WASPADA! Itulah satu kata yang harus dicermati saat melandainya wabah Covid-19 di Tanah Air ini. Seluruh anak bangsa harus mewaspadai lonjakan kasus baru yang tetap menghantui jika masyarakat abai terhadap protokol kesehatan. Ancaman varian baru itu adalah SARS-CoV-2 mu atau B.1.621.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis pada 6 September 2021, bahwa kasus virus yang bermutasi baru ini–turunan dari corona yang ditemukan tiga negara dunia, yakni Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Negeri ini jangan lengah! Pintu masuk perjalanan internasional melalui laut dan udara harus dijaga ketat. Kesalahan jangan selalu berulang!
Pekan ini saja, untuk Jawa—Bali, kasus harian turun hingga 98% dari titik puncaknya pada 15 Juli. Kemudian, angka reproduksi efektif untuk pertama kalinya berada di bawah 1, yakni 0,98. Artinya, setiap 1 kasus corona secara rata-rata menularkan 0,98 orang atau jumlah kasus akan terus berkurang.
Penurunan itu merupakan kebanggaan. Tapi rakyat masih perlu diingatkan juga, pencegahan menjadi penting. Corona belum benar-benar sirna dari bumi nusantara. Ahli epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan gelombang ketiga Covid-19 masih berpeluang terjadi.
Alasan karena 80% penduduk Indonesia belum divaksin lengkap. Angka kasus menurun itu juga terkadang membuat warga lupa dengan protokol kesehatan, bahkan abai karena mobilitas tinggi. Apalagi ada pelonggaran kegiatan warga. Jangan sampai pandemi mengancam lagi. WHO mengingatkan varian itu dari corona ini lebih parah.
Fakta tidak terbantahkan beberapa gelombang pandemi meluluhlantakkan kehidupan manusia. Pada Januari 2021 adalah puncak pertama. Lalu kedua pada April 2021. Terakhir Agustus—September 2021. Penanganan wabah ini belum sepenuhnya tuntas, bahkan ahli epidemiologi memprediksi gelombang ketiga akan terjadi akhir Desember nanti.
Di jalan, pusat keramaian, ruang publik–masyarakat mulai euforia, bahkan merasa kehidupan normal lagi. Mengabaikan protokol kesehatan memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan. Apalagi mengendurnya kegiatan 3T (tracing, testing, dan treatment), maka gelombang ketiga pandemi dari cucu corona (Covid-19, delta, varian jenis mu) lebih ganas dan mematikan.
Varian mu secara ilmiah dikenal varian B.1.621. Virus baru ini memiliki mutasi yang menunjukkan risiko resistansi terhadap vaksin. Munculnya jenis baru ini menimbulkan kekhawatiran. WHO mengidentifikasi empat varian Covid-19, termasuk alfa yang berada di 193 negara dan delta di 170 negara. Lima varian lainnya, termasuk mu menjadi pekerjaan baru.
Sekali lagi, gelombang ketiga akan menyerang, jika pembatasan dibuka seluas-luasnya untuk mobilitas dan kegiatan. Bangsa ini masih butuh pengetatan aktivitas karena kekebalan komunal masih jauh panggang dari api. Sebanyak 70% penduduk belum mendapatkan vaksin lengkap.
Hingga pertengahan September, baru 28% warga mendapat dosis pertama dan 16% dosis kedua. Sedangkan target nasional harus 70%. Ini perlulah digenjot lagi untuk meredam keganasan virus corona. Kunci penanganan pandemi dengan memperkuat 3T dan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas), serta vaksinasi.
Di negeri ini, pengenduran 3M dan 3T sudah mulai sangat terasa. Beberapa daerah termasuk di Lampung mulai mengurangi protokol kesehatan seiring perbaikan level pandemi. Ini kesan. Dan dirasakan–terlalu buru-buru melonggarkan kegiatan warga apalagi vaksinasi belum tuntas. Celah wabah apalagi 3M dan 3T sudah abai. Siap-siap varian baru masuk Tanah Air.
***
Sebuah pelajaran dari luar negeri. Seorang anggota parlemen di Senayan bercerita bahwa Amerika Serikat kembali “diganggu” Covid-19. Lonjakan angka kasus sangat tajam karena varian baru. Padahal Negeri Paman Sam itu sudah melakukan vaksinasi. Tapi warganya sudah melepas masker.
Tidak ada jaminan! Kejadian di negara adidaya itu merupakan peringatan keras bagi Indonesia. Warga harus tetap waspada, tidak euforia, dan tidak berpuas diri. Tetap menaati protokol kesehatan. Juni lalu, semua rumah sakit penuh, mayat Covid-19 antre dikuburkan.
Banyak pasien harus dirawat di tenda-tenda . Belum lagi oksigen dan obat-obatan sulit didapatkan. Kini kasus harian itu menurun. Turunnya angka itu membuat orang tua mendesak sekolah dan perguruan tinggi menggelar pembelajaran tatap muka (PTM). Semua harus bangkit. Ekonomi harus menggeliat. Ibadah harus berjalan normal.
PTM secara terbatas tidak bisa ditunda. Mengapa? Anak-anak bangsa sudah sangat rindu belajar di kelas, tidak lagi daring. Keputusan PTM didahului vaksinasi guru, disusul siswa. Walaupun protokol kesehatan dijaga ketat, tetap saja rentan tertular Covid-19.
Terhadap datangnya varian baru menjadi kewaspadaan tingkat tinggi bagi dunia pendidikan. Hanya mengandalkan guru, sekolah, dan kampus dijaga protokol kesehatan, tapi warga masih tetap tidak disiplin. Penyebaran tetap terjadi. Transportasi umum sebagai fasilitas publik masih membahayakan akan keselamatan kesehatan siswa serta keluarga di rumah.
Laporan teranyar dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengungkapkan dari 47.033 sekolah yang melakukan PTM terbatas, sebanyak 2,77% sekolah menimbulkan klaster kasus Covid-19. Artinya, wabah itu belum berakhir, walaupun angkanya melandai. Tapi pihak sekolah perlu melakukan tracing dan treatment.
Berbagai kasus positif yang menghinggapi peserta didik di berbagai daerah harus menjadi pelajaran, sehingga kasus serupa tidak berulang dan PTM dapat dilaksanakan dengan aman. Penularan mungkin tidak di sekolah, tapi di perjalanan karena kepatuhan masyarakat menjaga protokol kesehatan mulai menurun di ruang pulik. Ini berbahaya!
Sekolah dan kampus dihadapkan dua pilihan yang tidak mudah. Seperti membiarkan terlalu lama belajar dari rumah berisiko hilangnya semangat belajar siswa. Sebaliknya, memaksakan diri melakukan PTM di tengah pandemi akan mengancam nyawa pemilik masa depan negara ini.
Dunia pendidikan tidak boleh diam. Berinovasi serta tidak mengabaikan perkembangan terbaru varian Covid-19. Varian mu dan klaster sekolah jadi catatan penting untuk diantisipasi. PTM terbatas untuk mencerdaskan anak-anak bangsa perlu dijaga agar selamat dan sehat.
Seperti penggunaan masker menjadi nomor wahid di sekolah dan di ruang publik–seperti transportasi umum. Warga tidak kendur memakai masker di tempat umum saat aktivitas sosial ekonomi kembali normal. Janganlah pongah dengan melandainya angka kasus Covid-19. Meninggi kasus virus corona pada Juni lalu menjadi iktibar untuk berbuat. ***