
DEBAT calon presiden putaran kedua usai sudah. Banyak catatan penting yang harus digelindingkan lagi agar anak-anak bangsa di negeri ini yakin bahwa presiden pilihan hati itu memang nyata bukan ilusi. Nyata untuk rakyat bukan kepentingan pribadi. Infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bendungan, listrik sebuah keniscayaan untuk kepentingan melayani publik.
Joko Widodo, calon presiden nomor urut 01 dan Prabowo Subianto, calon presiden 02, memaparkan program unggulan sektor infrastrukur, energi, pangan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Debat hebat dari dua calon pemimpin negeri ini berlangsung di Hotel Sultan Jakarta, Minggu (17/2). Menyakinkankah? Anak bangsa yakin karena terasa manfaatnya.
Negeri ini merdeka sudah 73 tahun. Baru kali ini, di Sumatera contohnya, dibangun jalan tol. Selama ini hanya ada di Pulau Jawa. Selama 70 tahun, terasa Indonesia ini hanya ada di Jawa dan Bali. Sementara Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua hanya sebagai pelengkap. Pulau besar itu menyimpan kekayaan alam yang sangat luar biasa. Minyak, gas, batu bara.
Belum lagi kekayaan alam yang tersimpan di laut. Semua disuplai untuk kepentingan Jawa. Hanya Jawa yang dibangun. Sumatera apalagi Papua–dengan tambang emas hanya menjadi penonton. Tiga tahun terakhir ini, rakyat di luar Jawa sudah menikmati kemerdekaan. Ada jalan tol, bandara diperluas, pelabuhan dibuat manusiawi, harga minyak dengan satu harga.
Bangga
Sangat bangga karena Indonesia tidak lagi di Jawa. Di perbatasan dan pulau terluar sudah berhias. Semuanya disiapkan agar negeri ini siap bersaing dengan luar negeri. Tapi masih ada juga anak bangsa yang tidak bersyukur atas nikmat diturunkan Tuhan melalui khalifah-Nya di Indonesia. Matanya digelapkan. Hatinya ditutup dengan kehausan dan ambisius duniawi.
Jika negeri ini bersyukur, akan ditambah nikmat oleh Tuhan. Jika ingkar, pastinya Tuhan menurunkan azab bagi manusia yang tidak bersyukur. Semua mengejar duniawi. Dia lupa semuanya akan ditinggalkan. Pemimpin diminta pertanggungjawabannya. Di Bumi Lampung saja, pembangunan pemerintahan Jokowi-JK menorehkan sejarah. Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS), Bandara Radin Inten II kini berstatus internasional.
Belum lagi pelabuhan tersibuk di dunia di Bakauheni. Kini lebih manusiawi lagi. Salah satu ada dermaga eksekutif–yang tak kalah hebat milik negara tetangga, yakni Negeri Kepala Singa. Dibangunnya bendungan dan perbaikan saluran irigasi untuk mempertahankan Lampung sebagai daerah lumbung pangan nasional. Lalu mau apalagi? Anak bangsa sudah sangat merasakan nikmatnya negeri yang merdeka! Indonesia banget, gitu loh.
Ini sebuah fakta dan nyata bagi pembangunan infrastruktur. Dibangun untuk kemudahan. Dua tahun lagi , arus manusia, logistik, dan mobilitas barang dari dan ke Lampung kian cepat dan bersaing. Tidak ada tempat lagi untuk berjanji dengan berilusi. Generasi milenial butuh kenyataan dan kecepatan di era digital. Tanpa harus menunggumu lebih lama lagi.
Baca juga : https://lampost.co/epaper/kolom/refleksi/panggung-milenial/
Debat Kedua
Dalam debat putaran kedua Minggu malam lalu, harusnya Prabowo lebih piawai menandingi Jokowi yang sudah membangun negeri ini. Pengamat politik Djayadi Hanan menilai Jokowi sangat unggul dibanding dengan Prabowo. Mengapa? Sebab, pernyataan Prabowo setuju banget dengan yang sudah dikerjakan dan disampaikan lawannya dalam pemilihan presiden nanti.
Kata Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research Center (SMRC) itu dalam diskusi di studio Metro TV, Minggu malam, kalaulah banyaklah setuju apa yang sudah diperbuat Jokowi, kenapa ada niatan mengganti presiden.
“Jokowi lebih terukur dan konkret dalam debat. Dari gestur dan olah kata, Jokowi lebih baik dan memperlihatkan kepemimpinan yang kuat. Prabowo sebagai penantang tidak mampu membuat diferensiasi,” kata Djayadi.
Lebih ketara lagi, siapa yang piawai dalam debat capres malam itu. Jokowi mengajukan pertanyaan ke Prabowo soal mengembangkan infrastruktur unicorn. Apa kata Prabowo balik bertanya, “Yang Bapak maksud unicorn? Apa yang online-online itu?” demikian Prabowo mengawali jawabannya.
Sadar atau tidak, Indonesia sudah memiliki empat unicorn, yaitu Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka. Prabowo khawatir bisnis berbasis online itu mendorong makin besarnya aliran dana keluar dari Indonesia. Justru yang ada saat ini, bisnis tersebut berpotensi sangat menggerakkan perekonomian Indonesia. Mayoritas perdagangan di unicorn bersifat lokal.
Data
Data yang dirilis United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), mengungkapkan, saat ini belanja online di negara maju sudah dilakukan hampir dua pertiga dari penduduknya. Dalam tataran global, nilai transaksi belanja online itu bergerak cukup progresif dan masif.
Contohnya? Perbandingan delapan tahun lalu, nilai transaksi business to consumer (B2C) terhadap PDB global naik tiga kali lipat, dari 0,5% menjadi 1,5%. Di Indonesia, ekonomi berbasis internet setara 3% PDB, rata-rata tumbuh 49% dari tahun 2015 sampai tahun 2018 (Google Temasek, 2018).
Dikutip dari artikel Memanusiakan Ekonomi Digital ditulis Staf Ahli Komite Ekonomi dan Industri Nasional Ronny P Sasmita, (Media Indonesia, 19/2) menyatakan pada tahun 2018 lalu, nilainya mencapai 27,2 miliar dolar AS.
Berdasar pada empat sektor utama ekonomi digital, kata Ronny, proporsi perdagangan online mencapai 45%, travel online 32%, transportasi online dan pengantaran makanan sudah di angka 14%, disusul media online 10%. Indonesia optimistis bisnis itu berkembang pesat lima tahun mendatang.
Melihat pergerakan angka tadi, saatnya negeri ini membutuhkan pemimpin yang visioner akrab dengan dunia digital. Mengapa? Platform digital jadi penggerak ekonomi Indonesia. Pastinya dalam debat capres itu, program ekonomi digital yang dibangun tidak hanya slogan dan retorika belaka – melainkan sebuah kenyataan tanpa harus bermain kebohongan. ***