SIAPA presiden dan wakil presiden untuk lima tahun mendatang? Rakyat tinggal menunggu hari. Rabu, 17 April 2019 adalah hari paling bersejarah bagi bangsa ini. Calon pemimpin negeri ini, termasuk anggota parlemen yang akan duduk nanti, dipilih sekitar 186 juta rakyat Indonesia.
Rakyat gegap gempita menyambut pesta demokrasi. Pekan ini saja, sudah dimulai debat capres dan cawapres tanpa tedeng aling-aling terlihat kualitas dan rekam jejak calon pemimpinnya. Anak bangsa tentu memiliki ekspektasi besar terhadap pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Debat yang digelar Kamis (17/1/2019) malam adalah debat mendulang suara rakyat. Rakyat akan merasakan bagaimana penegakan hukum, korupsi, hak asasi manusia (HAM), dan terorisme. Bangsa ini akan baik-baik saja apabila pemimpinnya memiliki rekam jejak yang jelas. Tidak melanggar hukum, korupsi, terorisme, juga tidak terlibat pelanggaran HAM.
Wakil Tuhan
Rakyat akan memilih wakil Tuhan di bumi Indonesia ini yang mampu dan piawai menyelesaikan persoalan bangsa, menyatukan rakyat, bukan menceraiberaikan dengan kebohongan. Apalagi pesimisme. Pemilih yang cerdas tentunya mencari pemimpin yang paripurna.
Apa yang dikatakan, itulah yang diperbuat. Imam di negara. Imam juga di rumah tangga. Menjadi teladan bagi rakyat untuk hidup sederhana. Dalam suatu kesempatan, pakar komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Gun Gun Heriyanto menyatakan pernyataan capres dan cawapres harus konsisten antara satu pernyataan dan perbuatan.
“Ingat, sekarang ini di era informasi berlimpah. Kebenaran itu didukung oleh data yang berkorelasi dengan fakta. Data itu juga akan diverifikasi banyak orang melalui ragam sumber informasi,” jelas Gun Gun. Jika capres dan cawapres hanya pernyataan kebohongan, mereka akan masuk jurang dengan retorika tanpa didukung data yang akurat.
Tema debat perdana membahas penegakan hukum dan pelanggaran HAM menjadi topik hangat bagi rakyat di negeri ini. Hingga kini, penyelesaian kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan belum tuntas juga. Begitu pun kasus penculikan dan penembakan mahasiswa Trisakti pada kerusuhan 1998 belum terungkap. Siapa aktor di belakang kasus HAM tersebut?
Terkait kedua kasus tersebut, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan capres Joko Widodo (Jokowi) diuntungkan karena Jokowi bukan pelaku kasus Novel. “Berbeda dengan Prabowo yang diduga sebagai aktor yang melakukan penculikan. Pada titik ini Prabowo lebih berat,” ungkap Feri.
Yang jelas ada kelompok masyarakat pendukung atau loyalis yang fanatik mendukung sang calon. Apakah calon itu rekam jejaknya kurang baik atau tidak, mereka tidak peduli apa yang terjadi. Bagi mereka yang terpenting adalah siapa yang menjadi tokoh yang dipuja. Pendukung membabi buta. Ingat! Di luar itu, ada anak bangsa yang belum menentukan pilihan.
Baca juga : https://lampost.co/epaper/kolom/refleksi/cepat-siuman/
Menimbang
Anak bangsa ini masih menimbang-nimbang siapa yang bakal dipilih pada hari pencoblosan nanti. Calon pemilih menilai dari hasil debat kandidat itu akan menjadi pegangan untuk menentukan ke mana suaranya berlabuh. Berdasar pada survei terbaru Indikator yang digelar pada 16—26 Desember 2018, terungkap bahwa jumlah pemilih mengambang dan pemilih yang belum mengambil keputusan berada di kisaran angka 25%.
Dari survei yang diambil 1.220 responden dengan margin of error plus minus 2,9% mengungkapkan bahwa elektabilitas Jokowi-Amin 54,9 %, sedangkan Prabowo-Sandiaga 34,8%. Dari hasil survei itu, percaya atau tidak bahwa pemenang Pilpres 2019 berada di tangan pemilih mengambang dan pemilih yang belum menentukan pilihan tadi.
Patut jadi renungan untuk para pendukung calon, pemilih yang belum menentukan pilihan adalah orang-orang yang berpendidikan. Lalu bagaimana cara merebut perhatian kelompok berpendidikan? Caranya dengan data, fakta, serta argumen yang masuk akal. Dari debat itu, calon harus menjual gagasan. Sanggup dikritik dan siap menerima perbedaan.
Karena itu, debat selanjutnya, capres-cawapres harus fokus dan tidak menawarkan pesimisme dengan data hoaks. Pemimpin harus menyodorkan narasi optimisme dengan data yang akurat pula. Di forum debat itulah calon pemimpin bisa merebut hati dan simpati rakyat.
Debat perdana contohnya. Capres Prabowo Subianto mempertanyakan keadilan hukum di masa pemerintahan Jokowi. Pertanyaan itu ditanggapi capres Jokowi dengan menyinggung hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet. “Bapak sudah memerintah empat tahun lebih. Kita temukan ada perasaan rakyat bahwa aparat berat sebelah,” kata Prabowo, malam itu.
Dengan lantang Jokowi mengatakan silakan melapor jika ada bukti. Jokowi pun menyindir kasus hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet. “Kalau ada bukti sampaikan saja ke aparat, jangan grasa-grusu. Misalnya jurkam Pak Prabowo katanya dianiaya, babak belur, ternyata operasi plastik,” jelas Jokowi. Aparat bekerja profesional karena Indonesia adalah negara hukum.
Debat yang berkualitas bukan dari gaya calon pemimpin menyampaikan pendapatnya dengan menggebu-gebu. Akan tetapi, mereka harus mampu membangun narasi kepercayaan publik yang data pendukung. Debat-debat selanjutnya nanti harus juga berorientasi pada penyelesaian masalah.
Dari hasil debat akan terlihat presiden yang ideal memimpin negeri ini. Mereka adalah anak bangsa yang memiliki integritas, jujur, dan mampu memelihara persatuan. Tegasnya, rakyat tidak memilih calon pemimpin yang menipu, penyebar hoaks, serta menghalalkan segala cara untuk memenangi pemilihan presiden nanti.