![Iskandar Zulkarnain Wartawan Lampung Post](https://lampost.co/epaper/wp-content/uploads/2018/05/Iskandar-150x150.jpg)
NUKILAN Surah Ar-Rahman dalam Alquran berbunyi: fa-biayyi alla’i Rabbi kuma tukadzzi ban. Artinya, “Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang masih kamu dustakan?”.
Luar biasa Allah mengingatkan hamba-Nya akan kenikmatan yang sudah dirasakan manusia. Namun mereka selalu lupa. Oleh sebab itu, Tuhan mengingatkan dalam Surah Ar-Rahman ada 31 kali kalimat yang diulang-ulang tentang nikmat Tuhan manalagi yang manusia dustakan.
Nikmat yang digelontorkan Tuhan melalui khalifah fil ardhi, pemimpin di bumi Indonesia bernama Presiden Joko Widodo itu adalah pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN) dan para pensiunan. Tunjangan itu juga didasarkan atas gaji pokok dengan tunjangan tambahan lainnya. Tidak hanya dalam bentuk uang, libur atau cuti bersama pun ditambah harinya untuk tahun ini.
Benar-benar abdi negara dan pelayan rakyat dimanjakan di tengah daya beli rakyat yang masih lemah. Anggaran yang disiapkan pemerintah untuk THR dan gaji ke-13 bagi ASN dan pensiunan sangat fantastis. Jumlahnya Rp35,76 triliun. Angka ini naik 70% jika dibandingkan dengan tahun 2017, karena tahun lalu negara tidak memberikan THR untuk para pensiunan.
Di tengah defisit anggaran yang dihadapi negeri ini, tidak ada kata lain yang pantas diucapkan, hanya bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah swt melalui wakil-Nya di bumi ini. Semua itu untuk memperbaiki kinerja ASN dan perekonomian yang masih lesu ini. Lihat, puluhan orang antre di depan mesin ATM mengambil THR dan gaji ke-13.
Dengan demikian, konsumsi rumah tangga akan meningkat di bulan Ramadan, menghadapi Hari Raya, lalu industri kembali bergairah lagi, serta investasi akan tumbuh. Bank Indonesia memprediksi kebutuhan uang tunai selama Ramadan dan Idulfitri tahun ini naik sebesar 15,4%, menjadi Rp188,2 triliun dari tahun lalu sebesar Rp163,23 triliun.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi di Jakarta, pekan ini, menjelaskan meningkatnya kebutuhan uang tunai karena tambahan libur pada 11, 12, dan 20 Juni sehingga total libur Idulfitri menjadi 12 hari. Berkah Ramadan karena posisi uang yang diedarkan setiap tahun terus mengalami peningkatan dengan rata-rata kenaikan 10 tahun sebesar 13% per tahun.
Mudik sebuah tradisi anak bangsa di negeri ini sangat menyedot energi dan perhatian banyak pihak.
Dampak kenaikan uang yang beredar menjelang Lebaran itu memicu juga angka pertumbuhan meningkat. Mudik Lebaran tahun ini mencapai 19,50 juta orang yang menggunakan angkutan umum. Atau mengalami kenaikan sebesar 5,17% dari jumlah pemudik 2017 yang berjumlah 18,60 juta orang.
Tidak hanya angkutan umum yang mengalami peningkatan. Para pemudik yang menggunakan roda dua atau motor juga meningkat 30%, termasuk angkutan udara—pesawat terbang—tumbuh sebesar 9% untuk tahun ini. Pastinya, mudik sebuah tradisi anak bangsa di negeri ini sangat menyedot energi dan perhatian banyak pihak.
Sukacita
Fenomena mudik bagi anak-anak bangsa apalagi dibekali THR, gaji ke-13, dan waktu libur yang berlipat-lipat akan menjadi sukacita tersendiri bagi pemudik. Apalagi mudik yang menyita perhatian itu berjalan lancar karena berbagai fasilitas pendukung lainnya ikut menyukseskan lalu lintas darat, laut, dan udara. Yang jelas, fenomena mudik Lebaran tidak pernah ditemukan di negara-negara belahan dunia lain mana pun.
Survei dari Kementerian Perhubungan bahwa puncak mudik yang semula terjadi pada 12—13 Juni 2018, kini berubah menjadi 8 dan 9 Juni. Begitu juga dengan arus balik. Tadinya diprediksi tanggal 24 dan 25 Juni, bergeser menjadi 19 dan 20 Juni. Penyebabnya adalah ditambahnya waktu cuti. Namun, persoalan yang muncul, sudah siapkah infrastruktur jalan dan jembatan menyambut pemudik yang jumlah meningkat tersebut?
Baca Juga : https://lampost.co/epaper/kolom/refleksi/ngebatin-pancasila/
Mudik dijadikan momentum mengingat masa lalu, hidup penuh kenangan, melihat keluarga dan sahabat. Mudik mengingatkan rasa syukur, nikmat yang diterima dari Allah. Anak-anak bangsa sering bolak-balik dari kota pulang ke kampung. Namun, pulang ke kampung itu tidak sekental nuansanya ketika mudik Lebaran. Semangat spiritual yang mengumandang di langit biru ketika pulang di hari raya Idulfitri bergema takbir, tahmid, dan tahlil.
Semangat mudik juga bisa membawa duka yang mendalam. Duka karena pemudik tidak berhati-hati di jalan raya. Mesin pembunuh nomor satu di Indonesia ini berada di jalan raya. Penyebabnya karena faktor kelalaian, kelelahan. Mudiklah dengan kondisi kesehatan yang sangat fit. Pemerintah pun menyediakan pos kesehatan di sepanjang jalur mudik baik di terminal, bandara, pelabuhan, maupun rest area.
Patut dicatat, mudik merupakan peristiwa teologis sekaligus sosial yang berlangsung lama sejak Indonesia merdeka. Peluh yang mengucur sekujur tubuh, berjuang mendapatkan tempat duduk di angkutan umum adalah peristiwa perjalanan bolak-balik paling kolosal di negeri ini. Mudik ke kampung halaman juga peristiwa sosial yang dibalut dengan religius.
Janganlah mudik penuh kenikmatan itu berubah jadi duka yang mendalam bagi anak-anak bangsa. Penyebabnya hanya karena pelayanan mudik tidak bekerja optimal di lapangan. Jika gagal mengantisipasinya, akan sia-sialah kenikmatan mudik dengan pemberian THR, gaji ke-13, dan libur cuti bersama yang paling lama ini. ***