“Our flag is not just one of many political points of view. Rather, the flag is a symbol of our national unity.” Adrian Cronauer
BENDERA bukan sekadar kain berwarna atau simbol negara yang berdiri tegak di tiang. Bendera adalah semangat dan identitas bangsa, pengingat akan perjuangan penuh pengorbanan. Di Indonesia, Bendera Merah Putih menjadi bendera negara yang menunjukkan identitas persatuan seluruh rakyatnya. Simbol darah, keringat, dan air mata yang telah ditumpahkan demi kemerdekaan dan keutuhan bangsa.
Melalui bendera ini, kita mengenang perjuangan yang mengikat semangat dan rasa patriotis rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan, mengatasi perpecahan, dan memperkokoh rasa cinta terhadap Tanah Air.
Merah dan putih bukan sekadar warna, keduanya telah lama dikenal sebagai simbol yang bermakna bagi masyarakat Nusantara. Merah melambangkan keberanian dan kekuatan, sementara putih mencerminkan kesucian dan ketulusan. Sejak era Majapahit, bendera merah putih telah digunakan dalam berbagai upacara penting, melambangkan keberanian serta semangat persatuan yang menjadi ciri khas Nusantara. Warna-warna ini kemudian diadopsi oleh para pejuang kemerdekaan sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan dan akhirnya ditetapkan sebagai lambang negara saat Proklamasi Kemerdekaan 1945.
Dalam sejarah Nusantara, bendera merah putih pertama kali digunakan pada masa Kerajaan Kediri. Pada 1292, Raja Jayakatwang menggunakan bendera merah putih saat berperang melawan Prabu Kertanegara dari Kerajaan Singasari. Penggunaan bendera merah putih juga terjadi pada masa Kerajaan Majapahit, abad ke-13 hingga abad ke-16. Di era Majapahit, bendera merah putih merupakan lambang kebesaran kerajaan. Hal itu ditulis dalam buku Negarakertagama karya Mpu Prapanca. Dalam buku tersebut, Empu Prapanca menegaskan bahwa simbol warna merah dan putih selalu terlihat di setiap upacara kebesaran Prabu Hayam Wuruk.
Selain merah putih, pada era Majapahit, Empu Tantular, seorang filsuf dan pujangga, mengajarkan konsep Bhinneka Tunggal Ika—berbeda-beda tetapi tetap satu. Ungkapan ini bukan sekadar kalimat, melainkan pesan yang dalam tentang pentingnya persatuan di tengah keberagaman. Tantular menekankan bahwa perbedaan seharusnya menjadi kekuatan pemersatu, bukan sumber perpecahan. Bendera Merah Putih menjadi salah satu simbol yang dapat menyatukan semua elemen bangsa di bawah satu identitas yang kokoh.
Pelantikan kabinet yang bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10 November, menjadi momentum refleksi yang kuat untuk menghayati kembali makna simbol merah putih. Hari Pahlawan tidak hanya menandai sejarah, tetapi juga menjadi pengingat akan kemerdekaan yang diraih melalui pengorbanan yang luar biasa.
Pada tahun ini, peringatan Hari Pahlawan terasa lebih istimewa dengan pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia. Sebagai seorang purnawirawan militer, Prabowo membawa sentuhan nasionalisme yang kuat dengan menamai kabinetnya “Kabinet Merah Putih”. Nama ini bukan hanya sekadar identitas pemerintahan, melainkan juga simbol kecintaan terhadap bangsa dan pengingat akan makna merah putih sebagai simbol perjuangan melawan penindasan.
Semangat Kebangsaan
Dalam suasana Hari Pahlawan ini, saya teringat dengan kutipan Adrian Cronauer, seorang mantan sersan Angkatan Udara AS yang berperan penting selama Perang Vietnam. Sebagai penyiar radio militer, Cronauer membawa semangat patriotisme di tengah kondisi perang yang penuh tekanan.
Ketika bekerja di Departemen Pertahanan AS pada awal 2000-an, Cronauer menyampaikan pandangannya tentang bendera nasional. Ia mengatakan, “Our flag is not just one of many political points of view. Rather, the flag is a symbol of our national unity,” yang berarti bahwa bendera adalah simbol persatuan nasional yang melampaui kepentingan politik.
Kata-kata Cronauer ini terasa relevan untuk melihat Indonesia pasca-Pemilu 2024. Dalam tahun politik yang penuh perbedaan pandangan, rakyat Indonesia sempat larut dalam hiruk-pikuk perdebatan antara berbagai partai politik dan kelompok kepentingan. Namun, pada akhirnya, seluruh rakyat harus menyadari bahwa di atas perbedaan tersebut, Merah Putih adalah lambang persatuan kita sebagai bangsa.
Pemilihan nama Kabinet Merah Putih oleh Prabowo tidak hanya menunjukkan kebijaksanaan, tetapi juga sebagai pengingat bahwa kita semua berada di bawah satu bendera. Prabowo ingin agar Kabinet Merah Putih ini menjadi simbol nasionalisme yang membawa bangsa Indonesia menuju persatuan sejati, dengan seluruh lapisan masyarakat dapat hidup rukun, damai, dan saling menghargai. Sebab, di tengah perbedaan yang ada, Merah Putih berdiri sebagai simbol yang mengikat seluruh elemen bangsa.
Kerukunan dalam Membangun Bangsa
Kita melihat Presiden Prabowo memahami bahwa menjaga kerukunan di tengah keberagaman adalah kunci untuk mewujudkan Indonesia yang kuat dan berdaulat. Persatuan yang kokoh tidak hanya terwujud dari semangat nasionalisme formal, tetapi juga tumbuh dari akar budaya dan adat istiadat yang mengikat setiap individu dalam masyarakat. Merah Putih adalah mozaik indah yang menghubungkan dan menyatukan bangsa Indonesia melalui persatuan yang kokoh dari berbagai suku, ras, agama, dan budaya yang hidup berdampingan.
Di Bali, semangat nasionalisme terwujud dalam pelestarian budaya dan kearifan lokal. Bagi masyarakat Bali, menjaga adat istiadat tidak hanya melestarikan warisan leluhur, tetapi juga merupakan bentuk cinta Tanah Air. Salah satu contoh nyata adalah pelaksanaan upacara adat dan festival budaya, seperti Nyepi dan Galungan, yang secara rutin digelar dengan khidmat. Dalam setiap upacara tersebut, masyarakat dari berbagai latar belakang berkumpul untuk bersama-sama melestarikan tradisi.
Selain Bali, nasionalisme juga dipraktikkan di Papua. Dengan keanekaragaman etnis dan kekayaan alamnya, Papua menjadi salah satu wilayah Indonesia yang menonjolkan semangat persatuan di tengah perbedaan. Salah satu bentuk nasionalisme masyarakat Papua terlihat dalam praktik budaya barapen atau bakar batu. Upacara ini adalah tradisi makan bersama yang melibatkan berbagai suku, kelompok usia, dan golongan di Papua. Di dalam upacara ini, masyarakat bekerja sama menyiapkan makanan dengan cara tradisional sebagai simbol persaudaraan dan kebersamaan. Di Papua pula, bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu di antara berbagai bahasa lokal yang dipergunakan oleh warga Papua.
Pada 10 November 1945, hari yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan, terjadi peristiwa heroik yang membangkitkan semangat nasionalisme di Surabaya. Sejumlah pemuda Surabaya, termasuk Hariyono dan Sidik, dengan berani memanjat tiang bendera di atap Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) untuk menurunkan bendera Belanda yang berwarna merah-putih-biru. Mereka merobek bagian biru pada bendera tersebut sehingga yang tersisa hanyalah warna merah dan putih—simbol kemerdekaan Indonesia. Aksi ini tidak hanya menandakan perlawanan terhadap kolonialisme, tetapi juga memicu pertempuran sengit dengan pasukan Sekutu, menjadikannya simbol kuat perjuangan rakyat Surabaya dalam mempertahankan kehormatan dan kemerdekaan bangsa.
Semangat kepahlawanan ini masih dihidupkan di Jawa Timur hingga kini, terutama melalui pendidikan dan pelestarian seni budaya lokal. Banyak pesantren dan sekolah di wilayah ini yang mengajarkan nasionalisme sejak dini kepada para santri dan siswa, dengan menanamkan rasa cinta Tanah Air melalui kurikulum berbasis budaya dan sejarah lokal.
Di Lampung, semangat nasionalisme hidup dalam kebersamaan dan gotong royong yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat. Masyarakat Lampung memiliki filosofi hidup yang disebut piil pesenggiri, yaitu nilai-nilai yang mendorong masyarakat untuk menjaga harga diri, kesopanan, dan solidaritas. Nilai ini tecermin dalam praktik-praktik sosial, masyarakat selalu siap membantu satu sama lain dalam berbagai kegiatan, seperti saat panen, perayaan adat, hingga acara pernikahan.
Lampung juga terkenal dengan keragaman budayanya yang dihuni oleh berbagai suku, seperti suku Lampung asli, Jawa, Sunda, dan Bali yang telah lama hidup berdampingan secara harmonis. Di tengah keberagaman ini, masyarakat Lampung menunjukkan bahwa persatuan dapat terwujud melalui toleransi dan sikap saling menghormati. Festival Krakatau di Lampung menjadi contoh nyata bagaimana keberagaman budaya dapat memperkuat persatuan, membuktikan bahwa di balik warna-warni budaya terdapat semangat kebersamaan yang kokoh.
Kerukunan menjadi fondasi dalam menjaga stabilitas negara. Sebuah bangsa yang kuat adalah bangsa yang mampu menjaga persatuan di tengah keragaman. Dalam konteks ini, Prabowo mengajak seluruh rakyat untuk menumbuhkan rasa toleransi dan saling menghormati. Sebab, dengan kerukunan, kita tidak hanya memperkuat jati diri bangsa, tetapi juga meneguhkan posisi Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat di mata dunia.
Prabowo menyadari bahwa untuk menjaga semangat nasionalisme yang kuat, Indonesia harus bijak dalam menghadapi tantangan global ini. Nasionalisme modern menuntut kita untuk berpikir terbuka tanpa melupakan akar budaya dan jati diri bangsa. Dalam situasi ini, Prabowo mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal, bahasa daerah, serta nilai-nilai kebangsaan yang telah diwariskan oleh para pendahulu. Nasionalisme Indonesia harus mampu beradaptasi dengan kemajuan dunia, tetapi tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Selain itu, persaingan ekonomi global juga menuntut Indonesia untuk memiliki kemandirian. Nasionalisme dalam konteks modern tidak hanya berkaitan dengan kebanggaan terhadap bendera dan lambang negara, tetapi juga kemandirian dalam mengelola sumber daya dan memanfaatkan potensi lokal. Dalam menghadapi produk-produk asing, Prabowo mengajak masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri, mendukung usaha lokal, dan membangun ekonomi yang kuat dari dalam negeri. Ini adalah bentuk nyata dari nasionalisme ekonomi yang dapat membawa Indonesia menuju kemandirian.
Harapan Masyarakat
Di tengah tantangan global dan tuntutan era modern, masyarakat Indonesia, termasuk di Lampung, memiliki harapan besar terhadap kepemimpinan Prabowo. Di Lampung, masyarakat menyambut Kabinet Merah Putih dengan antusiasme tinggi, karena mereka percaya bahwa pemerintahan baru ini akan membawa semangat baru untuk menjaga persatuan di tengah masyarakat. Bagi masyarakat Lampung, simbol Merah Putih yang diusung Prabowo adalah cerminan dari harapan akan Indonesia yang kuat, tangguh, dan bermartabat.
Masyarakat Lampung, yang kaya akan kebudayaan dan adat istiadat, berharap agar pemerintah pusat memperhatikan kebutuhan daerah dan mendukung upaya untuk memperkuat persatuan dalam masyarakat. Lampung memiliki potensi besar, baik dalam sektor pertanian, perkebunan, maupun pariwisata. Lampung bukan satu-satunya provinsi yang menaruh harapan besar pada pemerintah.
Dari Sabang hingga Merauke, rakyat Indonesia memiliki impian yang sama: Indonesia yang bersatu, damai, dan maju. Mereka ingin melihat bangsa ini berdiri tegak di panggung dunia, dihormati dan disegani. Mereka percaya bahwa di tangan Prabowo, Indonesia dapat kembali menjadi “Macan Asia”—negara yang unggul, bermartabat, dan berdaulat.
Bendera Merah Putih bukan hanya warna di kain, melainkan jati diri bangsa yang menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga simbol ini, merawat persatuan, dan membangun negara. Dengan kerukunan dan persatuan, kita yakin bahwa Indonesia dapat menghadapi segala tantangan dan mencapai masa depan yang lebih gemilang.
Dia bukan dua buah warna, tapi adalah satu warna , warna yg senapas dan sejiwa di hati setiap anak bangsa karena merah putih adalah kulminasi dari simbol persatuan dan kebanggaan yang mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Bendera Merah Putih tidak hanya melambangkan kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata, tetapi juga menjadi pengingat akan cita-cita luhur untuk membangun bangsa yang maju dan bermartabat. Setiap anak bangsa memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mengibarkan bendera ini dengan penuh rasa cinta Tanah Air, karena di bawah naungan Merah Putih-lah kita berdiri sebagai satu bangsa.
Dengan mengibarkan Merah Putih di berbagai bidang kehidupan, kita menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bangsa yang kuat, bersatu, dan siap menghadapi tantangan global. Semangat ini menginspirasi seluruh rakyat untuk bekerja keras, berinovasi, dan terus maju, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang semakin dihormati dan disegani. Dengan menjaga Merah Putih tetap berkibar, kita tidak hanya menjaga warisan para pahlawan, tetapi juga mewujudkan harapan untuk masa depan yang lebih gemilang bagi generasi mendatang. *
*
Penulis adalah SPDB Drs. Pangeran Edward Syah Pernong, S.H., M.H., di samping sebagai seorang purnawirawan brigadir jenderal polisi yang pernah menjabat Kapolda Lampung. Dia adalah salah satu sultan bertakhta dari Kerajaan Sekala Brak Kepaksian Pernong Lampung, cucu kandung dari dua pahlawan, perintis, dan pejuang kemerdekaan dari Bumi Sriwijaya, yaitu Pahlawan KI Akmal Dalom Raja Kapitan Pahlawan Rakyat Ranau Sumsel dan Pahlawan Pangeran Suhaimi Sultan Lela Muda, eks Bupati Perang Pemerintah Darurat Lampung Tengah Front Utara saat revolusi kemerdekaan.
SPDB Drs. Pangeran Edward Syah Pernong, S.H., M.H. juga putra dari Pangeran Maulana Balyan Sultan Kepaksian Pernong ke-22, Letnan Muda Inf Yon 2001 Sriwijaya yang pernah menjabat sebagai Komandan Front Kemelak dalam peristiwa Palagan Kemarung—perebutan Kota Batu Raja, salah satu Palagan yang terkenal keheroikannya di Bumi Sriwijaya dalam kancah perang kemerdekaan dan ikut terlibat dalam perebutan benteng Victoria dalam GOM 3 1950 , pendaratan pertama di pantai Ambon dalam membela tegaknya NKRI.