KEBIJAKAN perpajakan di dunia yang semakin terintegrasi menghadapi beragam tantangan yang semakin rumit. Salah satu masalah utama, yakni persaingan antarnegara dalam menarik investasi. Banyak negara berusaha keras untuk memberikan tarif pajak yang lebih rendah, menawarkan insentif fiskal, atau mendirikan zona ekonomi khusus guna menarik perusahaan multinasional.
Tanpa adanya strategi yang tepat, persaingan ini berpotensi melemahkan kedaulatan fiskal negara tersebut. Sementara itu, digitalisasi ekonomi telah mengubah cara perpajakan secara mendasar. Perusahaan digital, seperti platform perdagangan online, penyedia layanan cloud, dan jaringan sosial dapat menjalankan bisnis mereka di seluruh dunia tanpa harus hadir secara fisik di beberapa negara.
Hal ini menciptakan tantangan dalam hal identifikasi dan pemajakan pendapatan yang diperoleh di negara-negara tersebut. Ketidakmampuan sistem perpajakan tradisional dalam menangkap basis pajak dari perusahaan digital memicu praktik penghindaran pajak, ketika perusahaan mengambil keuntungan dari celah hukum serta perbedaan dalam aturan pajak antarnegara.
Kerja sama antarnegara juga menjadi semakin penting. Forum internasional, seperti G20, IMF, dan PBB dapat berfungsi sebagai wadah untuk mendorong penyelarasan aturan perpajakan antarnegara. Dengan pendekatan multilateral ini, negara-negara memiliki kesempatan lebih besar untuk mengembangkan sistem perpajakan yang adil, mengurangi risiko penghindaran pajak, dan meningkatkan penerimaan domestik.
Namun, reformasi tersebut juga harus didukung oleh kebijakan domestik yang inklusif. Di tingkat nasional, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan perpajakan tidak hanya menguntungkan perusahaan besar, tetapi juga memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah (UKM), yang sering menjadi pilar utama ekonomi di negara berkembang.
Reformasi Kebijakan Perpajakan
Reformasi kebijakan pajak di Indonesia menjadi sangat penting untuk mengatasi tantangan yang muncul dari pergeseran ekonomi global yang terus berlangsung. Dinamika perekonomian global yang semakin terhubung menghasilkan berbagai tantangan baru, seperti ketidakstabilan ekonomi, perubahan dalam pola perdagangan internasional, dan kebutuhan untuk membangun sistem pajak yang kompetitif tapi tetap adil.
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah langkah strategis untuk menjadikan kebijakan pajak sebagai salah satu alat utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi serta memastikan keadilan dalam aspek fiskal. Perubahan tarif pajak dianggap sebagai langkah krusial untuk meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat internasional.
Tarif pajak yang tinggi bisa menjadi penghalang bagi investasi, baik lokal maupun asing. Oleh sebab itu, pemerintah berusaha untuk menyesuaikan tarif pajak, khususnya untuk mendukung sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Kebijakan insentif pajak, seperti pengurangan tarif pajak penghasilan UMKM, telah dilaksanakan untuk mendorong perkembangan sektor ini. Dengan pendekatan ini, tidak hanya pendapatan negara yang meningkat, tetapi juga tercipta lebih banyak kesempatan kerja untuk masyarakat.
Dalam era globalisasi dan digitalisasi yang semakin mendominasi, kebijakan pajak berperan penting dalam menciptakan keadilan fiskal sekaligus menjaga keberlangsungan pendapatan negara. Salah satu langkah signifikan dalam reformasi pajak secara internasional adalah pelaksanaan Pilar 1 dan Pilar 2 yang diprakarsai oleh OECD. Tujuan dari upaya ini adalah memastikan perusahaan multinasional memberikan kontribusi pajak yang adil di negara tempat mereka beroperasi dan mendapatkan keuntungan.
Pilar 1 mengatur distribusi pajak berdasarkan tempat penjualan, bukan hanya lokasi kantor pusat perusahaan. Kebijakan ini mengakui bahwa nilai ekonomi diciptakan tidak hanya di lokasi produksi, tetapi juga di area konsumsi. Oleh karena itu, Pilar 1 diharapkan memberikan hak pemungutan pajak yang lebih adil kepada negara-negara tempat pasar, terutama negara berkembang yang sering menjadi sumber utama konsumen. Sementara itu, Pilar 2 memperkenalkan pajak global minimum sebesar 15%.
Bagi Indonesia, penerapan kebijakan ini menghadirkan tantangan dan kesempatan. Dalam konteks digitalisasi, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting dengan menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk produk digital. Namun, pelaksanaan kebijakan ini masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kebutuhan akan infrastruktur data yang kuat dan pengembangan kapasitas lembaga untuk memahami serta mengelola transaksi digital antar negara.
Tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah risiko erosi basis pajak yang disebabkan semakin rumitnya aktivitas ekonomi digital. Transaksi antarnegara yang semakin meningkat sering tidak sepenuhnya teridentifikasi oleh sistem perpajakan konvensional sehingga dapat mengurangi pendapatan negara. Oleh karena itu, penguatan teknologi dan regulasi menjadi sangat penting.
Di sisi lain, pelaksanaan Pilar 1 dan Pilar 2 membuka peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan pendapatan pajak dari perusahaan multinasional yang beroperasi di pasar domestik. Dengan pasar konsumsi yang besar, Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat untuk memperoleh bagian pajak yang adil. Pajak global minimum juga dapat membantu mengendalikan praktik penghindaran pajak yang merugikan.
Dampak Ekonomi Domestik
Kebijakan pajak di Indonesia memiliki peran krusial dalam menjawab perubahan yang terjadi dalam ekonomi global. Salah satu efek nyata dari kebijakan ini adalah kemampuannya untuk mendorong investasi dan konsumsi, yang pada gilirannya dapat merangsang pertumbuhan ekonomi.
Misalnya, pengurangan pajak untuk perusahaan memberikan dorongan bagi bisnis untuk meningkatkan keuntungan dan memperluas kegiatan operasional mereka. Tindakan ini diharapkan dapat menghasilkan dampak positif yang berkelanjutan bagi ekonomi secara keseluruhan, seperti penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan kemampuan beli masyarakat.
Namun, di sisi lain, para pelaku UMKM juga menghadapi tantangan, terutama dengan semakin ketatnya persaingan global. Oleh karena itu, memberikan insentif pajak yang lebih fokus dan spesifik untuk UMKM sangat penting agar mereka dapat meningkatkan daya saing dan berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.
Selain itu, upaya meningkatkan basis pajak lewat inklusi ekonomi merupakan langkah strategis untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan. Inklusi ekonomi ini mencakup peningkatan kesadaran pajak di berbagai kalangan masyarakat, terutama di sektor informal yang selama ini kurang terjangkau oleh sistem perpajakan.
Dengan memperluas basis pajak, pemerintah tidak hanya bisa meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan lingkungan investasi yang lebih mendukung dan kompetitif. Hal ini sangat penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, saat pendapatan pajak digunakan untuk mendanai proyek infrastruktur, pendidikan, dan program sosial lainnya. *