
SUARA tegas keluar dari mulut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Mantan Kapolri itu mengingatkan rakyat agar tidak memilih calon kepala daerah yang tidak mematuhi protokol kesehatan Covid-19 pada Pilkada 2020. Pesta serentak 9 Desember nanti, haruslah menjadi ajang isu penanganan Covid-19 serta dampak sosial ekonomi.
Maksudnya, pilkada tidak menjadi klaster baru atau media penularan Covid-19. Rakyat yang cerdas, menguji nyali calon kepala daerah yang menjadi teladan dan konsisten menangani corona. “Jika ada kontestan yang tidak bisa mengatur pendukung, tim suksesnya, terjadi iring-iringan massa, konvoi. Calon ini janganlah dipilih,” tegas Tito dalam setiap kesempatan.
Pelaksana pilkada serentak yang dihelat KPU dan Bawaslu pada Desember nanti, akan menyiapkan skenario yang sehat guna pergantian kekuasaan. Pesta itu berlangsung di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Di Lampung saja, pilkada dihelat di dua kota dan enam kabupaten, yakni Bandar Lampung, Metro, Lampung Selatan, Pesawaran, Lampung Timur, Lampung Tengah, Way Kanan, dan Pesisir Barat. Hingga pekan ini, putra-putri terbaik Bumi Ruwa Jurai siap mematuhi protokol kesehatan.
Penerapan protokol kesehatan menjadi harga mati. Rakyat butuh hidup sehat dan tidak lapar. Di sinilah nasib bangsa dipertaruhkan, apakah calon kepala daerah mampu menjaga mutu pesta demokrasi di tengah situasi tidak normal atau sebaliknya. Seperti Korea Selatan saja, terbukti berhasil menggelar pemilu karena rakyatnya menaati protokol kesehatan.
Yang jelas, penanganan pandemi Covid-19 menjadi isu politik yang seksi bagi rakyat. Para petahana akan menunjukkan keberhasilan, sedangkan lawannya mengeksploitasi kekurangan petahana. Sangat terang benderang, pilkada harus lebih banyak diisi adu program menangani Covid-19.
Selain bergantung pada penerapan protokol kesehatan—memutus rantau pandemi—pilkada juga ditentukan banyak pelanggaran. Tidak bisa dielakan pesta memilih pemimpin ini akan tumbuh subur praktik politik uang.
Dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2020, paling tidak ada enam indikator merekam praktik politik uang. IKP mencatat pemberian uang ke pemilih untuk memilih calon tertentu saat masa kampanye akan terjadi di 136 kabupaten dan kota. Rakyat butuh duit!
Praktik lacung pemberian uang ke pemilik suara untuk memilih calon pada masa tenang berpotensi terjadi di 109 kabupaten dan kota. Termasuk juga pemberian uang untuk memilih calon pada saat pemungutan suara, akan berpotensi terjadi di 46 kabupaten dan kota.
Lalu, politik uang kepada pemilik suara untuk memilih calon tertentu terekam di 91 kabupaten dan kota. Mahar politik juga akan terjadi di 37 kabupaten dan kota. Politik uang ke tokoh untuk memilih calon tertentu berpotensi di 14 kabupaten dan kota. IKP merekam praktik kotor ini!
Yang hebat lagi, praktik politik uang akan tumbuh subur di pilkada karena tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sebab, banyak anak bangsa menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasti rakyat mengintip calon yang banyak duitnya. Realistis, karena butuh uang.
Rakyat tidak punya pilihan. Namun, justru rakyatlah yang akan mengantarkan kepala daerah ke jeruji besi karena bergelimang duit korupsi. Pemilihan kepala daerah membutuhkan banyak dana. Pilkada di tengah pandemi Covid-19 merupakan batu uji transformasi demokrasi di negeri ini.
***
Di sisi lain, lembaga survei Y-Publica mengungkapkan publik juga akan mendukung kepala daerah yang menerapkan kenormalan baru, atau adaptasi kebiasaan baru (AKB) jika dibandingkan dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Survei tersebut dilakukan pada 1—10 Juli 2020 terhadap 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia.
“Sebanyak 85,1% responden lebih memilih pemimpin yang menerapkan new normal dengan memperhatikan protokol kesehatan, seperti jaga jarak, memakai masker, dan cuci tangan,” kata Direktur Eksekutif Y-Publica, Rudi Hartono.
Anak bangsa menginginkan kehidupan normal karena tidak ingin kehilangan pekerjaan dan pendapatan yang bisa berujung pada kelaparan.
Dalam survei itu juga, hanya sebagian kecil mendukung PSBB, yakni 10,3%, sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak menjawab (4,6%). Ini artinya, PSBB dianggap sebagai pilihan orang kaya yang egois dan tidak memiliki tanggung jawab kepada karyawan atau buruh.
Dianalisis dari hasil survei di atas, ternyata sebagian besar responden menilai kenormalan baru, penerapan protokol kesehatan adalah langkah terbaik untuk menangani dampak kesehatan, sekaligus dampak ekonomi akibat pandemi. Sikap publik itu harus menjadi perhatian bagi calon kepala daerah. Ini peluang besar mendulang banyak suara pada pilkada nanti.
Pastinya, pandemi ini juga memicu resesi ekonomi menghantam semua negara. Negara maju lebih dulu masuk jurang krisis, seperti Amerika Serikat, Italia, Jerman, Prancis, Inggris, Korea Selatan, Singapura, dan Jepang. Indonesia kaya sumber daya alam menjadi modal—ketidakterpurukan ekonomi—asalkan rakyatnya cerdas, kerja kreatif dengan menjalankan protokol kesehatan.
Menghadapi itu semua agar Covid-19 tidak merajalela, pekan ini, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menerbitkan peraturan Nomor 45/2020 tentang Pedoman Adaptasi Kebiasaan Baru. Isinya, mengatur kenormalan baru dan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Ini bentuk pengawasan yang superketat guna mendisiplinkan masyarakat.
Agak risau memang apa yang diungkapkan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. Bulan September, minggu depan, merupakan dampak yang paling nyata dari wabah corona karena angka kemiskinan dipastikan naik dibandingkan Maret, yakni berkisar 26,42%.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja keras menghambat lajunya pandemi Covid-19. Mereka menemukan tujuh inovasi teknologi mencegah virus. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun berharap agar dunia bersatu menemukan vaksin sehingga pandemi segera berlalu. Corona sudah membuat jurang kemiskinan kian melebar dan dalam.
Negeri ini pun berbuat banyak untuk rakyatnya. Indonesia melalui PT Bio Farma bekerja sama dengan Sinovac, Tiongkok, memproduksi vaksin Merah Putih. Mahakarya ini sebagai bentuk kemandirian membangun kapasitas jati diri bangsa yang beradab untuk memerangi corona. Ini juga jualan negara untuk menenteramkan kegalauan rakyat akibat Covid-19. ***