Hendrivan Gumala
Wartawan Lampung Post
SEPTEMBER 2001, saat berumur 18 tahun, saya pertama kalinya menginjakkan kaki di Tanah Lado. Dengan diantar kedua orang tua, kami bertiga menginjakkan kaki di Lampung setelah melalui sekitar 9 jam perjalanan kereta api kelas bisnis dari Prabumulih, Sumatra Selatan. Keluar dari stasiun Tanjungkarang kami mencari warung telepon umum untuk memberi kabar uak, kakak tertua ibu saya, bahwa kami telah sampai di Tanjungkarang.
Yang saya ingat waktu itu, kami menyusuri bawah Ramayana atau biasa disebut orang dengan Terminal Pasar Bawah yang dipenuhi angkot. Sewaktu mencari-cari wartel, kami melintasi kumpulan anak punk yang sedang asyik mengobrol. Ibu saya langsung menasihati saya, “Nak, kau ke Lampung untuk sekolah jangan berbuat aneh-aneh!”
Tidak lama berselang kami dijemput kakak tertua ibu dengan kendaraan. Sepanjang perjalanan menyusuri Jalan Raden Intan, menuju Jalan Kartini, Jalan Teuku Umar, Jalan ZA Pagaralam, Jalan Untung Suropati, hingga sampai di Jalan RA Basyid, Labuhandalam, Bandar Lampung. Di sanalah uak saya tinggal.
Sepanjang jalan tersebut, saya cukup menikmati suasana Kota Bandar Lampung. Namun, saya langsung membandingkan dengan Kota Palembang, satu-satunya kota besar yang pernah saya kunjungi. Dalam hati saya berkata ternyata Kota Bandar Lampung kecil, tidak sebesar Kota Palembang. Setahu saya, Lampung dulu masuk Sumbagsel.
Sekarang September 2022, ternyata saya sudah berdiam di Bandar Lampung selama 22 tahun. Bekerja di sini, mempersunting istri orang sini dan mendirikan rumah di sini. Saat kehidupan di Bandar Lampung dimulai dari menimba ilmu di salah satu perguruan swasta selepas SMA. Berlanjut dengan berbagai pengalaman hidup yang banyak didapat di Lampung.
Terkadang selepas pulang kerja, saat malam hari, saya sering menyusuri jalan-jalan yang saya lalui saat pertama kali ke Bandar Lampung. Saya kadang berpikir, rencana awal hanya untuk menimba ilmu kemudian pulang lagi ke kampung halaman. Namun, akhirnya saya tetap bertahan 22 tahun di Bandar Lampung. Kini, menjadi saksi Kota Bandar Lampung yang berkembang menjadi metropolitan.




