Iskandar Zulkarnain
Wartawan Lampung Post
ROTAN itu siap memukul tanganku. Rotan itulah yang memotivasiku bisa mengenal huruf-huruf hijaiah, serta hapal surat-surat pendek dalam juz amma, Alquran. Usai salat subuh menjelang waktu duha, kami berjejer menunggu giliran diajari membaca Alquran. Dan, setiap pindah bacaan surah, ibuku selalu menyediakan sebotol minyak tanah untuk guru mengajiku.
Begitulah hari-hariku memperdalam bagaimana membaca ayat-ayat Alquran yang baik dan benar. Mengeja dan membaca Alquran wajib bagi anak muslim. Termasuk diajari bagaimana adab mandi junub (wajib) serta salat lima waktu. Ketika menikah saja, seorang muslim wajib membaca dua kalimah sahadat sebagai ikrar mempersunting wanita pujaan.
Alquran sebagai penuntun umat manusia. Nabi Muhammad saw pernah dites membaca Alquran oleh Malaikat Jibril di Gua Hira. “Bacalah!” kata Jibril mendekati Muhammad. Dengan bergetar, Nabi menjawabnya, “Aku tidak bisa baca”. Jibril terus mendesak untuk membaca wahyu Allah swt itu. Nabi pun ketakutan hebat hingga badannya menggigil.
Jibril pun memeluk Muhammad sambil memberikan selimut. Saat tubuhnya sudah pulih, Jibril kembali berucap, “Bacalah!”. Lagi-lagi Nabi berkata, “Aku tidak bisa baca”. Keringat pun mengucur deras ke seluruh tubuh Rasul. Jibril kembali memeluknya dengan penuh kasih sayang. Kejadian itu kembali berulang. Guru mengaji nabi adalah malaikat.
Akhirnya, Jibril melafazkan Alquran Surah Al-Alaq Ayat 1—5 yakni: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah paling pemurah, yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.”
Mendengar ayat demi ayat itu, Muhammad pun menyimaknya dengan baik. Dengan kebesaran Allah, Nabi bisa membacanya. Itu tanda awal dari masa kenabian Muhammad saw yang turun pada malam Ramadan, 10 Agustus 610 Masehi. Usia Nabi tepat 40 tahun. Usia yang sangat matang emosionalnya.
Muhammad diangkat menjadi rasul karena dia bersifat sidik (jujur, tidak bohong), amanah (dapat dipercaya), tablig (menyampaikan pesan tanpa ditambah atau dikurangi), dan fatanah (cerdas). Paling tidak, untuk jadi pemimpin umat—harus memenuhi empat sifat yang dimiliki Rasulullah.
Dengan demikian, rakyat dipimpin akan hidup nyaman tanpa kebohongan. Ketika anak bangsa Tanah Rencong, Nangroe Aceh Darussalam, meminta calon presiden dan wakil presiden untuk dites mengaji menjadi perdebatan. Masih perlukah tes membaca Alquran? Dari sejak negeri ini merdeka, rakyatnya hidup dalam keberagaman. Syarat itu akankah menyuburkan politik identitas?
Jawabnya singkat. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Sangat diperlukan seorang pemimpin, ketika dia diminta mengimami salat, ia bisa membaca Alquran. Sederhanakan! Walaupun Indonesia bukan negara Islam, Pancasila dan UUD 1945 secara eksplisit mengakui nilai-nilai agama sebagai fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
***
Pancasila dan UUD 1945 menginginkan rakyat dan presidennya memiliki integritas, moralitas, dan etika. Sehingga dia bisa lolos menjadi seorang pemimpin yang memiliki kapasitas dan kapabilitas memimpin negeri ini. Dengan modal itulah, pemerintah bisa berjalan transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Tidak hanya kepada rakyat, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa—yang menguasai kerajaan di langit dan bumi.
Terhadap tes baca dan tulis Alquran, Komisi Pemilihan Umum tidak melarang capres-cawapres mengikuti tes yang digelar Dewan Ikatan Dai Aceh. “Masyarakat kan punya gambaran tentang pilihan pasangan capres yang mewakili aspirasi mereka seperti apa. Masyarakat juga berhak mengundang pasangan calon untuk diajak diskusi, diajak pengajian,” ujar Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari.
KPU, kata Hasyim, hanya menyeleksi syarat capres-cawapres berdasarkan undang-undang. Jika ada syarat lain di luar UU, seperti tes membaca Alquran, bukan menjadi kewenangan lembaga KPU. Rakyat boleh mengetes pasangan capres dan cawapres yang diinginkan.
Undangan terhormat itu ditolak Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Sodik Mudjahid. Dia mengatakan tes baca Alquran bukan hal yang paling penting untuk dilakukan. “Kemampuan membaca Alquran bukan syarat, melainkan sebagai kelebihan sehingga tes baca tulis tidak perlu dilakukan,” ujar Sodik.
Beda dengan Sekretaris Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Hasto Kristiyanto. Dia menyatakan Jokowi-Ma’ruf menyambut baik undangan Dewan Ikatan Dai Aceh. Dan mengatakan siap menghadiri undangan tes baca Alquran. Anak bangsa akan menilai tes itu juga merupakan jawaban atas kelompok orang yang menggunakan isu agama sebagai alat politik adu domba.
Sangat penting isi kandungan Alquran perlu dipahami calon pemimpin. Kalau tidak bisa membaca, bagaimana mengamalkannya. Mengapa? Karena manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Bahasa kerennya sebagai khalifah fil ardhi. Anak bangsa wajib mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya selama memimpin di bumi Allah.
Rakyat di Aceh sangat berkepentingan, dengan uji baca Alquran bagi calon pemimpin. Sebab, manusia adalah makhluk yang sempurna. Dia diberikan kelebihan berpikir dan akal. Oleh sebab itu, dipercaya memanfaatkan alam semesta untuk kebutuhan hidup. Bagaimana caranya memelihara dan menjaga alam untuk keberlangsungan hidup anak bangsa?
Jawabnya, semua ada di dalam Alquran. Sudah saatnya belajar memahami bukan menghindari karena tidak siap diuji baca Alquran! Tuhan akan menurunkan wakil-Nya, presiden dan wakil presiden, yang Dia kehendaki. Tugas khalifah untuk mengatur semua fasilitas di bumi. Itulah janji Allah, bukan janji politikus, loh!