GERAKAN Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI). Kalimat singkat dan padat, penuh makna! Apalagi gerakan itu sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar diikuti dan dipatuhi oleh menteri dan kepala daerah. Ternyata, belakangan masih ada pejabat yang lalai dengan perintah itu.
Saat memberikan pengarahan pada Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali, pada akhir Maret lalu, Presiden kesal dengan para pembantunya–menteri. Jokowi menyebut beberapa kementerian dan lembaga yang doyan membeli barang impor, seperti menteri kesehatan, menteri pertanian, menteri BUMN, menteri pendidikan, kepala daerah, termasuk TNI-Polri.
Presiden memerinci kementerian, pemerintah daerah, dan BUMN yang masih gemar membeli barang impor, seperti laptop, buku tulis, bolpoin, kamera CCTV, sepatu, dan seragam TNI-Polri, traktor pertanian, tempat tidur rumah sakit. Ada juga pejabat yang hobi belanja ke luar negeri, serta pengadaan barang dan jasa di lembaganya menggunakan produk impor.
Kecintaan barang dalam negeri buatan anak bangsa tidak boleh sekadar ucapan dengan kata pemanis, tetapi harus dibuktikan dengan kebijakan dan tindakan yang pro-produk bangsa sendiri. Duit dari rakyat haruslah dibelanjakan barang buatan rakyat. Bukan untuk menambah pundi-pundi bangsa asing. Bukan juga dari praktik culas mencari cuan dari impor.
Dalam anggaran pengadaan barang dan jasa di pemerintah pusat tercatat Rp526 triliun. Anggaran daerah mencapai Rp535 triliun. Demikian juga perusahaan pelat merah–BUMN sebesar Rp420 triliun. Andaikan pejabat di pusat hingga daerah menggunakan 40% membeli produk lokal, akan terjadi pertumbuhan ekonomi naik 1,71%.
Kebiasaan membeli barang-barang impor justru memberikan pekerjaan pada negara lain. Padahal, dengan menggenjot penggunaan produk dalam negeri, setidaknya membuka dua juta lapangan kerja di negeri ini. “Kalau ini tidak dilakukan, bodoh banget kita,” kata Jokowi. Makanya, Presiden me-warning untuk tidak meneruskan pembelian produk impor.
Tidak hanya di Bali, Presiden Jokowi pernah mengingatkan pembantunya di beberapa kementerian pada pembukaan The 22nd Jakarta International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2022 di Jakarta. Pesannya, mendahulukan kepentingan produk-produk lokal unggulan sehingga menjadi tuan rumah di negara sendiri. Dia pun mengajak rakyat untuk mencintai dan membeli barang dalam negeri, karena kualitasnya sudah bersaing dengan asing.
Untuk itulah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengingatkan kepala daerah ketika menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) menggunakan produk dalam negeri. Tito tidak akan menyetujui usulan APBD jika dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) tidak menggunakan 40% produk lokal.
Ketegasan sikap kementerian disampaikan Tito saat membuka rakornas keuangan daerah 2022 di Jakarta, Kamis (2/6). Bahkan mendagri meminta gubernur melakukan langkah serupa dalam meninjau APBD yang diusulkan pemerintah kabupaten/kota. Ini upaya kuat untuk mendukung gerakan nasional BBI hingga ke penjuru Nusantara.
Kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) melalui gerakan BBI sejatinya memiliki banyak keunggulan. Selain membangkitkan perekonomian di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) daerah, juga bakal memacu percepatan pengadaan barang dan jasa.
***
Lalu bagaimana dengan Provinsi Lampung? Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung Fahrizal Darminto menguatkan komitmen produk lokal. Pada 2022 sudah mengalokasikan belanja produk dalam negeri sebesar 66,82% dari total belanja barang dan belanja modal. Provinsi ini selangkah lebih maju. Tidak kaleng-kaleng!
Kian besar nilai dan kecepatan perputaran realisasi belanja produk dalam negeri, akan bertambah pula ekspansi ekonomi, sehingga terjamin upaya percepatan pemulihan ekonomi. Belanja produk karya anak bangsa itu harus jadi aturan yang ketat. Bahan material pun harus dipenuhi dari lokal Lampung. Jadi sudah tidak memakai produk dari luar bahkan impor.
Komitmen itu terlihat jelas dalam laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung. Lembaga ini mencatat hingga pertengahan Mei 2022, pemerintah provinsi dan kabupaten serta kota di Lampung berhasil mengalokasikan dana Rp6,41 triliun guna peningkatan penggunaan produksi dalam negeri (P3DN). Ini hebat jika terwujud!
Apalagi tim P3DN sudah terbentuk di 20 provinsi, 106 kabupaten dan kota. Untuk e-katalog sudah terakses di 27 provinsi termasuk Lampung, serta di 80 kabupaten dan kota yang mencakup 15 ribu produk dari 100 penyedia dan 80 etalase. Ini kekuatan ekonomi. Apalagi diberikan insentif pajak yang diterapkan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Transaksi pembelian barang dan jasa melalui katalog elektronik lokal (e-katalog) di beberapa daerah itu sebagai upaya membantu pemda mengetahui harga barang dan jasa secara terukur dan transparan. Sistem e-katalog mendorong produksi dalam negeri. Jika ada lembaga yang belanjanya kurang dari 40% dari produk lokal, Kemendagri memberikan sanksi tegas berupa pengurangan dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
Dalam perjalanannya, penggunaan e-katalog bagi UMKM tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ternyata masih ada pelaku usaha mikro kecil di sektor ekonomi kreatif yang belum tahu cara-cara mendaftar e-katalog guna memenuhi kebutuhan lokal organisasi perangkat daerah (OPD).
Seperti halnya owner Riens Bakery Lampung, baru mengetahui kebijakan tersebut. Pelaku usaha ini mengaku belum mengetahui cara masuk ke e-katalog. Padahal ada tiga langkah dalam e-katalog yakni pertama, inisiasi pencantuman barang dan jasa, lalu pendaftaran penyedia e-katalog, dan terakhir penayangan. Tidak ada yang sulit mengikuti e-katalog! Karena birokrasinya terpangkas. Tidak lagi transaksi di ruang abu-abu.
Ini juga meningkatkan transparansi pemerintah dalam membelanjakan dananya. Lebih moncer dan jauh dari melanggar hukum, apalagi sudah jadi target operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dengan cara itu, pelaku usaha mikro mampu bersaing meningkatkan kualitas produknya. Dan UMKM juga mendapat tambahan pasar tetap. Ini sangat membantu, apalagi coding dari setiap lembaga pemerintah pusat dan di daerah dijadikan satu dalam sebuah sistem. Sehingga komitmen pengadaan sebesar 40% dari UMKM bisa diakses dan dimonitor publik.
Semua terkoneksi. Kemendagri juga mengimbau kepala daerah membantu produk-produk lokal agar segera dapat ditayangkan dalam e-katalog untuk pengadaan barang dan jasa. Negara pun hadir berkampanye mengikuti langkah negara lain, seperti Amerika Serikat. Negeri Paman Sam itu sudah memproteksi produk dalam negerinya.
Dengan begitu, gerakan Bangga Buatan Indonesia akan melahirkan jutaan entrepreneur baru lokal. Apalagi pelaku usaha mikro mencapai 99,6%. Jadi pembinaan yang konvensional harus ditinggalkan. Saatnya, membantu para pelaku usaha mikro juga menggunakan produknya. Tidak asal ngomong doang, seperti kekesalan presiden terhadap ulah pejabat yang masih hobi menggunakan produk impor. ***