
TIDAK ada yang bisa memprediksi hujan yang mengguyur di negeri ini bakal melumpuhkan kehidupan. Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), adalah contohnya. Bahkan, banjir yang menerjang ibu kota itu merenggut puluhan jiwa anak manusia yang tersengat listrik. Tragis. Hanya beberapa jam hujan, sudah meluluhlantakkan kawasan Jakarta.
Banjir yang mengepung Ibu Kota tepat pergantian malam tahun baru 2020, tidak hanya menewaskan warga, juga fasilitas umum seperti stasiun kereta api, mal, Bandara Halim Perdanakusumah, bahkan jalan tol digenangi air setinggi puluhan centimeter. Sangat prihatin! Tahun ini terparah. Bahkan ratusan tahun silam, banjir sudah menenggelamkan Ibu Kota–Batavia.
Dalam buku Gagalnya Sistem Kanal ditulis Restu Gunawan mengisahkan pada awal tahun, 127 tahun lalu, Batavia yang sekarang disebut Jakarta diguyur hujan sangat lebat selama delapan jam. Akibatnya, banjir melanda wilayah pusat pemerintahan Weltevreden. Weltevreden saat ini masuk dalam kawasan Gambir. Di situ ada Istana Negara dan Istana Merdeka.
Hujan yang mengguyur Batavia sudah setinggi lutut warga. Tidak hanya ibu kota, daerah pinggiran Pasar Minggu, yang dibelah Sungai Ciliwung ikut kebanjiran. Air yang menggenangi Batavia membuat rel kereta api yang menghubungkan Batavia dengan Buitenzorg (Bogor) ikut terendam.
“Ini hujan besar dan tidak bisa ditampung saluran air di dalam kampung,” tulis Harian Siang Po edisi 2 Januari 1892 yang kemudian dikutip Restu dalam buku karangannya itu. Dalam laporan surat kabar itu juga menulis, tidak semua kesusahan dengan datangnya banjir. Ada juga yang girang. Bocah-bocah bermain melompat dalam air sambil main getek-getekan.
Dikutip Detik.com, setahun berselang banjir merendam Batavia kembali terjadi di awal tahun baru juga. Kali ini, banjirmeluas sampai ke Kampung Kepu, Bendungan, Nyonya Wetan, dan Kemayoran. Tidak di situ saja, banjir juga mengepung kawasan Sawah Besar, Kebon Jeruk, Tanah Sereal, Tanah Tinggi, Sumur Batu setinggi satu meter.
“Banjir (pada tahun 1893) itu tidak hanya merusak jalan Weltevreden, akan tetapi juga merusak perekonomian,” tulis Restu yang juga direktur Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bencana melanda Batavia itu sangat menyusahkan warga. Waktu itu Ibu Kota sedang berjangkit wabah penyakit kolera. “Sehingga banyak penduduk yang meninggal,” tulis Restu lagi.
Sejak itu pula, banjir tidak pernah absen melanda Batavia. Tercatat banjir besar terjadi lagi pada tahun 1895, 1899, 1904, 1909. Pada 1909 daerah yang dilanda banjir mengepung kawasan Waterlooplein yang kini menjadi Lapangan Banteng. Saat itu, kawasan Waterlooplein seperti danau.
Tercatat banjir besar terjadi lagi pada tahun 1895, 1899, 1904, 1909. Pada 1909 daerah yang dilanda banjir mengepung kawasan Waterlooplein yang kini menjadi Lapangan Banteng
Banjir yang disebabkan luapan Sungai Ciliwung membuat Harian De Locomotief mengkritik kerja pemerintah dalam menangani banjir dengan artikelnya Batavia Onder Water. Artinya Batavia di Bawah Air. Bencana banjir yang terus mengintai Jakarta berseri. Banjir awal 2020 ini terbesar dalam sejarah. Negeri ini gagap menghadapi bencana!
***
Sudah tahu banjir akan datang, manusia hanya berdiam. Ingat, banjir di Ibu Kota negara itu sudah sejak 127 tahun silam. Ini fakta bukan khayalan. Banjir awal tahun baru mengisyaratkan kegagalan program naturalisasi sungai. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun angkat bicara.
Kepala Negara menyebut pembangunan infrastruktur pengendalian banjir di sepanjang daerah aliran sungai Jakarta terkendala sejak tahun 2017. Penyebabnya adalah persoalan pembebasan lahan yang dikuasai rakyat.
Patut diingatkan jika sudah mengganggu keberlangsungan hajat hidup orang banyak, kawasan itu harus dikuasai negara. Negara harus hadir dan tidak boleh dikalahkan rakyat. Banjir Jakarta harus dikendalikan! Normalisasi Sungai Krukut, Ciliwung, Cakung, dan Sungai Sunter harus diselamatkan.
Dalam laman Facebook yang di-posting Jokowi pada Kamis, 2 Januari 2020 menuliskan, “Normalisasi Sungai Ciliwung baru berjalan 16 kilometer. Program itu terhenti sebelum mencapai target 33 kilometer.”
Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi baru diselesaikan 45 persen. Namun pembebasan lahan dua proyek itu baru mencapai 90 persen. Kedua bendungan akan dirampungkan pada akhir tahun 2020.
Tidak hanya persoalan bendungan dan normalisasi sungai, sampah juga menjadi persoalan rumit dihadapi Jakarta saat ini. Sangat tegas dikatakan negeri ini selalu gagap menghadapi bencana banjir.
Bersiaplah anak bangsa bahkan di pelosok negeri ini yang rawan dikepung banjir harus awas, siaga, dan waspada. Bencana datangnya kapan saja. Curah hujan sangat ekstrem lebih lama di Januari dan Februari mengguyur wilayah nusantara. Banjir, tanah longsor terus mengintai.
Cuaca ekstrem itu diingatkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Curah hujan tinggi berlangsung beberapa hari ke depan. Saatnya pula, negeri ini mulai berbenah dari wilayah hulu hingga hilir. Agar Jakarta tidak direndam air, akan dialihkan ke wilayah Selat Sunda dan Lampung.
Adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bertugas akan mengalihkan hujan ke kawasan wilayah barat (Selat Sunda atau Lampung). Pengalihan hujan ini dilakukan dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Maksudnya, awan-awan berpotensi hujan mendekati Jakarta yang masih di Selat Sunda akan disemai lebih awal, sehingga hujan turun di laut.
Sudah siapkah daerah Lampung, khususnya Selat Sunda menerima kiriman awan berpotensi hujan itu! Selat yang membelah Pulau Sumatera dan Jawa terdapat puluhan kapal berlayar melayani penyeberangan dari Pelabuhan Bakauheni ke Merak.
Lampung menerima kiriman cuaca ekstrem Jakarta–belum lagi kiriman udara basah dari Samudera Hindia. Gelombang tinggi menghadang kapal yang mengangkut penumpang–mengantisipasi lebih awal. Lampung juga harus siaga, dan tidak gagap menghadapi bencana seri tahunan ini. ***