lokasi tersebut mengarahkan agar produksi vaksinnya tidak boleh diekspor, hanya boleh dipakai di negara masing-masing.
Hal itu telah memengaruhi ratusan negara di dunia, termasuk Indonesia. Sehingga jumlah vaksin yang tadinya tersedia untuk Maret dan April masing-masing 15 juta dosis atau total 30 juta dosis hanya bisa dapat 20 juta dosis.
“Kita atur kembali sehingga kenaikannya tidak secepat sebelumnya. Karena memang vaksinnya yang berkurang suplainya,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan resmi Selasa (6/4).
Menkes Budi mengharapkan dapat dilakukan negosiasi dengan negara-negara produsen vaksin. “Mudah-mudahan Mei bisa kembali normal sehingga kita bisa melakukan vaksinasi dengan rate seperti sebelumnya yang terus meningkat,” ujar Menkes Budi.
Terkait dengan keterbatasan suplai vaksin, kata Menkes Budi, prioritas penerima vaksinasi mesti diperjelas. Prioritas diatur berdasarkan risiko terpapar.
Data yang ada di Kementerian Kesehatan menunjukkan dari 1,5 juta yang terpapar, sebanyak 10%-nya lansia di atas 60 tahun. Tapi dari 100% yang wafat, 50%-nya adalah lansia.
“Jadi kelihatan sekali bahwa teman-teman kita di atas 60 tahun itu berisiko tinggi. Kalau kita lihat yang masuk rumah sakit yang wafat untuk non-lansia hanya sekitar 10% dari total yang masuk, tapi kalau lansia hampir tiga kali lipat,” kata Menkes.
Oleh karena itu, dengan adanya keterbatasan vaksin pada April ini akan diarahkan untuk disuntikkan kepada lansia. (MI/R5)







