Memerangi Penyebar Kebohongan

AKTIVITAS penyebaran kabar bohong (hoaks) sudah masuk kategori mengkhawatirkan. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan sejak awal pandemi masuk ke Indonesia, Maret 2020 hingga 26 Januari 2021, terdapat 1.387 isu hoaks tersebar di dunia maya. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo pun menuding hoaks menyebabkan 30% masyarakat Indonesia meragukan keamanan dan kehalalan vaksin. Sebanyak 90,3% hoaks tersebar di berbagai platform media massa maupun sosial, termasuk soal vaksin covid-19. Di Bumi Rua Jurai setidaknya sudah ada enam orang tengah menjalani proses hukum lantaran penyebaran berita bohong. Kepolisian Daerah Lampung menyatakan dari enam kasus tersebut seluruhnya terkait berita bohong dan sebaran ujaran kebencian seputar covid-19. Bermain-main dengan hoaks dapat berujung pidana. Oleh karena itu, kita menyambut baik langkah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengingatkan perihal Fatwa MUI No. 242.017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. MUI tegas menyatakan kegiatan di dunia maya, khususnya konten media sosial, yang bertujuan negatif hukumnya haram. Dalam fatwa itu, MUI melarang aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi bohong, gosip, fitnah, aib, dan hal sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun nonekonomi. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa, dan orang yang memfasilitasinya. Hukum haram juga berlaku bagi pihak yang memproduksi atau menyebarkan konten-konten tersebut. Begitu pula bagi konten membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar. Kemudian, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, serta menyembunyikan kebenaran dan menipu khalayak. Fatwa MUI tersebut ditujukan masyarakat dan pemangku kebijakan agar memastikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi didayagunakan untuk kepentingan umum dan mencegah kerusakan. Sebab, masyarakat perlu terlibat dalam bermedia sosial secara lebih luas, bijak, dan memberi manfaat. Adapun penggunaannya yang tidak berfaedah dan tidak memberi manfaat, selain merugikan orang lain juga terdapat celah masuknya tindak pidana. Dengan memproduksi dan menyebarkan konten negatif, pelakunya bisa dijerat dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hingga Oktober 2020, terdapat 324 kasus pidana yang menggunakan UU ITE dari berbagai provinsi. Tren penggunaan media sosial yang tinggi menjadi pemicu tingginya angka pelaporan UU ITE dengan masifnya penggunaan media sosial via gawai. Keberadaan UU ITE dan fatwa haram MUI diharapkan menjadi senjata ampuh memerangi para penyebar kabar bohong dan meredam ancaman makin meluasnya informasi sesat menyesatkan di tengah masyarakat.

Memerangi Penyebar Kebohongan

Sebanyak 90,3% hoaks tersebar di berbagai platform media massa maupun sosial, termasuk soal vaksin covid-19.

Paradoks Retorika Berantas Korupsi!

Bupati Lampung Barat Lakukan Vaksinasi Tahap II

ricky marly

Bupati Lampung Barat Lakukan Vaksinasi Tahap II

Dosen Pertanian Unila Meninggal Akibat Covid-19

Pemahaman Masyarakat Sukseskan Vaksinasi Covid-19

Paripurna Istimewa Akhir Masa Jabatan Wali Kota Bandar Lampung Periode 2016—2021

Proyek Pembangunan SPAM Di Bandar Lampung

BERITA TERBARU

TOP NEWS

Benang Merah Konflik Manusia dengan Satwa

23 Ribu Peserta Gagal Masuk SMA/SMK Negeri

Tembus Rp12,42 Miliar Ekonomi Syariah kian Kokoh

Jalur SPMB SMP Prioritaskan Jarak

Perencanaan Keuangan Kunci Kemapanan Finansial

Perkuat Akses Keuangan Inklusif

Kebingungan Peserta Warnai Hari Pertama SPMB

Buka Ekspor Sawit di Pasar Eropa

Perketat Pengawasan Truk ODOL

Kreatif Hadapi Efisiensi Anggaran

POPULAR POST

Pelantikan Pimpinan DPRD Lampura Berlangsung Sederhana

BPK RI Periksa Keuangan Polres Lampung Timur

Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 18 Agustus 2025

Kondisi PSM Makassar Belum Ideal Jelang Laga Kedua

Koran Digital Lampung Post, Edisi Kamis, 14 Agustus 2025

Tentang Kami

Alamat Kami

Iklan & Sirkulasi

Selamat Datang kembali!

Ambil kata sandi Anda